Istilah childfree sempat jadi perbincangan ketika seorang penulis dan pegiat media sosial Gitasav mengungkapkan bahwa ia memutuskan untuk childfree.

Akibatnya, childfree pun menjadi bahan diskusi di berbagai media sosial. Ketidakhadiran anak menimbulkan perdebatan di masyarakat terkait kebebasan memiliki keturunan. Banyak publik figur dan akademisi tertarik dengan topik ini.

Dwik dan Kukuh pun membicarakan fenomena ini dalam siniar Balada +62 episode “Kukuh Setuju Pendapat Gitasav tentang Childfree?!” dengan tautan akses dik.si/Balada62E4.

Namun, apa sebenarnya maksud childfree?

Childfree’ dalam Feminisme

Melansir dari Heylawedu, istilah childfree mengacu pada keputusan seseorang atau pasangan untuk tak memiliki anak atau keturunan.

Selain itu, Cambridge Dictionary pun mendefinisikan istilah childfree merupakan kondisi ketika seseorang atau pasangan memilih untuk tak memiliki anak.

Menurut psikolog Fakultas Psikologi Universitas Aisyiyah Yogyakarta, Ratna Yunita Setiyani Subardjo menjelaskan, childfree merupakan istilah untuk menyebut orang yang tak memiliki anak.

Istilah ini pun lebih dikenal oleh kalangan feminis. Menurut buku Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan dalam Timbangan Islam karya Siti Muslikhati, dijelaskan bahwa feminisme adalah gerakan yang memiliki tujuan untuk mewujudkan kesetaraan gender secara kualitatif.

Gerakan feminisme pun memperjuangkan perubahan di berbagai bidang, termasuk terkait relasi gender. Kondisi tersebut kemudian memicu feminis untuk membuat beberapa gerakan, di antaranya adalah keputusan seseorang untuk childfree.

Keputusan ini digunakan untuk memilih kebebasan perempuan untuk menjadi seorang ibu atau mengalami proses kehamilan hingga melahirkan. Namun, sebenarnya keputusan tersebut bersifat sangat personal.

Kenapa Seseorang Memilih ‘Childfree’?

Dikutip dari Gramedia, Dr. Tri Rejeki Andayani memaparkan, meskipun keputusan childfree bersifat sangat personal, namun sebaiknya keputusan tersebut melibatkan pasangan dan kedua anggota keluarga besar.

Jika keputusan childfree tak dapat diterima, akan muncul risiko tekanan sosial bagi pasangan tersebut. Namun, apabila diterima, pasangan pun akan lebih mudah menghadapi tekanan sosial di keluarga atau di masyarakat.

Meskipun ada risiko mendapat tekanan sosial, umumnya keputusan childfree juga dipilih karena berkaitan dengan masalah lingkungan. Beberapa perempuan atau pasangan menilai bahwa populasi penduduk dunia semakin meningkat.

Dr. Tri Rejeki Andayani pun membahas terkait perspektif teori perkembangan dari Erikson. Dalam teori tersebut, Erikson memaparkan bahwa setiap orang akan memasuki tahap stagnan versus generativitas.

Orang yang mengalami stagnan cenderung kesulitan untuk menemukan cara dalam berkontribusi dalam kehidupan.

Namun, generativitas akan mendorong seseorang untuk peduli kepada orang lain, kemudian menciptakan usaha untuk mencapai hal yang dapat membuat dunia menjadi tempat lebih baik, termasuk melalui pernikahan.

‘Childfree’ dalam Sudut Pandang Kesehatan

Melansir dari laman Kemenkes.go.id, keputusan childfree memiliki dampak bagi kesehatan fisik dan mental. Perempuan yang tak memiliki anak bisa mengalami risiko lebih tinggi mengalami kanker payudara, ovarium, dan endometrium.

Selain itu, perempuan usia tua tanpa anak juga cenderung mengalami kematian lebih cepat. Dalam Japan Collaborative Cohort Study ditemukan bahwa perempuan tanpa anak berusia 40 tahun atau lebih memiliki tingkat kematian yang tinggi dibanding perempuan yang memiliki anak.

Namun, keputusan childfree merupakan keputusan yang sangat personal. Setiap orang memiliki hak untuk memilih kehendaknya. Mengenai perdebatan pro dan kontra pun semestinya menjadi pilihan yang perlu dihormati.

Lantas, apa alasan Kukuh setuju dengan fenomena childfree?

Dengarkan perbincangan lengkap Kukuh Adi dan Dwik seputar topik ini dalam siniar Balada +62 episode “Kukuh Setuju Pendapat Gitasav tentang Childfree?!” dengan tautan akses dik.si/Balada62E4.

Di sana, kita akan mendengarkan obrolan mengenai topik-topik yang ramai dibicarakan dengan perspektif baru, namun tetap menggunakan argumentasi yang logis.

Tunggu apalagi? Yuk, subscribe YouTube Medio by KG Media agar kalian tak tertinggal tiap episode terbarunya!

Penulis: Rangga Septio dan Rizky Naufalif