Di Australia, tanggal 8 September ditetapkan sebagai “are you okay day”. Peringatan ini diadakan sebagai penanda walaupun kita merasa baik-baik saja secara fisik maupun mental, barangkali ada orang di sekitar yang perlu kita perhatikan kesehatan mentalnya.

Dunia pernah dikejutkan dengan meninggalnya Robin Williams akibat bunuh diri. Padahal, dia dikenal sebagai aktor komedi yang kerap membuat orang tertawa sehingga banyak yang berasumsi bahwa hidupnya pun dikelilingi canda tawa.

Dunia bisnis juga pernah kehilangan seorang tokoh muda yang hidupnya terlihat sangat menjanjikan dengan segala prestasinya. Tony Hsieh, mantan pemilik perusahaan Zappos yang sukses di usia muda, mengumandangkan nilai-nilai kebahagiaan di perusahaannya serta menjadi penulis dan pembicara di banyak forum mengenai kebahagiaan, ditemukan tewas membiarkan dirinya terbakar di dalam rumah.

Banyak lagi kisah selebritas yang kita kira hidupnya begitu glamor ternyata kemudian memutuskan bunuh diri. Gangguan kesehatan mental memang perlu ditangani dengan serius.

Statistik di Amerika menunjukkan bahwa 1 dari 4 orang mengalami gangguan kesehatan mental. Pandemi membuat angka ini pasti bertambah. Artinya, besar kemungkinan di sekeliling kita, sedang ada orang yang mengalami beragam bentuk gangguan mental.

Gangguan mental adalah kondisi ketika terjadi perubahan keseimbangan pada emosi, pikiran, dan tingkah laku atau kombinasi antara ketiga aspek ini pada individu yang berdampak pada fungsinya untuk melakukan aktivitas sosial, kerja, dan keluarga. Karena tidak terlihat secara langsung, kita sering tidak memikirkan konsekuensi dari gangguan kesehatan jiwa ini.

Pandemi juga memberikan tekanan pada kondisi emosi kita. Kekhawatiran akan kehilangan pekerjaan, terjangkit penyakit, hingga kehilangan orang-orang yang disayangi membuat kita tidak seimbang. Hampir semua dari kita pernah merasakan kehilangan sense of connection selama kurang lebih dua tahun dalam masa pandemi kemarin.

Perusahaan pun menyadari bahwa dampak dari kesehatan mental karyawan akan memengaruhi kinerja perusahaan. Banyak perusahaan yang membuat program-program kesehatan mental bagi karyawannya. Namun, konsultan McKinsey menemukan bahwa antara program yang dirancang perusahaan dengan kebutuhan karyawan sering kali tidak terdapat hubungan yang kuat sehingga karyawan belum merasakan dampak yang optimal dari program-program ini.

Ada beberapa hal yang kiranya perlu kita renungkan untuk membuat program kesehatan mental bagi para karyawan.

Komunikasi

Dengan banyaknya moda komunikasi pada masa sekarang, kita dapat memilih yang paling efektif sesuai kebutuhan kita. Ada yang lebih nyaman berkomunikasi melalui e-mail, ada yang memilih dengan text chat, atau ada juga yang lebih senang berkomunikasi melalui video.

Yang penting adalah bagaimana kita dapat merabarasakan gejolak yang sedang terjadi pada setiap anggota kelompok. Apakah ada yang sedang bergembira, bersemangat, atau ada yang sedang sakit, baik dirinya maupun anggota keluarga yang mungkin menyita perhatiannya. Kita perlu menghindari sikap masa bodoh yang berasumsi bahwa semua baik-baik saja dan memastikan semangat seluruh anggota kelompok untuk berkontribusi secara aktif.

Individual

Setiap individu penting, terlepas dari latar belakang ataupun posisi jabatannya. Pesan ini perlu dirasakan benar oleh setiap insan di dalam organisasi. Organisasi perlu memastikan bahwa setiap atasan dapat memantau kondisi kesehatan mental anggota kelompoknya. Atasan perlu membuat anggota kelompok merasa penting, didengar, dan diakui. Di sinilah akan terbangun sense of belonging individu terhadap organisasi dan berdampak pada produktivitas mereka.

Welas asih

Dalam bisnis, kita sering merasa bahwa kepedulian dan perasaan perlu dikesampingkan. Padahal, bila kita ingin anggota kelompok dapat berkonsentrasi dan berfokus penuh, sikap ramah dan penuh perhatian kepada mereka akan membuat fokus lebih mudah karena mereka merasa tenang, yakin bahwa lingkungan kerjanya memberikan dukungan dan suasana yang positif. Dengan sendirinya, karyawan akan lebih bersemangat untuk berkontribusi.

Misalnya, ada anggota tim yang tidak mencapai targetnya. Atasan memiliki pilihan untuk bersikap tidak mau tahu atau menunjukkan perhatiannya dengan berdiskusi mencari jalan keluar yang dapat membantu mereka untuk mencapai targetnya.

Melihat belas kasih yang diberikan oleh atasan akan memompa semangat anggota tim untuk berusaha lebih keras lagi agar tidak mengecewakan atasan yang sudah sedemikian baik terhadapnya. “Always show compassion. You have no idea how hard it was for a person to show up to work today.”

Kejujuran

Tampil apa adanya di tempat kerja, menjaga keterbukaan, dan mengingatkan pada anggota tim bahwa mereka bisa bicara apa saja, akan membuat mereka merasa nyaman. Pemimpin pun perlu menunjukkan sikap dan pengakuan bahwa ia juga tidak sempurna dan tahu segala.

Kejujuran akan kelemahan yang kita miliki akan membawa kita pada suasana transparansi, aman, dan membangun rasa saling terhubung satu sama lain. Tentunya kita tidak hanya berhenti pada mengakui kelemahan yang ada, tetapi juga perlu menunjukkan bagaimana cara bangkit kembali dalam melakukan upaya-upaya mengatasi kelemahan tersebut. Setiap anggota tim pun jadi merasa bahwa mereka tidak sendirian dalam perjuangan mereka untuk menjadi individu yang lebih baik lagi.

Budaya berkesadaran

Banyak perusahaan yang berfokus pada produktivitas memang tidak mengangkat kesehatan mental sebagai isu di perusahaan. Orang yang terlihat depresif sering dianggap cengeng. Mereka yang amarahnya meledak-ledak dianggap moody. Kita sebetulnya bisa menggunakan kondisi ini sebagai dasar untuk melakukan diskusi terbuka dengan individu terkait, mencari cara bagaimana mereka dapat mengekspresikan emosinya dengan lebih pas, dan mengangkat produktivitasnya.

Kita juga bisa mengingatkan pada setiap karyawan bahwa bila ia tidak bisa menanggulangi gangguan mentalnya, ia perlu mencari pertolongan. Tidak perlu merasa malu, aneh, atau bahkan asing. Perusahaan perlu memberikan dukungannya melalui referensi dan waktu lebih kepada para karyawan yang membutuhkan. Eliminating the stigma around mental health conditions starts at the top.

Eileen Rachman & Emilia Jakob

EXPERD

CHARACTER BUILDING ASSESSMENT & TRAINING

Baca juga : Reputasi

Yuk, Membuka Pikiran, Bersikap Terbuka!