Kata healing belakangan ini menjadi begitu populer, terutama pada kalangan anak muda. Pandemi yang berkepanjangan, berbarengan dengan tuntutan perubahan yang dipicu oleh kemajuan teknologi membuat banyak orang merasakan tekanan dalam pekerjaan mereka begitu tinggi sehingga butuh time out untuk menyegarkan dirinya kembali agar bertumbuh.

Banyak generasi muda sekarang yang merasa bekerja keras memacu diri adalah sebuah konsep yang harus diwaspadai karena dapat membebani kesehatan mentalnya. Padahal, generasi orang tua kita justru meyakini bahwa kesuksesan hanya bisa didapatkan melalui kerja keras.

Menurut studi seorang ahli psikologi, bekerja keras yang dapat mengganggu kesehatan mental adalah bilamana kita sampai tidak sempat mengurus diri kita sendiri. Kita tahu bahwa persaingan masa kini semakin ketat, banyak inovasi bermunculan, belum lagi bajak-membajak antarkompetitor. Akibatnya, banyak yang mengingatkan diri sendiri agar jangan sampai lengah sekejap pun, berkutat mati-matian untuk melakukan servis terbaik pada pelanggannya, di samping juga berusaha keras menjaga agar produk-produknya tetap inovatif dan kompetitif.

Perusahaan-perusahaan start up berkejaran dengan waktu dan tren, bekerja tidak kenal waktu. Di sinilah kita mengenal istilah burn out, rasa kelelahan ekstrem yang membuat passion bekerja pun lenyap. Pekerjaan yang dulunya kita lakukan dengan penuh semangat tiba-tiba kehilangan daya tariknya. Kita merasa tidak lagi memiliki energi yang selama ini menjadi motor penggerak kita.

Healing juga bagian dari pekerjaan

Pertama, kita perlu mengubah konsep bahwa healing itu seolah-olah harus dilakukan dengan menghentikan segala aktivitas kita yang berkaitan dengan pekerjaan. Banyak hal yang dapat kita lakukan di sela-sela pekerjaan yang dapat membuat diri merasa segar kembali. Kita bisa membuat janji dan bertemu dengan teman lama sambil makan siang bersama. Bincang-bincang santai dan tawa ringan yang kita dapatkan selama jam makan siang itu dapat membuat diri kita merasa rileks dan segar kembali ketika balik ke kantor. Dalam melakukan perjalanan dinas, kita dapat berhenti sejenak di tempat-tempat yang indah untuk menikmati pemandangan maupun makanan khas daerah setempat sebelum kita berfokus kembali kepada tugas yang harus kita lakukan di sana. Dalam rutinitas harian pun bilamana bersedia untuk bangun lebih pagi, kita dapat menggunakan waktu untuk berolahraga jalan kaki, bersepeda, ataupun yoga santai di rumah.

Kegiatan-kegiatan ini merupakan semacam jalan tengah antara menyelesaikan kepentingan pekerjaan dan tetap dapat mengurus diri sendiri. Apa pun aktivitasnya, yang penting kegiatan healing ini memang harus membawa kesenangan bagi diri kita.

Banyak yang menyalahkan sempitnya waktu yang dimiliki sehingga tidak sempat melakukan kegiatan-kegiatan healing sederhana ini sekalipun. Memang lebih mudah untuk menyalahkan pekerjaan daripada keterampilan kita melakukan time management, menyusun prioritas kerja yang tepat, dan meningkatkan keterampilan dalam menggunakan alat-alat pendukung yang dapat membuat pekerjaan kita lebih efisien.

Kita pun bisa membereskan clutter-clutter dalam pekerjaan yang menghalangi kita melihat hal-hal penting yang seharusnya menjadi fokus dalam bekerja. Berapa banyak sebenarnya waktu yang kita habiskan dalam pekerjaan untuk bergosip, berselancar di media sosial secara obsesif? Waktu berlalu, energi pun banyak yang terkuras.

Merancang kegiatan healing bagi yang tidak terbiasa bisa terasa memakan energi yang cukup besar. Mereka perlu terlebih dahulu memahami dirinya sendiri, mencari tahu apa yang membuat dirinya relaks, apa yang membuatnya tertekan, dan bagaimana mereka dapat masuk dalam situasi yang membuat hati gembira. Bukankah ini juga merupakan bagian dalam pekerjaan kita? Sebagaimana kita biasa mempelajari cara kerja mesin produksi, berusaha memahami hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan untuk memastikan agar mesin tersebut dapat berproduksi secara optimal. Proses maintenance ini memang tidak menghasilkan uang, bahkan mungkin membutuhkan pengeluaran ekstra. Namun, kita menyadari bilamana pemeliharaan aset organisasi ini tidak dilakukan, biaya tak terduga yang mungkin keluar bisa jadi lebih tinggi, tidak hanya dari segi uang, tetapi juga waktu, kesempatan, atau bahkan reputasi.

Sehat dan bertumbuh

Dalam kondisi sehat mental, kita bisa lebih memberi perhatian pada orang lain dan berfokus pada pekerjaan. Kita menjadi lebih produktif dan dapat menyebarkan semangat optimisme kepada sekeliling kita. Sebaliknya, bila merasa terpuruk, kita tidak memiliki energi untuk merasakan kegembiraan di diri kita. Jadi, merancang healing akan sangat bermanfaat untuk diri kita dan tim. Berada dalam kondisi healed dengan sense of hope dan sense of well being membuat diri kita seolah pabrik energi yang tidak pernah usang dan lelah. Healing adalah jalan yang dapat membuat kita bersenang-senang sambil bekerja, bahkan melihat pekerjaan sebagai sesuatu hal yang menyenangkan.

Namun, kita tidak bisa berhenti sampai sini saja. Bila sudah merasa senang dan sehat mental, kita masih memiliki tugas lain yaitu growing, bertumbuh.

Manusia bagaikan benih yang mempunyai potensi besar untuk tumbuh. Manusia yang sehat menyadari bahwa tanggung jawab untuk bertumbuh ada di tangannya sendiri. Banyak yang berharap agar atasan dan organisasilah yang merancang agenda pertumbuhannya sehingga pada akhirnya mereka sering kehilangan arah berkembang dan tidak mempunyai energi untuk menumbuhkan diri. Padahal, potensi untuk tumbuh selalu ada selama kita masih hidup. Mereka melewatkan banyak kesempatan bertumbuh di depan mata dengan berbagai alasan seperti anggota keluarga yang sedang sakit ataupun nasib yang kurang beruntung. Sikap seperti ini cenderung menarik kita ke belakang dan menghambat hasrat kita untuk bertumbuh.

Pada dasarnya, healing dan growing adalah tanggung jawab kita sebagai manusia dewasa.

Eileen Rachman & Emilia Jakob

EXPERD

CHARACTER BUILDING ASSESSMENT & TRAINING

Baca juga :

Krisis Berkepanjangan

Krisis Pertemanan di Tempat Kerja