Dengan perubahan yang semakin mengganas seperti saat ini, informasi berjalan secepat cahaya. Namun, beragam informasi yang sudah tersimpan secara digital itu tidak akan bermanfaat bila organisasi tidak mengolahnya secara cepat dan strategis. Para kompetitor baru juga sibuk mencari celah untuk menyalip dengan kejelian mereka mengelola informasi.

Informasi yang ada sering kali tersebar di seluruh organisasi. Semakin besar organisasinya, semakin luas penyebaran informasi tersebut. Bagian produksi bisa jadi tidak tahu bagaimana pertarungan sengit dengan kompetitor lain di lapangan. Bagian penjualan barangkali tidak selalu tahu dengan baik keunggulan maupun kelemahan dari produk yang dimilikinya.

Banyak organisasi yang merasakan gejala “silo” ketika setiap divisi hanya mementingkan pencapaian targetnya sendiri tanpa memedulikan kinerja divisi lain sehingga timbul ketegangan-ketegangan internal antarmereka. Dalam perusahaan TI, konflik antara para developer dan mereka yang berhadapan dengan user pun kerap terjadi.

Banyak perusahaan tidak menyadari bahwa kesulitan bergerak mengikuti arus perubahan disebabkan oleh kurangnya alignment (keselarasan) internal. Sudah waktunya kita mempertanyakan apakah perusahaan masih dalam keadaan selaras yang memungkinkan kelincahan bergeraknya.

Allignment berarti adanya diskusi-diskusi hangat di kantin kantor seputar apa yang terjadi di pasaran; berusaha belajar dari kesuksesan kompetitor sambil mengupas tuntas apa yang bisa dilakukan bersama agar perusahaan dapat tetap memiliki nilai tambah dan menjadi pilihan utama di mata para pelanggannya. Tidak ada saling menyalahkan satu sama lain karena semua orang berfokus pada apa yang bisa mereka lakukan dalam porsi masing-masing untuk mencapai target organisasi. Gunjingan dengan segera akan diakhiri karena semua sadar bahwa hal tersebut tidak membawa manfaat apa-apa bagi kemajuan perusahaan.

Bagaimana menyelaraskan nilai dan budaya alignment dengan tindakan sehari-hari ini?

Pertama, kita perlu menyadarkan seluruh karyawan bahwa setiap tugas yang dilakukan pasti berada dalam satu rangkaian rantai nilai. Kita tidak mungkin berdiri sendiri. Seorang salesman membutuhkan pelanggan yang membeli produk yang ditawarkannya, tetapi ia juga memerlukan rekan-rekan yang memberikannya produk untuk dijual.

Rantai nilai ini merupakan pedoman bagaimana setiap karyawan melakukan pelayanan kepada pelanggannya yang berada dalam rantai nilai berikutnya. Setiap karyawan perlu memahami dasar budaya perusahaan, komponen-komponen pelayanannya, dan bagaimana perusahaan ingin memberi nilai pada mutu layanannya.

Contohnya, sebuah perusahaan retail memiliki rantai pelayanan mulai dari bagian pembelian yang mencari produk-produk untuk dijual, bagian gudang dan logistik, bagian penjualan, sampai bagian penanganan keluhan pelanggan. Setiap individu yang berada dalam divisi berbeda tentunya memiliki target masing-masing yang berbeda pula.

Namun, bila memahami rantai nilai perusahaan dan memiliki pola pikir bahwa hasil dari pekerjaan mereka akan memengaruhi pekerjaan orang lain dan pada akhirnya berpengaruh terhadap target perusahaan, tentunya mereka akan bekerja dengan langkah yang selaras satu sama lain.

Kedua, struktur organisasi yang dibuat juga harus mendukung keselarasan. Divisi, departemen, dan tim dalam seluruh organisasi perlu diatur agar bisa berkomunikasi dan berkoordinasi secara vertikal dan horizontal dengan lancar dan saling memberi pengaruh positif satu sama lain. Tidak ada divisi yang diistimewakan karena setiap bagian merupakan bagian penting dari organisasi.

Ketiga, keseimbangan antara strategi dan operasi perusahaan perlu dikontrol dengan baik sehingga hasil dapat diprediksi dengan lebih jelas. Karyawan, manajer, direktur, dan eksekutif lainnya perlu terus menjalin komunikasi mengenai setiap perubahan, tantangan, dan keberhasilan. Tentunya alignment ini perlu menyeimbangkan rapat yang terjadi agar tidak terlalu sedikit atau juga terlalu banyak.

Dengan pandangan yang jelas mengenai operasi perusahaan, setiap orang merasa bahwa ia memiliki kendali atas keberhasilannya dan memiliki akuntabilitas untuk saling mengingatkan satu sama lain. Memang manajemen akan paling banyak terlibat dalam pengambilan keputusan, tetapi eksekusi sebenarnya dijalankan oleh tingkat-tingkat di bawahnya. Di sinilah pentingnya akuntabilitas dimiliki oleh setiap orang terhadap tugas, keputusan, dan hasil kelompok. Oleh karena itu, setiap orang harus merasa dirinya sebagai bagian dari kelompok karena setiap pekerjaan pasti memiliki kontribusi pada kelompok.

Kelompok yang kohesif akan lebih mudah berkoordinasi mendiskusikan kendala, perubahan, maupun strategi baru karena seluruh pihak secara terbuka dapat mengkomunikasikan sisi pandang mereka terkait isu yang sedang dibahas sehingga keputusan akhir yang diambil pasti sudah mempertimbangkan berbagai sisi yang ada.

Keempat, jaringan komunikasi itu penting. Setiap pemimpin di organisasi perlu memeriksa apakah anggota tim tidak hanya berkomunikasi dengan teman kerja di dalam timnya, tetapi juga dengan  tim lain. Para stakeholder pun perlu melakukan pemantauan bagaimana proses komunikasi satu sama lain.

Tidak pernah boleh ada “silo” atau “bottleneck”. Upaya untuk memelihara suasana ini memang tidak mudah. Setiap individu perlu memperhatikan cara apa yang paling nyaman untuk berkomunikasi dua arah. Pilihan model komunikasi ini hendaknya disepakati untuk memperlancar kerja sama.

Kelima, upaya penyelarasan ini perlu dilakukan setiap hari. Alignment tidak bisa dibangun dengan 3–4 hari pelatihan. Perlu upaya berkesinambungan dan refleksi diri untuk memahami aturan main kelompok dan berurusan dengan para stakeholder. Visi dan misi, pemahaman nilai-nilai, serta budaya perusahaan hanya dapat diimplementasikan dengan baik bila semua karyawan bergandengan tangan untuk mencapai sasaran.

Eileen Rachman & Emilia Jakob

EXPERD

CHARACTER BUILDING ASSESSMENT & TRAINING

Baca juga : Mengutamakan Manusia

Kamu Baik-baik Saja?