Idul Fitri sebagai hari besar umat Muslim kerap dirayakan dengan beragam tradisi, berbasiskan kearifan lokal di masing-masing daerah. Masyarakat yang tinggal di Pulau Jawa pun punya beragam cara unik untuk mewujudkan rasa syukur dan gembira menyambut hadirnya bulan Syawal. Berikut ini adalah tradisi lebaran menarik di Jawa.
Ngadongkapkeun, Banten
Bagi sejumlah warga di Banten, ngadongkapkeun adalah ungkapan rasa syukur. Acara ini biasanya dilakukan pada beberapa momen penting, misalnya hari pertama puasa, hari terakhir puasa, setelah shalat Idul Fitri, dan selepas ziarah kubur. Acara ini dimulai dengan doa bersama yang dipimpin kokolot lembur atau tetua kampung, lalu dilanjutkan dengan sungkeman kepada yang lebih tua. Selain bentuk rasa syukur, tradisi ini menjadi wujud penghormatan kepada leluhur.
Grebeg Syawal, Yogyakarta
Grebeg Syawal dilaksanakan setiap 1 Syawal atau bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri di Yogyakarta. Biasanya, Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat akan membuat tujuh gunungan. Satu diantar ke Pura Pakualaman, satu ke Kepatihan, dan yang lima lainnya ke Masjid Gede Kauman, kemudian akan diarak ke Alun-alun Utara untuk diperebutkan masyarakat yang hadir. Masyarakat percaya, mereka yang berhasil mengambil hasil bumi dari gunungan tersebut akan dilimpahi dengan berkah.
Baca juga : Menarik, Ini 5 Tradisi Lebaran di Sumatera
Sesaji Rewanda, Semarang
Ritual yang dilakukan di Desa Kandri, Semarang ini mirip dengan Grebeg Syawal di Yogyakarta, sama-sama dilaksanakan pada 1 Syawal dan menggunakan gunungan. Hanya saja, filosofinya berbeda. Rewanda artinya monyet. Ritual ini memang ditujukan salah satunya untuk monyet-monyet penghuni kawasan Gunung Kreo, yang berada di tengah Waduk Jatibarang.
Ada empat gunungan yang disediakan dengan beragam isian. Gunungan pertama berisi nasi golong atau sega kethek (nasi monyet) yang hanya diberi lauk sayuran, tempe, dan tahu. Ada pula gunungan buah-buahan untuk monyet ekor panjang. Dua gunungan yang lain adalah gunungan hasil bumi serta gunungan lepet dan ketupat.
Tujuan ritual ini adalah ungkapan rasa syukur, sebagai tapak tilas Sunan Kalijaga ketika mengusung kayu jati untuk pembangunan Masjid Agung Demak, dan sarana menjaga keseimbangan hubungan manusia dengan alam. Selain sebagai ritual rutin, sesaji rewanda kini juga dijadikan atraksi wisata unggulan kota Semarang.
Pawai Pegon, Jember
Pegon berarti pedati. Pawai Pegon adalah tradisi karnaval dengan gerobak yang ditarik dua ekor sapi pada lebaran ketupat atau H+7 setelah Idul Fitri. Dalam pawai ini, pedati yang membawa muatan berupa orang dan makanan (biasanya ketupat opor) berjalan beriring-iringan dari desa sampai ke Pantai Watu Ulo. Di pantai, makanan dibuka dan disantap bersama-sama. Tradisi ini melambangkan tali persaudaraan yang dieratkan kembali.
Baca juga : Unik dan Seru, Simak Tradisi Ramadhan di Berbagai Negara
Ski Lot, Pasuruan
Lebaran ketupat di Pasuruan, tepatnya di Desa Tambak Lekok, dirayakan dengan permainan ski lot. Lot atau celot berarti lumpur. Warga lokal memanfaatkan lumpur dari tambak yang telah dikosongkan untuk bermain ski atau seluncur. Papan seluncurnya berukuran panjang 1,5 meter dengan lebar kira-kira setengah meter.
Mulanya, papan luncur ini adalah alat mencari kerang atau rajungan bagi warga pesisir pantai. Namun, lama-kelamaan ini dimodifikasi menjadi peralatan untuk bermain. Pada lebaran ketupat, selain untuk bermain-main, aktivitas ini menjadi ajang silaturahmi. Kini, ski lot bahkan menjadi atraksi tersendiri yang menarik disaksikan pengunjung dari berbagai daerah.