Rumah bambu atau kayu akan memberikan kesan bangunan yang hangat dan menyatu dengan sekitar. Untuk fleksibilitas penggunaan material, saat ini, dikembangkan bambu laminasi, yang penampakannya menyerupai kayu. Mari mengenal bambu laminasi, alternatif pengganti kayu.

Terkait dengan papan sebagai salah satu kebutuhan primer manusia, bambu memberikan kontribusi penting terhadap kehidupan. Seiring dengan meningkatnya populasi dan permintaan atas rumah serta bangunan lain, persediaan kayu kian menipis. Kecepatan tumbuh pohon yang kayunya kita ambil tak seimbang dengan meningkatnya pembangunan rumah-rumah baru. Kita pun harus memikirkan bahan alternatif pengganti kayu.

Bambu menjadi pilihan yang baik untuk itu. Dibandingkan kayu, bambu punya banyak keunggulan. Laju pertumbuhan tanaman ini rata-rata 3–10 sentimeter per hari dan dapat dipergunakan dalam umur tumbuh 3–5 tahun. Sebagai material bangunan, bambu juga lebih lentur ketimbang kayu.

Selain itu, dari sisi lingkungan, bambu juga memberikan beragam keuntungan. Bambu mampu menghindarkan dan menahan erosi, memiliki kandungan biomassa yang besar, serta dapat memperbaiki kandungan air tanah.

Baca juga : 

Bambu laminasi

Untuk mengatasi kelangkaan material kayu, saat ini, dikembangkan bambu laminasi, semacam bambu olahan “siap saji” yang kekuatannya setara. Bahkan, mungkin lebih baik dibandingkan papan laminasi berbahan kayu.

Bambu yang bentuk aslinya berongga, tidak geometris, dan penampangnya bukan berupa lingkaran sempurna cukup sulit untuk dirangkaikan. Namun, teknik perekatan memungkinkan penggabungan beberapa elemen berbentuk balok menjadi satu kesatuan.

Untuk membuat bambu laminasi, dipilih bambu yang besar, tua, kering, dan tebal, seperti bambu mayan, andong, petung, atau wulung. Setelah pangkalnya dibuang, bambu dijadikan bilah-bilah memanjang dengan mesin pemotong. Penyortiran adalah tahap selanjutnya karena diameter bambu tidak selalu sama.

Langkah berikutnya adalah pengawetan. Bilah bambu dimasukkan ke dalam wadah berisi larutan pengawet dan dikeringkan untuk mendapatkan kadar air yang tepat. Setelah itu, dilakukan proses kempa (pengimpitan) dengan material perekat sehingga terbentuklah bambu laminasi. Tahap terakhir, bambu lapis dihaluskan permukaannya, lalu dicat dan divernis agar penampilannya estetis.

Dengan teknik laminasi, penggunaan bambu sebagai bahan bangunan menjadi makin fleksibel. Kita pun turut berkontribusi terhadap keberlanjutan lingkungan hidup.