Banyak pandangan yang berfokus pada kekuatan seseorang sebagai resep jitu kesuksesan seorang pemimpin. Namun sebagaimana kita sadar, manusia memiliki kekuatan dan kelemahan. Adakah kita bertanya kepada mereka yang sukses, bagaimana mereka mengatasi kelemahannya? Apakah mereka sadar akan kelemahannya atau malah memandang kelemahannya sebagai sesuatu yang ringan, bahkan juga sesekali menguntungkan untuk pengembangan pribadi?

Pernah seorang pemimpin berkelakar mengatakan, “Saya memang kasar. Karena kadang anak buah perlu dikasari, baru jalan.” Jadi, ia justru membawa kekasarannya sepanjang kariernya, mungkin bahkan sebagai bentuk kekuatannya untuk mencapai kesuksesan, termasuk dalam komponen resep suksesnya. Sejauh apa kekasaran ini dapat terus ia manfaatkan bagi kesuksesannya? Apakah hal ini akan bermanfaat?

Sayangnya, banyak pemimpin yang mengalami kesulitan dalam menemukan kelemahannya, apalagi ketika ia sedang merasakan kesuksesannya. Semakin tinggi posisi seseorang, semakin luas rentang pengaruh yang dimilikinya, semakin sulit ia mendapat masukan obyektif mengenai kelemahannya. Akan lebih banyak individu yang sibuk memuji-mujinya, feeding their ego, ketimbang yang mau memberi masukan apa adanya.

Hogan Assessment Team yang dikepalai oleh Robert dan Joyce Hogan pernah menyusun daftar karakter yang mereka sebut sebagai sisi gelap dari kepribadian individu, yang dapat menghambat efektivitas kinerja dan hubungan dengan orang lain.

Dengan menggunakan pengukuran Hogan Development Survey (HDS) ini, kita dimudahkan untuk menemukan kebutuhan pengembangan pribadi. Dalam penelitiannya, Hogan menemukan bahwa umumnya individu memiliki kecenderungan untuk menampilkan sisi gelap kepribadiannya ini ketika mereka menghadapi kesulitan dan tekanan.

Selain itu, justru ketika individu berada dalam situasi yang aman, misalnya saat ia merasa sangat diterima oleh keluarga atau sahabat sehingga tidak lagi perlu untuk memasang topeng. Dalam situasi ini, perbedaan antara kekuatan dan kelemahan menjadi tidak jelas, drive yang kuat menjadi ambisi yang tidak terpuaskan, dan perhatian terhadap detail menjadi micromanaging.

Bisa dibilang, sebagian besar dari kita memiliki sisi gelap kepribadian ini, menggunakannya sebagai mekanisme pertahanan diri ketika dalam keadaan sulit. Namun, jarang dari kita yang menyadarinya, apalagi memahami dampaknya terhadap kinerja dan relasi kita sehari-hari, bahkan membahayakan reputasi diri atau bahkan perusahaan yang kita wakili.

Sisi gelap kepribadian

Menurut Hogan, kepribadian berisiko ini dapat digolongkan dalam tiga kelompok mekanisme.

Pertama, kelompok menjaga jarak, yang memiliki kecenderungan menghindari orang atau situasi yang tidak menyenangkan baginya. Ada yang menjadi moody sehingga orang lain perlu mencari momen saat mood-nya sedang enak sebelum berinteraksi dengannya. Ada yang bersikap “curigaan” terhadap intensi orang lain. Ada yang menghindari tanggung jawab untuk mengambil keputusan dengan alasan data yang dimiliki belum cukup kuat. Ada yang menghindar dari orang yang tidak disenangi. Ada juga yang bersikap pasif agresif dengan memperlihatkan sikap kooperatif tetapi sebenarnya menolak kerja sama.

Kedua, kelompok yang justru semakin mendekati situasi ataupun orang yang menyulitkan baginya, baik dengan cara mendominasi, memanipulasi, maupun menarik perhatian orang lain. Semakin menyulitkan situasinya, semakin mereka tertantang untuk memegang kontrol dan membuat orang lain mengikuti keinginannya.

Ketiga, kelompok yang bersikap manis. Individu dengan karakter tinggi di kelompok ini sering dianggap anggota tim yang baik. Ada yang berusaha menyenangkan atasan dan menuruti semua kehendak mereka. Ada yang memberi kesan baik dengan ketekunan dan kerajinannya memastikan semuanya berjalan tanpa cela.

Dalam periode singkat, karakter-karakter ini mungkin menyelamatkan mereka dari orang atau situasi yang tidak menyenangkan itu. Namun, untuk jangka waktu yang lama, bila intensitas munculnya karakter ini semakin kuat, bisa jadi membuat mereka dijauhi rekan kerja ataupun menghambat diskusi yang sebenarnya berpotensi memunculkan ide-ide inovatif.

Meredakan tingkah laku disfungsional

Manusia tidak lepas dari kelemahan dan mengubah kepribadian bukanlah perkara yang mudah, apalagi bagi mereka yang sudah beranjak dewasa. Namun, melalui mawas diri, penentuan sasaran yang jelas, dan ketekunan, kita dapat mengontrol ketika sisi gelap kepribadian ini dan menggantinya dengan reaksi-reaksi yang lebih kondusif bagi kinerja.

Kita harus ingat bahwa walaupun disebut sisi gelap kepribadian, hal ini juga merupakan mekanisme pertahanan diri individu yang artinya dapat membantunya dalam situasi-situasi tertentu. Individu yang skeptical akan terhindar dari kemungkinan ditipu orang lain dengan sikapnya yang langsung pasang kuda-kuda ketika ada yang too good to be true.

Karakter colorful dan bold dibutuhkan oleh seorang pemimpin agar dapat “terlihat” dan membuat impact. Meski demikian, hal ini juga bisa membuatnya menjadi pemimpin yang kesepian ketika orang lain memilih menghindarinya karena tidak nyaman dengan tingkah lakunya yang terlalu dominan dan berusaha menyedot perhatian dari lingkungannya.

Kontrol diri

Keadaan yang menekan ataupun terlalu ringan sering membuat kita lupa dan lepas kontrol. Itulah sebabnya, kita perlu selalu mawas diri dan berlatih membuka-tutup keran reaksi sesuai kebutuhan dan situasi. Umpan balik adalah hal yang paling penting dalam mengembangkan mawas diri. Kita dapat bertanya pada mereka yang kita percaya untuk berani berkata apa adanya kepada kita. Keluarga dan sahabat bisa menjadi pemberi umpan balik terbaik. Selain itu, para coach profesional yang memang dapat menuntun kita untuk melihat diri secara obyektif.

Tujuannya bukanlah mengubah kepribadian, melainkan mengontrol reaksi yang tidak disadari dan selalu memperingatkan diri agar jangan terpeleset. Pada dasarnya, manusia tidak ingin mengeluarkan tenaga untuk berubah, tetapi ingin diakui bahwa mereka telah berubah. Namun, bila kita membuka mata terhadap reputasi yang didapat sehubungan dengan tingkah laku ini, tentunya akan lebih mudah memperkuat komitmen untuk berubah. To be sure, taming your dark side is hard work.

Eileen Rachman & Emilia Jakob

EXPERD

CHARACTER BUILDING ASSESSMENT & TRAINING

Baca juga : Organisasi yang People Centric