Perasaan duka pasti dirasakan seseorang ketika ditinggal pergi selamanya oleh orang yang dianggap berharga. Rasa ini sungguh pilu hingga tubuh dan pikiran bereaksi dengan menolak keadaan, menangis, berdiam diri, hingga mengalami trauma.

Trauma biasanya dipahami sebagai luka berat akibat tekanan jiwa atau jasmani. Lebih lanjut, menurut American Psychology Association, trauma didefinisikan sebagai respons emosional terhadap peristiwa mengerikan, seperti kecelakaan, pemerkosaan, kehilangan orang tersayang, atau bencana.

Jika tidak diatasi dengan baik dan tepat, maka orang yang mengalaminya dapat terserang gangguan kesehatan mental seperti Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD). 

Oleh karena itu, Novita Tandry, Psikolog Anak Remaja dan Keluarga dari NTO International, memberikan saran yang dapat dilakukan untuk menghadapi trauma dalam siniar (podcast) Anyaman Jiwa episode “Terbayang Trauma Masa Lalu”.

Menyerang tanpa pandang bulu

Trauma dapat dialami oleh siapa saja tanpa terkecuali. Hal ini dilatarbelakangi  berbagai faktor yang tidak diduga.

Selain itu, faktor biologis juga menyumbang adanya trauma. Merangkum Psychology Today, faktor penyebabnya dapat mengakibatkan struktur otak bernama amigdala (struktur di otak yang bertanggung jawab mendeteksi ancaman) menjadi aktif. Respons aktif tersebut lantas disalurkan ke beberapa sistem tubuh sebagai bentuk pertahanan.

Tersalurnya respons aktif tersebut juga membuat sistem saraf simpatik bereaksi sehingga merangsang pelepasan adrenalin dan nonadrenalin serta hormon stres. Dengan demikian, tubuh akan siap untuk mempertahankan diri, misalnya dengan respons melawan, lari, atau malah membekukan diri. 

Secara psikologis, respons yang umum terjadi adalah ketakutan jangka pendek, syok, atau agresi.

Masih bersumber dari artikel yang sama, jika ancaman sudah dianggap tidak ada oleh amigdala, reaksi akan memudar dan menghilang. Akan tetapi, bagi sebagian orang, perasaan mengancam dalam trauma bisa bertahan lama hingga mengganggu kehidupan sehari-hari.

Apabila respons emosional itu terus berada dalam diri seseorang, dikhawatirkan akan berdampak panjang sampai mengalami PTSD dan gangguan kesehatan mental kronis lainnya.

Macam-macam trauma

Merangkum Psychology Today, berikut lima tipe trauma yang dapat dialami seseorang.

1. Trauma akut

Kematian seseorang yang berharga, kecelakaan mobil, serta serangan fisik atau seksual merupakan faktor terjadinya trauma akut ini. Tipe ini dialami penderitanya secara intens, berlangsung satu kali, dan memiliki reaksi singkat.

2. Trauma kronis

Jenis ini diakibatkan oleh serangan/gangguan yang repetitif atau berkepanjangan. Reaksi trauma ini dapat diakibatkan dari perundungan, kekerasan rumah tangga, atau pelecehan yang dialami terus-menerus.

3. Trauma kompleks

Seperti dua sebelumnya, trauma ini diakibatkan adanya serangan/gangguan terhadap penyandangnya. Namun, dalam jenis kompleks ini, penyandang tidak memiliki kemungkinan untuk melarikan diri dari peristiwanya. Akibatnya, ia memiliki kecenderungan waspada berlebihan untuk melawan kemungkinan adanya ancaman.

4. Trauma sekunder (vicarious)

Trauma ini tidak secara langsung didapatkan oleh para penyandangnya, melainkan berasal dari  paparan atau penderitaan orang lain. Golongan yang terancam mengalami tipe trauma ini adalah para dokter, relawan, dan penegak hukum. 

Kelelahan welas asih merupakan faktor utama penyandangnya mengalami jenis ini.

5. Adverse childhood experiences

Terakhir adalah trauma yang biasanya dihadapi ketika masa kanak-kanak. Situasi sulit, seperti perceraian, kekerasan rumah tangga, serta pelecehan fisik atau seksual, menyebabkan anak yang belum memiliki coping mechanism (mekanisme mengatasi masalah) memendam masalahnya.

Hal ini dapat menyebabkan mereka memiliki gangguan dalam proses tumbuh kembangnya.

Penanganan dan penyembuhan

Lantas, setelah memahami trauma, apa yang harus dilakukan untuk menyembuhkannya? Novita memiliki sejumlah tips yang dapat kamu lakukan.

Pertama, bersikap terbuka. “Cobalah terbuka dengan orang yang terdekat dengan kamu, curahkan isi hati dan perasaanmu. Ini dapat menjadi obat psikologis agar suasana hatimu dapat lebih tenang dan tenteram,” saran Novita. 

Selain berbicara, ia juga menyarankan untuk berolahraga, menulis, melukis, atau  berbagai aktivitas yang membuat hati lebih lega.

Kedua, bermeditasi. “Dengan rutin melakukan meditasi atau yoga, hal itu dapat membantu kamu untuk menghilangkan, atau paling tidak mendistraksi diri dari pikiran negatif,” ungkapnya.

Ketiga, be grateful. Mengucap syukur dan terimakasih atas hal-hal baik yang terjadi dalam hidup dapat membuat seseorang lebih bahagia menjalani hidup. Dengan demikian, seseorang bisa memproseskan diri untuk berdamai dengan trauma yang dialami. 

Keempat, mengingat hal-hal baik. Novita menyarankan untuk fokus memikirkan hal-hal positif. “Pikirkan hal-hal yang menguatkan hati sehingga bisa melewati hari-hari dengan positivity,” ucap psikolog tersebut.

Kelima, menghadapi rasa takut akan trauma. “Seseorang yang memiliki rasa takut yang berlebihan, bisa menurunkan produktivitas saat menjalani kehidupan sehari-hari,” ujar Novita. Sebab, mau tidak mau, kita harus bisa dan berani untuk menghadapi pemicu atau rasa takut trauma. 

Tak usah terburu-buru. Berjalanlah secara perlahan, maka pilu membiru akan menjadi pelangi indah di kemudian hari.

Selain membahas trauma, siniar (podcast) Anyaman Jiwa juga membahas hal-hal seputar kesehatan mental, hubungan percintaan, dan filosofisme hidup. Episode baru hadir setiap Rabu dan Jumat di Spotify.

Dengarkan episode kesehatan mental lainnya dari siniar Anyaman Jiwa atau dengan mengakses tautan berikut https://dik.si/aj_trauma.

 

Penulis: Fauzi Ramadhan & Ikko Anata

Baca juga : Jadi Sosok Ayah Idaman? Siapa Takut!