Mindfulness memiliki sederet manfaat. Dengan belajar mindfulness, kita bisa memiliki kesadaran penuh untuk mengelola stres dan meningkatkan produktivitas. Mindfulness juga sering dikaitkan dengan pekerjaan sehingga hadir mindfulness at work.
Pada sebuah webinar “Mindful Work: Mengelola Stres dan Tetap Produktif” yang dihelat oleh KG Media beberapa waktu lalu, Adjie Santosoputro menjelaskan pentingnya berlatih mindfulness. Menurutnya, dengan berlatih mindfulness, jiwa akan terasa lebih sehat. Ini akan membuat fisik kita juga ikut sehat. Kita tahu kesehatan mental dan fisik merupakan kebutuhan semua orang.
Adalah sebuah realitas, kita tidak bisa menentukan secara pasti apa yang akan terjadi. Mindfulness memahami bahwa kenyataan hidup selalu berubah dan dinamis. Harus diakui, kita tidak bisa sepenuhnya memastikan kehidupan sehari-hari selalu tersenyum, menyenangkan, atau bahkan selalu menyebalkan.
Saat pandemi seperti sekarang, ujar Adjie, sering kali pikiran menjadi sumber masalah. “Pikiran kita sering kali kontra dengan kenyataan. Realitas bisa saja menyenangkan, tapi tak jarang juga mengecewakan. Sementara itu, yang ada di dalam pikiran kita hanyalah hal-hal menyenangkan. Ini yang sering menjadi batu sandungan untuk menjaga mental tetap sehat. Mind suka sekali dengan kenyamanan sehingga kondisi pandemi saat ini membuat kita tidak nyaman, cemas.”
Dalam penjelasannya disebutkan, mind ada dua fungsi, think dan aware. Mind yang banyak berpikir akan menjadi over think. Apabila kebablasan akan muncul kepanikan, ketakutan. Oleh sebab itu, agar bersahabat dengan realitas, kita harus selalu aware. Mindfulness harus diperbesar.
Singkatnya, semakin kita banyak berpikir, sibuk berpikir, semakin berkurang pula kesadaran kita. Sedangkan jika kita meningkatkan mindfulness, kepanikan akan mereda. Di sinilah sisi mindfulness bekerja.
Apabila disederhanakan, mindfulness merupakan sebuah latihan untuk menerima kenyataan, apapun adanya. Memaafkan, mengikhlaskan, hal tersebut merupakan buah-buah dari mindfulness. Memang, ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hal ini karena sering kali kita diajarkan untuk berpikir, tetapi lupa belajar untuk selalu sadar.
Baca juga :
“Human doing” dan “being”
Praktisi mindfulness dan emotional healing ini juga menjelaskan bahwa manusia tidak hanya merupakan human doing, tetapi juga human being. “Sering kali kita lupa untuk belajar menjadi ‘manusia’, makanya belum melakukan sesuatu sudah merasa repot di depan. Kita selalu tidak puas, suka kekompleksitasan. Oleh sebab itu, bila hanya mengedepankan pada doing, kita akan cepat lelah,” tegasnya.
Sementara dengan being, lanjutnya, kita bisa berlatih untuk menerima, beristirahat, dan hal-hal berkaitan dengan kesederhanaan. Oleh sebab itu, doing dan being harus seimbang dan jalan beriringan.
Latihan mindfulness dapat dilakukan setiap hari secara mandiri. “Hanya membutuhkan waktu sekitar 5–10 menit untuk breathing practice (latihan untuk sadar pernapasan). Dalam posisi duduk dan rileks, pejamkan mata, dan sadari saat menarik napas. Begitu pula saat mengembuskannya, harus penuh kesadaran. Lakukan latihan tersebut setidaknya 3-5 kali sehari,” ujar penulis buku Sejenak Hening.
Saat berlatih, lanjutnya, pikiran sering kali “berkelana” entah ke mana. Namun, tetaplah untuk selalu mempertahankan fokus dan menyadari Anda sedang bernapas. Patut dipahami, esensi dari latihan ini bukanlah seberapa lama kita menyadari saat bernapas, tetapi seberapa tekun kita mengajak pikiran yang mencoba “berkelana” tadi agar kembali fokus.
Dunia kerja
Penerapan mindfulness di dunia kerja cukup luas. Mindfulnes mengajarkan kita tentang niat bekerja. Banyak teknik atau pendekatan untuk produktif, tetapi jika tidak ada niat, hal tersebut akan membuat kita tetap merasa malas.
Sebisa mungkin, buatlah skala prioritas yang dirasa penting untuk dikerjakan. Lakukan hal-hal penting tersebut. Jangan sekadar rencana, karena sering kali kita menyadari hal penting tapi tidak dikerjakan. Cobalah dengan menyelesaikan hal-hal yang dianggap lebih mudah.
Multitasking atau menjalankan tugas ganda atau lebih dari satu sering kali tidak dapat dihindari, tetapi cobalah untuk single tasking agar bisa fokus dan tidak cepat lelah. “Produktivitas bukan soal banyak-banyakan pekerjaan, melainkan lebih kepada seberapa bisa kita menyelesaikan tugas meski sedikit tetapi mengena,” tegas Adjie.
Kenormalan yang baru
Sementara dalam menghadapi kenormalan baru (new normal), kita dituntut untuk selalu dinamis, semakin kreatif, dan mampu “keluar” dari pola. Hal ini adalah tantangan yang tidak mudah karena manusia merupakan makhluk yang senang dengan pola dan kenyamanan.
Untuk itu, sambung Adjie, cobalah selalu berpikir kreatif, keluar dari pola yang selama ini membuat nyaman. Ciptakan hal-hal baru, pergunakan imajinasi, karena biasanya kreativitas merupakan hasil dari imajinasi.
Jangan lupa, sebelum mulai melakukan kegiatan lain, buatlah jeda, dengan menyadari napas. Lakukan latihan mindfulness dengan teratur.
Dengan mindfuness, kita akan belajar menjadi di sini dan kini.