Lika-liku hubungan antara atasan dan bawahan rasanya tak pernah habis dibahas. Bagaimana pola hubungan yang sehat, bagaimana membangun hubungan yang mendukung produktivitas, serta bagaimana seorang atasan hendaknya bersikap terhadap bawahan sehingga dapat meningkatkan engagement mereka terhadap organisasi adalah beberapa topik yang kerap muncul di kelas-kelas pelatihan.

Ada seorang CEO perusahaan yang sukses bercerita bahwa kunci keberhasilan perusahaannya merupakan hasil kerja tim. Ia memang berkawan baik dengan para bawahannya, sampai-sampai ada bawahan yang memberi anaknya nama yang sama dengan nama sang CEO ini dengan harapan bahwa sang anak akan memiliki kualitas-kualitas baik yang dimiliki atasannya.

Pada waktu senggang, CEO itu kerap melakukan kegiatan bersama para bawahannya, baik olahraga bersama, mencoba tempat makan baru, maupun saling mengunjungi keluarga masing-masing. Beberapa anggota timnya memang mengakui persahabatan ini. Namun, ternyata ada juga yang tidak termasuk dalam lingkaran pertemanan ini dengan berkomentar bahwa manajemen yang dilakukan CEO tadi menerapkan “like and dislike”.

Sementara di tempat lain, ada teman yang mengeluhkan sulitnya mendapatkan teman sejati di pekerjaannya. Ia merasa sulit bicara dari hati ke hati dengan bawahannya. Ia merasa bawahan hanya mendekati dirinya ketika mereka membutuhkan sesuatu darinya. Ungkapan “it’s so lonely at the top” benar-benar ia rasakan.

Mereka yang menghabiskan banyak waktunya di tempat kerja, tetapi tidak mempunyai teman, bisa jadi merasakan isolasi sosial dan bahkan depresi. Studi yang dilakukan para ahli hubungan interpersonal mengatakan, di tempat kerja kita membutuhkan setidaknya lima orang kolega yang dekat di hati. Untuk sampai merasakan “sense of belongingness”, kita membutuhkan sedikitnya tujuh orang yang kita percayai agar kita dapat mengekspresikan diri sendiri dengan jujur dan menikmati hubungan kelompok yang saling mendukung pada saat sulit maupun senang.

Kenyataannya, hubungan pertemanan di tempat kerja memang cukup menantang. Kita ingin bekerja dengan orang yang kita sukai, yang dapat memberikan energi positif untuk dapat semakin produktif. Namun, banyak yang khawatir bahwa unsur kedekatan juga akan membuat situasi menjadi tidak enak ketika terjadi friksi-friksi di tempat kerja.

Bahkan, ada yang menganggap hubungan yang terlalu erat di tempat kerja harus dihindari karena garis antara hubungan profesional dan personal sangat tipis.  Sebuah studi menemukan bahwa 6 dari 10 manajer merasa kurang nyaman berkawan dengan atasan atau bawahannya di media sosial.

Namun, sebenarnya banyak juga hasil penelitian yang menunjukkan bahwa persahabatan di tempat kerja dapat menghasilkan hal produktif. Banyak perusahaan, seperti Google, Zappos, Dropbox, dan Southwest mempromosikan persahabatan dan bonding di antara karyawannya. Bahkan, karyawan Zappos menyebut diri mereka anggota “the Zappos family”.

Kalau hubungan kerja secara potensial dapat membuat kita bahagia, bagaimana caranya agar dapat meningkatkan kualitas pertemanan dan menjaga keseimbangannya sehingga bisa memberikan kontribusi yang positif?

Definisikan ulang makna pertemanan

Teman tidak selalu harus berarti orang yang dapat menjadi tempat untuk menceritakan semua yang ada dalam benak kita, yang memiliki minat yang sama. Berteman juga dapat berarti saling memberikan dukungan satu sama lain. Dalam dunia kerja, ketika kita menemukan orang-orang yang dapat memberikan dukungan dan bantuan, baik tenaga maupun pemikiran terhadap permasalahan, ini  berarti kita sudah membangun pertemanan dengannya.

Bedakan pertemanan media sosial dengan yang riil

Dalam situasi saat ini, tidak jarang kita mendapat teman-teman baru melalui media sosial. Teman yang bisa jadi terasa akrab di media sosial melalui unggahannya. Namun, kita harus sadar bahwa media sosial bisa saja hanya memotret sebagian kecil sisi kehidupan seseorang.

Oleh sebab itu, sebelum membangun hubungan kerja yang berpotensi menimbulkan gesekan, sebaiknya kita terlebih dulu melakukan interaksi di dunia nyata secara intensif untuk semakin saling mengenal. Ini untuk mengantisipasi adanya perbedaan prinsip yang sangat esensi, yang belum tentu muncul di media sosial.

Memahami batasan dalam berteman

Dalam pertemanan yang akrab, ada saatnya kita akan berhadapan dengan konflik. Apalagi dalam hubungan atasan bawahan yang rentan terjadi kesalahpahaman, perbedaan prinsip, cara bekerja, maupun kepentingan. Inilah yang perlu disadari oleh semua pihak yang membangun pertemanan. Jangan sampai konflik yang terjadi mengakibatkan komunikasi dalam tim terganggu dan berdampak pada pekerjaan.

Setiap pihak perlu menjaga nilai-nilai profesionalnya, baik sebagai bawahan maupun atasan. Kita harus membekali diri dengan ketulusan, kemampuan mendengar dengan empati, dan tahu batas-batas privasi dalam pergaulan. Dalam pertemanan di tempat kerja, ada hal-hal yang tidak bisa dibagikan begitu saja. Kita perlu menyaring apa yang bisa dibuka secara transparan dan apa yang tidak.

Sikap profesional ditunjukkan ketika ada keputusan tidak menyenangkan yang diambil. Pekerjaan dan organisasi harus menjadi prioritas utama untuk pengambilan keputusan; dan seorang sahabat yang baik akan tetap mendukung keputusan tersebut walau tidak menguntungkan baginya.

“Persahabatan yang hebat terdiri atas dukungan emosional, menyukai satu sama lain, peduli orang lain, merasa percaya dan aman, dan menghabiskan waktu bersama.”

Eileen Rachman & Emilia Jakob

EXPERD

CHARACTER BUILDING ASSESSMENT & TRAINING

Baca juga : Kekuatan Alignment

Mengutamakan Manusia

Kamu Baik-baik Saja?