Dari ungkapan “I hate Monday” sampai ”thank God it’s Friday” kita semua menyadari, banyak sekali yang menganggap pekerjaan adalah suatu hal yang menyiksa.

Bahkan, banyak data menunjukkan semakin mudanya usia penderita penyakit-penyakit seperti jantung dan kolesterol yang dahulu kita pikir diderita oleh mereka yang berusia lanjut, sehingga dicurigai bahwa tingkat stres dalam bekerja menyumbang pada kenaikan angka ini.

Belum lagi penyakit yang berhubungan dengan mobilitas seperti sakit punggung karena terlalu banyak duduk dengan postur yang salah, atau akibat mengangkat barang berat seperti petugas-petugas bandara, juga yang dikarenakan gerakan-gerakan berulang seorang operator mesin yang tidak pernah dirotasi.

Banyak juga kita kenal orang yang terlalu berfokus pada pekerjaannya dan mengabaikan kesehatannya sendiri sementara perusahaan tidak menaruh peduli ketika sang karyawan tidak lagi dapat berproduksi bagi perusahaan.

Apakah dengan demikian berhenti bekerja menjadi solusinya, padahal bisa jadi sesungguhnya kita menikmati tantangan yang ada dalam pekerjaan kita?

Kita pun belum tentu bisa mendapatkan tempat kerja yang lebih baik lagi di tempat lain sementara tuntutan kebutuhan hidup pasti tidak bisa diabaikan. Di sisi lain, perusahaan pun akan mengalami kerugian bila kehilangan talenta-talenta terbaiknya yang mengundurkan diri karena kesehatan yang memburuk.

Di sinilah konsep ergonomi harus menjadi pertimbangan penting di lingkungan kerja. Sayang sekali tidak semua pimpinan perusahaan ataupun karyawan menyadari pentingnya kenyamanan dan keamanan kerja ini.

Ergonomi terkait pada semua aspek dalam pekerjaan yang berhubungan dengan stres yang menekan fisik maupun mental manusia. Tekanan-tekanan itu bisa pada persendian, otot, syaraf, tulang, ataupun pendengaran dan kenyamanan kesehatan yang lebih umum.

Ilmu pengetahuan sudah meyakinkan kita bahwa solusi kreatif datang dari pemikiran yang relaks dan tubuh yang juga tidak tertekan atau kesakitan. Natalie Goldberg ahli Zen, mengatakan Creativity exists in the present moment. You can’t find it anywhere else.

Bukankah kita juga menyadari bahwa ide-ide cemerlang sering muncul pada saat berenang, bersepeda ataupun ketika mandi di bawah pancuran air? Jadi bila pikiran kita biarkan bebas, kita seolah bisa menemukan bola lampu lain. Pelawak Fannie Flagg mengatakan: “If you cage a wild thing, you can be sure it will die, but if you let it run free, nine times out of ten it will run back home.”

Penelitian neuroscience mengatakan bahwa cairan kreatif mengalir bila pikiran dan tubuh santai, terbuka dan jernih. Kondisi ini bisa kita dapatkan juga dengan cara-cara sederhana untuk microbreak seperti mengatur ulang perabot, jalan seputar halaman atau mengobrol santai dengan orang lain yang dapat membuat pikiran menjadi lebih jernih.

Ergo, ego, eco

Sudah bukan jamannya, pemberi kerja yang merasa lebih berkuasa terhadap para karyawannya ataupun perusahaan yang mementingkan keuntungan di atas kepentingan manusia yang bekerja padanya. Perusahaan semacam ini tidak akan bertahan lama, apalagi dengan masuknya pekerja milenial yang mempunyai idealisme berbeda. Dengan banyaknya pilihan cara kerja, tempat kerja, pasar kerja, kita memang perlu berpikir keras tentang wadah seperti apa yang ingin kita sediakan bagi para karyawan bila ingin membangun hubungan harmonis antara karyawan.

Seperti apa lingkungan yang ergonomis itu?

Kondisi pandemi yang kita alami kemarin telah membuka mata kita bahwa bentuk kantor tidak harus berupa kubikel-kubikel berisi orang yang sibuk menghadap komputernya masing-masing. Bekerja bisa dari mana saja dan kapan saja. Hal ini membuat banyak individu sadar bahwa bekerja tidak berarti menghilangkan unsur kemanusiaan yang kita miliki. They want to be embraced in their entire humanity.

Tantangan kantor saat ini adalah menyediakan ruang, wadah tempat “ego” bisa bekerja secara utuh. Kita sudah tidak berbicara tentang ruangan yang dihiasi tanaman dengan lukisan cantik, tetapi justru suatu kesempatan bekerja yang lebih memperhatikan kesehatan jiwa dan raga pekerja.

Seperti apa pendekatan human centered itu?

Banyak benturan yang terjadi tidak selalu antara manajemen dengan pekerja, tetapi bisa saja antara sesama karyawan. Ada politik kantor. Ada perlombaan mencari muka atasan. Ada upaya untuk menghindari risiko. Diskusi-diskusi tentang pekerjaan bisa saja berubah menjadi penyebaran gossip yang tidak bermutu.

Penelitian meyakinkan kita bahwa emosi adalah unsur paling penting dalam nilai-nilai yang dijunjung tinggi seseorang. Bila kita merasa dihargai, rasa aman kita meningkat, dan semakin berkurang keinginan untuk mengutamakan hal-hal yang berfokus pada ego masing-masing. Self interest akan berkurang.

Dengan semakin meningkatnya kebutuhan kita akan individu yang berpikir kritis, taktis, dan inovatif, maka perhatian ke setiap ego harus menjadi prioritas. Semakin ego tercukupi, semakin kreatif dan inovatiflah dia.

Seperti apa pendekatan ekonomis?

Siapa yang menyangkal bahwa produktivitas adalah hal terpenting dalam kinerja perusahaan? Tak jarang bila disuruh memilih mana yang lebih penting antara produktivitas atau kesejahteraan manusia, banyak orang terutama manajemen akan memilih produktivitas. Tetapi apakah produktivitas bisa tercapai melalui cara yang sama seperti ketika teknologi baru mulai dikenal beberapa dekade lalu?

Paradigma kerja baru sebagai respon terhadap krisis dan disrupsi menuntut perubahan pada model mental maupun sistem-sistem yang sudah usang. Manusia tidak lagi bisa hanya tergantung sistem, kaku terhadap jalannya prosedur, tidak bersikap kritis terhadap situasi kerja. Bila sikap ini dipelihara, produktivitas pasti terganggu.

Keluasan dan kedalaman transformasi yang kita lakukan bukan sekedar menentukan bekerja WFH atau hybrid tetapi kepada perilaku yang lebih altruis, berpikir ke depan, agar dapat mencapai aspirasi baru yang lebih maju. Sikap ‘design thinking’ harus tertanam menyeluruh dalam benak setiap karyawan.

Keuntungan baru dapat tercapai ketika organisasi mengintegrasikan antara produktivitas dengan kemanusiaan.

 

Eileen Rachman & Emilia Jakob

EXPERD

CHARACTER BUILDING ASSESSMENT & TRAINING

Baca juga :

Kepemimpinan Inklusif

Mindfulness di Tempat Kerja