Atasannya kemudian menjawab, “Apa yang Anda lakukan membuat perusahaan ini dikenal sebagai juara dalam memberikan servis karena kita dapat merespons pelanggan dengan lebih cepat dan tepat berkat kerapian data-data yang kita miliki. Kita dapat mengungguli kompetitor-kompetitor kita. Tim kreatif pun dapat mencuatkan ide-ide baru berkat kumpulan data yang dilakukan oleh tim Anda. Jadi menurut Anda, seberapa pentingnya Anda bagi perusahaan ini?”
Bayangkan betapa berbedanya persepsi antara pemimpin dan bawahannya itu. Yang junior cenderung berfokus pada lingkup pekerjaannya saja, tidak menyadari besarnya peran yang dimilikinya bagi organisasi.
Pada masa awal seorang individu merintis karier, umumnya mereka memang dituntut untuk terampil dalam lingkup pekerjaannya. Mereka harus menguasai banyak sekali keterampilan teknikal untuk dapat berprestasi dalam pekerjaannya. Namun, semakin berkembang lingkup tanggung jawab yang dimiliki, individu itu perlu memperluas cakrawalanya tidak hanya pada divisi tempatnya berada, tetapi juga bagaimana keterkaitan antara satu divisi dengan divisi lainnya. Bahkan, hubungan organisasinya dengan situasi-situasi eksternal yang sedang terjadi.
Bila sudah jadi pemimpin, ia perlu melihat sejauh mana kesuksesan dan kekurangan perusahaannya di tengah persaingan yang ada. Ia pun harus bisa melihat keunikan yang dimilikinya, bagaimana hal tersebut dapat berperan dalam kompetisi. Siapa yang bisa diajak berkolaborasi agar perusahaannya dapat semakin unggul? Apa yang sedang dibutuhkan oleh pelanggan? Bagaimana kita dapat menjadi lebih unggul dari kompetitor-kompetitor kita? Apa dampak perubahan situasi poleksosbud ini terhadap perusahaan kita? Bagaimana menjawabnya?
Pemimpin ini perlu “terbang” untuk melihat konstelasi bisnisnya dari perspektif yang lebih luas di tengah pasar. Bayangkan pemimpin yang bersikeras menjalankan apa yang sudah dilakukannya selama ini dan enggan untuk “terbang” sejenak. Ia akan berjalan di tempat, bahkan mungkin suatu saat perusahaannya akan tergilas raksasa yang lebih besar.
Bagaimana dengan pernyataan bahwa pemimpin harus hands on, blusukan, harus bisa turun tangan, dan berada bersama-sama dengan tim kerjanya? Mempunyai pandangan dari kejauhan ini bisa terjadi kapan saja. Tidak perlu waktu khusus. Persepsi ini harus dibawa seorang pemimpin ketika bersama dengan anak buahnya sekalipun. Bill Gates juga kerap meninggalkan kantornya, mencari tempat ia bisa membaca buku-buku baru dan berefleksi dengan tenang.
Kita bisa mengambil jarak sejenak, melakukan zoom out, melihat dari perspektif yang berbeda untuk nanti kembali lagi melakukan zoom in, melihat secara detail proses bisnis yang sedang berlangsung. Lalu kembali lagi “terbang” dan menyaksikan perkembangan perusahaan dari kejauhan setelah penerapan berbagai perbaikan.
Mengembangkan perspektif “helicopter view”
“It is a framework for seeing interrelationships rather than things, for seeing patterns of change rather than static snapshots.” Peter Senge
Ilmuwan legendaris seperti Descartes dan Newton mengungkapkan, cara untuk memahami masalah secara keseluruhan adalah melihat posisi situasi dalam konteks yang lebih menyeluruh. Bahkan, kalau perlu, kita juga melihat perkembangan sejarahnya, bagaimana perjuangannya pada masa lalu sehingga bisa menjadi seperti sekarang agar kita memiliki gambaran apa yang perlu diperbaiki untuk masa mendatang.
Konsep helicopter view (melihat dari kejauhan) ini diawali oleh Royal Dutch Shell Company, ketika perusahaan ini mengenali kompetensi yang dimiliki para eksekutifnya yang cemerlang dalam melihat tren masa depan dan menyusun strategi unggulnya. Mereka tidak hanya melihat hutan dan kumpulan pohonnya, tetapi juga memahami bagaimana komposisi ekosistem dari pepohonan tersebut yang dapat menunjang kehidupan hutan berjalan dengan selaras.
Mengembangkan perspektif melihat dari kejauhan merupakan upaya latihan yang terus menerus perlu dilakukan. Ada tiga langkah yang bisa kita lakukan secara teratur sampai tindakan ini dapat menjadi kebiasaan, bahkan mendarah daging dalam karakter kita.
Pertama, lakukan zoom out dengan mengambil jarak secara mental dari situasi terkini. Bayangkan bila kita ingin menikmati keindahan sebuah lukisan, kita tentu perlu mengambil jarak beberapa langkah dari lukisan tersebut sehingga dapat melihat keindahannya secara keseluruhan. Jarak yang terlalu dekat dengan lukisan justru akan membuat kita kesulitan untuk memahaminya.
Dalam mengamati situasi ini, kita bisa jadi terkejut ketika mendapati apa yang kita lihat dari kejauhan ini ternyata berbeda dibandingkan ketika kita berada di dekatnya. Kita bisa mendapati hal-hal baru yang luput dari perhatian kita sebelumnya.
Kedua, gambarkan situasi yang sedang dihadapi saat ini, tetapi dengan perspektif seolah-olah hal ini terjadi lima tahun ke depan. Lalu, pertanyakan, apa yang akan Anda lakukan pada saat itu? Keputusan-keputusan apa yang akan Anda ambil? Anda bahkan bisa membuat beberapa skenario, menyimulasikannya lengkap dengan dampak yang mungkin terjadi, sebelum kemudian membuat pilihan strategi yang akan diimplementasikan.
Ketiga, lakukan proses “zoom in zoom out” ini berulang-ulang secara bergantian sehingga kita bisa mendapatkan pemahaman secara menyeluruh tanpa meninggalkan hal-hal detail yang mungkin saja penting.
Dengan terbiasa menggerakkan sudut pandang ini, kita akan biasa berpikir strategik dengan melihat dunia secara keseluruhan, melihat industri kita, perusahaan kita, kompetitor kita, dan pelanggan potensial kita dalam 5, 10, dan 15 tahun mendatang.
Once the present and the future are put in perspective, we can focus on the future direction. Helicopter view helps leader to see from various angles.
Eileen Rachman & Emilia Jakob
CHARACTER BUILDING ASSESSMENT & TRAINING
Baca juga : Manusiawi dalam Pengembangan SDM