Salah dalam mengambil keputusan dapat mengakibatkan penundaan dalam hal-hal yang ingin kita capai. Meskipun demikian, kadang bisa juga terjadi keputusan yang salah membawa berkah yang tidak terduga.
Sejarah suatu perusahaan merupakan refleksi dari keputusan-keputusan yang diambil oleh para pemimpinnya. Apakah keputusan diambil dengan cepat? Apakah terjadi banyak perubahan dalam keputusan yang diambil?
Coca Cola pernah mengubah rasa dan memproduksi Diet Coke. Namun, akhirnya mereka kembali pada pola dan rasa lama. Banyak yang beranggapan itu adalah keputusan yang buruk tetapi manajemen Coca Cola beranggapan bahwa ini adalah hal terbaik yang bisa mereka lakukan. Ternyata, keputusan itu memang tepat terlihat dari angka penjualan Coca Cola yang kembali merambat naik.
Dengan data science yang semakin berkembang, kita terbantu untuk mengambil keputusan dengan dasar data yang lebih kuat. Namun, tentunya kita perlu menguatkan kemampuan kita memilih mana data yang menunjang dan menjadikannya dasar pengambilan keputusan, dan mana yang malah mendistorsi.
Dari pengolahan data, Google menyimpulkan bahwa manajer yang memiliki “people skill” yang baik akan menciptakan tim yang lebih sehat. Selain itu, mereka mendapatkan informasi bahwa karyawan yang bahagia akan lebih produktif dibandingkan dengan yang tidak bahagia. Fakta inilah yang dijadikan Google sebagai referensi pengembangan karyawannya.
Di tempat lain, Amazon menemukan bahwa banyak orang tergerak untuk membeli bila mereka mengetahui bahwa banyak orang lain telah membeli barang tersebut. Dari sanalah muncul ide untuk membuat fitur “yang juga dibeli orang lain” sehingga mendorong pembeli mengikuti jejak pembeli lainnya.
Sebaliknya, ada perusahaan-perusahaan yang gagal beradaptasi, berubah, maupun bersaing karena keputusan yang salah. Blockbuster, perusahaan penyewaan video, membuat interpretasi yang salah berdasarkan data pelanggan mereka. Mereka lupa bahwa data yang paling valid sekarang ada di benak para pelanggan muda yang lebih dinamis. Akibatnya mereka menolak tawaran kerja sama Netflix pada tahun 2000. Sepuluh tahun kemudian, Blockbuster mengajukan pailit dan Netflix terus melaju dengan lebih dari 223 juta pelanggannya di seluruh dunia saat ini.
Kodak konon dikenal sebagai raja fotografi yang juga penemu pertama fotografi digital. Namun, manajemen puncak ragu-ragu untuk go digital dan khawatir bahwa fotografi digital akan mematikan bisnis rol film yang dirajainya. Namun, siapa yang dapat menghentikan kemajuan inovasi? Akibat keputusan yang salah ini pun mereka tergilas.
Bebas konflik kepentingan
Pengambilan keputusan yang salah sering dilatarbelakangi conflict of interest para pengambil keputusan. Dasar pertimbangan yang mereka gunakan bukan lagi kepentingan dari pihak-pihak kepada siapa ia seharusnya mempertanggungjawabkan profesionalitasnya, melainkan lebih banyak mempertimbangkan masa jabatan, kepentingan kelompok tertentu, atau bahkan ego pribadinya sendiri. Ini yang harus diwaspadai.
Seorang profesor dari Harvard juga mengingatkan, dalam mengambil keputusan, terlalu banyak data yang dipertimbangkan juga merupakan jebakan dan menenggelamkan kita dalam proses analisa yang berkepanjangan. Akibatnya, pengambilan keputusan akan kehilangan timing yang tepat. It’s critical to be strategic at every step of the process.
Langkah pengambilan keputusan
Dalam proses pengambilan keputusan, kita sebaiknya awas terhadap realita bahwa dengan sistematika yang benar, kita bisa mendapatkan hasil keputusan yang lebih bermutu.
Pertama, kita perlu menggambarkan dengan jelas tujuan pengambilan keputusan dan sasaran yang ingin kita capai. Kita perlu membicarakan situasi yang kita hadapi secara gamblang dengan para stakeholder dan anggota tim yang akan bergerak bersama kita.
Dalam langkah pertama ini, kita perlu menyepakati bahwa keputusan memang harus segera diambil. Semua orang biasanya memahami kondisi ini, tetapi sering kali perhatian kita teralihkan oleh pembicaraan-pembicaraan lain. Fokus pengambilan keputusan pun terabaikan. Kita juga harus menyamakan pendapat mengapa keputusan harus diambil dan seberapa kritisnya hal tersebut.
Kedua, kita perlu menugaskan setiap anggota tim untuk mencari informasi dan membuat riset mengenai permasalahan yang kita hadapi. Kalau perlu, data mengenai kompetitor pun menjadi bahan pertimbangan. Tim juga perlu mempelajari apa saja konsekuensi dari setiap alternatif keputusan yang akan diambil.
Langkah ketiga setelah semua data terkumpul, tim menganalisis semua alternatif dari tindakan yang diambil. Lengkap dengan persentase keberhasilan dalam menyelesaikan masalah yang kita hadapi dengan sasaran yang terukur. Kita pun dapat mengeliminasi alternatif yang terlalu berisiko dengan yang dapat diimplementasikan secara realistis dan memberikan hasil yang mendekati harapan.
Langkap keempat, merangkum keputusan beserta seluruh konsekuensi positif dan negatifnya. Langkah kelima, memilih dan dilanjutkan dengan langkah keenam untuk melakukan eksekusi.
Terakhir, kita harus ingat mengevaluasi efektivitas keputusan yang diambil. Kita bisa membandingkan hasil implementasi dengan kriteria keberhasilan yang sudah kita buat.
Kegagalan dalam pengambilan keputusan biasanya berasal dari tindakan yang sudah diambil ketika informasi belum lengkap atau terlalu bertumpu pada satu sumber saja. Memang terlalu banyak informasi juga bisa membuat kita bingung, karenanya sangat penting untuk mengetahui apakah kita sudah memiliki seluruh informasi yang dibutuhkan atau tidak.
Setelah data dan informasi yang kita miliki lengkap dan analisis pun sudah dibuat secara menyeluruh, tidak ada salahnya bertanya pada suara hati kita untuk membimbing dalam mengambil keputusan yang tepat dan bermanfaat bagi mereka yang merupakan tanggung jawab kita.
“Anda tidak bisa maju tanpa membuat keputusan.” Jim Rohn
Eileen Rachman & Emilia Jakob
CHARACTER BUILDING ASSESSMENT & TRAINING
Baca juga :
Krisis Pertemanan di Tempat Kerja