Hadirnya pandemi turut membuat sektor perekonomian terhambat, baik secara mikro maupun makro. Bahkan banyak orang yang dikeluarkan secara paksa dari tempat kerjanya sehingga harus mencari peruntungan baru demi memutar roda perekonomian. Berbagai usaha pun mulai dilakukan, salah satunya dengan membuat usaha yang dijalankan dalam skala kecil (UMKM). Berbisnis era pandemi punya tantangan dan solusi tersendiri.

Menurut data dari Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia, pada tahun 2019 terjadi peningkatan jumlah UMKM di Indonesia sebesar 1,98 persen dari tahun 2018. Per 2019 terdapat 65,4 juta UMKM yang beroperasi di Indonesia, dengan rincian 64,4 juta merupakan Usaha Mikro (UMi), 700 ribu Usaha Kecil (UK), dan 65 ribu Usaha Menengah (UM). Dibandingkan dengan Usaha Besar (UB), UMKM memiliki persentase pangsa yang menjanjikan, yaitu sebesar 99,99 persen.

Melansir dari Kompas.com, pada tahun 2020 pemerintah bahkan memiliki rencana memberikan bantuan biaya sebesar Rp2,4 juta bagi pelaku usaha mikro di tengah pandemi. Hal itu menunjukkan bahwa UMKM digadang-gadang sebagai tumpuan bagi roda perekonomian Indonesia agar kembali ke angka yang stabil, setelah sebelumnya sempat turun sebesar 2,07 persen pada 2020.

Para pelaku UMKM pun terus bertambah dan berinovasi karena kebutuhan ekonomi serta persaingan bisnis yang semakin ketat. Akan tetapi, banyak dari mereka yang tidak tahu bahwa dalam berbisnis era pandemi tentu memiliki lika-liku yang berat. Berbeda dengan perusahaan besar yang biasanya sudah mengantisipasi, pelaku UMKM justru cenderung “mati langkah” karena tidak menyiapkan rencana jangka panjang.

Kurangnya kombinasi growth dan fixed mindset

Dalam melakukan bisnis, pola pikir untuk terus selalu berkembang harus ditanamkan sejak dini. Fixed mindset adalah keahlian yang kita miliki. Akan tetapi, melakukan bisnis hanya dengan mengandalkan keahlian yang dimiliki tidaklah cukup. Oleh karena itu, penting juga untuk menyertakan pola pikir bertumbuh (growth mindset) agar bisnis kita selalu berinovasi.

Growth mindset membuat kita merasa tidak pernah cukup sehingga akan terus belajar mengembangkan diri. Dengan pola pikir ini, seseorang akan menganggap kegagalan sebagai suatu bentuk proses untuk melangkah ke tahap selanjutnya. Sementara itu, fixed mindset menganggap kegagalan sebagai penghambat karena kurangnya kemampuan diri.

Dalam mengembangkan growth mindset, pembeli memiliki peran penting. Umpan balik yang diberikan melalui kritik dan evaluasi membuat kita terus mencari solusi agar bisnis menjadi lebih baik ke depannya. Melansir dari GetAccept, testimoni pembeli ternyata sangat penting dalam mengembangkan bisnis. Apabila testimoni yang diberikan positif, hal ini akan turut membuat bisnis kita memiliki “citra” positif.

Saat menggabungkan keduanya, kita harus mulai melihat masalah sebagai tantangan yang menarik untuk dicari solusinya. Melalui proses itu, pola pikir kritis pun akan terbentuk. Oleh karena itu, penting untuk menggabungkan growth mindset dan fixed mindset agar keahlian diri semakin terasah sehingga bisnis akan terus berkembang.

Baca Juga: 5 Tahapan Design Thinking untuk Mulai Merintis Usaha  

Selalu menginginkan hasil “instan”

Permasalahan yang menimpa UMKM saat ini adalah ingin mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dalam jangka waktu yang singkat. Padahal, sebelum dapat mencapai puncak kejayaan bisnis, banyak masalah yang akan menghalangi usaha kita. Pola pikir “instan” inilah yang harus mulai diubah.

Sebagai pelaku UMKM, kita harus memiliki pola pikir “untung” jangka panjang. Pengambilan risiko di tahap awal sangat diperlukan agar berbisnis era pandemi dapat stabil ke depannya. Misalnya, kita harus rela untuk mengeluarkan biaya yang banyak untuk keperluan marketing. Memasarkan UMKM dengan iklan adalah hal yang fundamental agar banyak orang mengetahui produk atau jasa yang kita jual.

Selain itu, berani mengambil risiko juga merupakan usaha yang perlu ditanamkan. Buatlah produk atau jasa yang dapat menjadi pembeda dari pesaing lain sehingga bisnis kita akan memiliki warna tersendiri bagi pembeli. Apabila pembeli telah mengenal bisnis kita, maka timbul rasa kepercayaan sehingga mereka akan kembali lagi untuk membeli.

Dalam bisnis properti sendiri, menyewakan tempat yang terbengkalai adalah salah satu opsi terbaik. Biaya perawatan yang harus dikeluarkan saat tempat itu kosong akan lebih besar daripada menyewakannya. Risiko yang harus diambil adalah berani menurunkan harga jual atau sewa saat pandemi.

Keliru menentukan pilihan yang harus dihadapi

Kondisi dalam dunia bisnis tidak akan selalu stagnan. Ada tantangan tak terduga yang bisa menimpa bisnis kita, salah satu hal yang nyata adalah kondisi pandemi seperti saat ini. Tantangan tersebut tentu harus segera dicari solusinya agar bisnis bisa kembali stabil. Untuk mengidentifikasi solusi dari tantangan, tentu dibutuhkan banyak pilihan.

Penting bagi kita untuk menentukan pilihan yang harus dihadapi dan dibiarkan. Berusaha mencari solusi terhadap masalah internal adalah pilihan yang tepat agar bisnis dapat terus berkembang. Sementara itu, pandemi merupakan salah satu tantangan yang tak terduga. Sebagai pelaku UMKM, kita tidak memiliki kapabilitas untuk menghentikan pandemi. Oleh karena itu, kita dapat memilih untuk menghiraukan pandemi dan berfokus pada perencanaan bisnis agar tetap bertahan.

Dalam menentukan solusi terhadap satu tantangan, diperlukan banyak opsi dan rencana. Banyak dari pelaku UMKM hanya berfokus mencari satu solusi untuk satu tantangan. Padahal, menyiapkan solusi lain sebagai tindakan preventif juga diperlukan. Solusi yang matang dan pilihan yang tepat tentunya sangat diperlukan agar tantangan dalam berbisnis dapat dihadapi.

Melalui siniar Smart Inspiration yang bertajuk “Solusi Ampuh dalam Menghadapi Tantangan Bisnis”, seorang pakar marketing, Tung Desem Waringin memaparkan tantangan dan solusi dalam berbisnis secara komprehensif, khususnya pada masa pandemi. Kalian dapat mendengarkannya dengan mengakses https://bit.ly/SmartBusiness36 atau klik tautan gambar di bawah ini.

 


Penulis: Alifia Putri Yudanti & Gregory Nayoan