Berapa dana darurat ideal yang harus dimiliki seseorang? Hal ini kerap menjadi pertanyaan seseorang, terutama bagi mereka yang awam dengan dunia perencanaan keuangan.

Bicara soal dana darurat tidak bisa dilepaskan dari risiko dalam hidup, yaitu kondisi darurat. Istilah kondisi darurat sangat luas, dari genteng bocor, dirawat di rumah sakit hingga terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Sayangnya seluruh kondisi darurat tersebut berimplikasi erat dengan kondisi finansial seseorang, baik bagi diri sendiri maupun orang terdekat.

Oleh karena itu, kepemilikan dana darurat merupakan sebuah cara untuk menghadapi kondisi tak terduga ini.

Definisi dana darurat

Mengutip dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dana darurat adalah dana yang disimpan untuk menghadapi kondisi darurat.

Sedangkan, jika merujuk dari Vanguard, definisi dana darurat adalah menyisihkan sejumlah uang untuk melindungi kebutuhan keuangan yang tidak terduga dalam hidup. Biasanya kondisi darurat ini tak jarang membuat stres dan depresi.

Dalam ilmu perencanaan keuangan, dana darurat saling melengkapi dengan asuransi dalam hal menghadapi risiko kehidupan yang tidak terduga. Bisa juga disebut dana cadangan.

Keduanya menjadi jaring pengaman keuangan kamu dan digunakan untuk kondisi tak terduga itu.

Sayangnya, dana darurat sering disalaharti sebagai tabungan semata. Sehingga, perannya “terdegradasi” dan kurang menarik dibandingkan investasi.

Ketidakpahaman itulah yang membuat orang lebih mendahulukan investasi dibandingkan menyiapkan dana darurat. Itulah yang membuat perencanaan dana darurat kerap kali gagal.

Baca juga : Tak Perlu Kecewa, Ini Cara Menghadapi PHK

Manfaat punya dana darurat

Kepemilikan dana darurat sejatinya untuk mendukung kestabilan keuangan. Tapi sebenarnya apa manfaat dana darurat dan kenapa kamu harus punya?

1. Stres keuangan menurun

Hidup memang ada-ada saja. Saat kondisi tidak terduga terjadi, biasanya stres akan muncul. Biasanya tingkatannya akan terus naik saat tidak memiliki “jaring pengaman” keuangan.

Dengan memiliki sejumlah dana darurat, kamu pasti akan lebih percaya diri untuk menghadapinya. Bukan tidak mungkin, dengan punya dana darurat, kamu bisa melewati kondisi kritis itu dengan mudah.

2. Menekan kebiasaan konsumerisme

Menyisihkan sebagian dana untuk dana darurat, secara tidak langsung membuat kamu tidak lagi bertanya “kok uang saya sudah habis? dipakai beli apa ya?”.

Sebab jika dana besar masih tersisa di tempat yang mudah dijangkau, misalnya di kartu debit atau kartu kredit, bisa dipastikan kamu akan tergoda untuk membeli barang yang tidak terlalu dibutuhkan.

Oleh karena itu, jika mau “menumpuk” dana darurat, sebaiknya pisahkan rekeningnya.

3. Menjaga dari keputusan keuangan yang buruk

Memisahkan uang menjadi dana darurat juga membuat kamu tetap sadar bahwa ada hal-hal prioritas yang harus disiapkan. Hal ini juga menjaga kamu dari membuat keputusan buruk.

Baca juga : 5 Langkah Memulai Perencanaan Keuangan untuk Masa Pensiun

Jumlah dana darurat ideal 

Istilah dana darurat tetiba marak diperbincangkan saat pandemi Covid-19 merebak 3 tahun lalu. Seketika muncul beberapa konsep perencanaan dana darurat dari para ahli.

Menurut berbagai sumber dari ahli perencanaan keuangan, dana darurat ideal adalah sebagai berikut:

1. jika masih lajang, butuh 3-4 kali lipat dana darurat.

2. jika sudah menikah tapi belum punya anak, butuh 6 kali lipat dari pengeluaran rutin.

3. Jika sudah menikah dan punya 1 anak, kamu butuh 9 kali lupat pengeluaran rutin per bulan

4. Jika sudah menikah dan lebih dari 2 anak serta tanggungan, berarti butuh 12 kali lipat pengeluaran rutin per bulan.

Cara membacanya sebagai berikut. Jika kamu terkena PHK dan berstatus sudah menikah dengan 2 anak serta tanggungan (orangtua misalnya), berarti ada cadangan dana yang memungkinkan untuk kamu bertahan selama 12 bulan sebelum akhirnya mendapatkan pekerjaan baru.

Dalam alokasi dana darurat, sebaiknya jika sudah mencapai target, jangan ditambahkan terus menerus. Sebab, jika berlebihan akan menjadi mubazir. Maka, kamu bisa mengalihkannya ke instrumen investasi.

Konsep itu menjadi panduan dan tidak saklek serta jumlahnya sama untuk setiap orang. Hal ini karena memerhatikan gaya hidup, biaya rutin bulanan, pendapatan, utang, dan lainnya.

Namun yang harus diperhatikan adalah jumlah dana darurat harus diukur dari kebutuhan dasar saja, termasuk kewajiban utang dan uang sekolah. Biaya jajan, hiburan dan pengeluaran gaya hidup lainnya sebaiknya tidak dimasukkan.

Di mana harus menyimpan dana darurat?

Jika ingin menyimpan dana darurat, kamu sebaiknya menggunakan instrumen dengan bunga tinggi dan likuid. Hal ini mengacu pada sifatnya yang darurat, berarti harus bisa segera dicairkan.

Kamu bisa memilih tabungan, deposito, dan reksadana pasar uang. Produk keuangan ini selain punya likuiditas tinggi juga punya tingkat risiko rendah.

Artinya, risiko penurunan nilai uang di ketiga instrumen keuangan tersebut sangat kecil. Produk di luar itu, punya risiko penurunan yang lebih cepat.

Sekarang ini, dengan kehadiran teknologi perbankan dan investasi digital memudahkan kamu menabung. Untuk reksadana bahkan ada yang sudah bisa menempatkan dana sebesar Rp 50 ribu saja.

Untuk besaran yang harus disimpan, kamu bisa memulainya dengan menyisihkan paling besar 10 persen dari penghasilan. Walaupun kecil, tetapi jika dilakukan konsisten akan tercapai juga.