Seorang teman yang baru saja kembali bekerja setelah masa berkabung ditinggal suaminya, terkejut menjumpai karangan bunga di atas meja kerjanya. Mendiang suaminya memang biasa mengirimi ia bunga setiap minggunya. Ternyata, bunga itu dikirim oleh teman-temannya yang mengetahui kebiasaan mendiang suaminya itu. Hatinya yang kosong kembali menghangat oleh kasih sayang teman-temannya ini.

Welas asih, compassion yang kita rasakan, ternyata tidak hanya pelipur lara, tetapi juga bisa membangkitkan motivasi. Welas asih yang biasanya kita saksikan di rumah sakit, panti jompo, ternyata tidak hanya dibutuhkan di sana. Melalui kemampuan welas asih, kita dapat melihat manusia dari sudut lain. Kita melihat manusia sebagai bagian dari alam semesta sehingga biasanya kita pun melihat diri kita dari perspektif yang lebih humanis.

Membangun hubungan dengan orang lain adalah hakikat manusia. Sementara semenjak era teknologi berkembang demikian pesat, hubungan antarmanusia sering dinomorduakan setelah teknologi. Padahal, kreativitas, resiliensi, bahkan produktivitas banyak dipengaruhi oleh kualitas hubungan interpersonal kita.

Adam Grant, penulis buku-buku organizational psychology, mengungkapkan, kita sering berfokus pada deadline yang ketat, teknologi yang berkembang pesat, sehingga mengesampingkan silaturahmi di tempat kerja. Padahal, bila kita merasa terasing dari rekan kerja, pekerjaan pun akan kehilangan maknanya.

Melihat bahwa compassion memiliki dampak yang sangat kuat untuk meningkatkan sambung rasa di dalam kelompok kerja, bagaimana cara  meningkatkan atau mengembangkannya?

Pertajam kemampuan menyensor penderitaan orang

Sering kali kita terlambat mengetahui bahwa ada rekan kerja, atasan, ataupun bawahan sedang menderita. Norma-norma profesional sering menyarankan agar kita memendam emosi, tidak membawa urusan personal kita di tempat kerja. Akibatnya, orang sering tidak berani menyampaikan masalah rumah tangganya yang sebenarnya membuatnya susah. Tembok pemisah ini sering kali menjadi lebih tebal bila kita sebagai atasan atau rekan kerja tidak memberi tanda, baik secara fisik maupun psikologis, bahwa kita ada untuk mereka.

Bisa karena kita sedang sibuk pada pekerjaan atau karena keengganan membuka hubungan emosi atasan-bawahan. Contohnya, bila seorang atasan mengalami kesusahan karena anggota keluarga yang sedang sakit keras, apa yang ada di benak para bawahan? Bagaimana para bawahan menyatakan rasa iba mereka?

Terkadang mereka bingung dan sungkan untuk mengungkapkan kepeduliannya kepada atasan agar tidak terkesan mencari muka. Di sinilah kita perlu mengasah keterampilan berempati yang dapat meningkatkan sambung rasa dan membuat hubungan atasan bawahan semakin kuat.

Perkuat keterampilan bertanya

Norma pergaulan sering melarang kita untuk mencampuri urusan personal orang lain. Bahkan, sekarang, ada istilah “kepo” untuk orang yang mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi terhadap urusan orang lain.

Sebenarnya, rasa ingin tahu saja tanpa bantuan atau pernyataan simpati atau bahkan hanya untuk menjadi bahan cerita, memang tidak pantas dalam pergaulan. Untuk itu, kita perlu berlatih mengajukan pertanyaan yang menunjukkan rasa peduli. Kita bisa menanyakan tentang rasa sakit, sedih, ataupun kekhawatiran rekan kita. Banyak organisasi yang sekarang menyadari kebutuhan akan compassionate relationship ini dan mengadakan pelatihan-pelatihan agar orang mampu berdialog dengan lebih bermakna terhadap rekan kerja.

Bersama mencari arti kerja

Banyak orang merasa jenuh dan menganggap pekerjaannya itu-itu saja. Orang yang bosan tidak bisa mempunyai mental  “inside out” untuk melihat tujuan yang lebih luas. Bila dapat melihat “gambaran besar” dari pekerjaan kita, kita dapat mempertahankan antusiasme kita terhadap tujuan tersebut, lepas dari apa pun pekerjaan yang dilakukan, apakah itu rutin ataupun strategis.

Apalagi bila perusahaan memang mempunyai misi yang lebih mulia di atas sasaran bisnisnya. Sikap mental karyawan akan berbeda bila mereka menghayati bahwa kontribusi mereka akan mendukung perusahaan mencapai tujuan yang lebih mulia.  Makna kerja ini sebetulnya bisa dikembangkan melalui dialog dan diskusi antara atasan bawahan mengenai hakikat bekerja, arti pekerjaan kita bagi masyarakat luas, juga manfaat mata pencaharian kita untuk keluarga masing-masing.

Pancarkan pikiran bahagia

Pikiran kasih sayang bisa dipancarkan tanpa batas, kepada semua makhluk hidup apa pun juga, yang lemah dan kuat, yang jauh ataupun dekat, tanpa kecuali. Berlatih memancarkan pikiran kasih sayang akan membuat diri kita menjadi manusia yang lebih berbahagia dan membawa rasa bahagia kepada mereka yang ada di sekeliling kita.

Dengan mentalitas senantiasa mendoakan semua berbahagia, tindakan dan pikiran kita diarahkan untuk peduli dan mencari cara apa yang dapat kita lakukan untuk membuat orang lain berbahagia. Pancaran pikiran bahagia itu dapat memberikan semangat dan energi baru kepada mereka untuk bangkit dan bertahan dalam menghadapi kesulitan yang sedang dialaminya.

Berkreasi mengadakan compassionate actions

Banyak orang berpikir bahwa compassion dan connection adalah hal yang nice to have saja di perusahaan. Padahal, sambung rasa dari hati ke hati yang sampai menumbuhkan rasa memiliki adalah hal yang sangat penting untuk mendasari  karyawan mau berpikir dan juga berbuat lebih bagi perusahaan dan kelompoknya.

Kita bisa membuat aneka ragam gerakan peduli, mulai dari mengumpulkan dana bagi rekan yang terkena musibah, sampai bersama-sama berbagi kepada sesama di luar organisasi; baik untuk kebutuhan pangan, sandang, papan, maupun pendidikan.

Pada zaman dengan kemajuan teknologi seperti ini, kebijaksanaan dan perasaan manusia akan menjadi hal yang paling berharga dan mempersatukan kita semua.

Eileen Rachman & Emilia Jakob

EXPERD

CHARACTER BUILDING ASSESSMENT & TRAINING

Baca juga :

Krisis Berkepanjangan

Krisis Pertemanan di Tempat Kerja