Banyak orang memandang keturunannya. Apakah pemimpin mempersiapkan putra-putrinya untuk meneruskan tongkat estafet? Namun, kita pasti bertanya-tanya, apakah mereka juga akan memiliki kompetensi seperti orangtuanya? Tidak sekadar menyandang nama besarnya.
Dalam skala yang lebih kecil, pemilik perusahaan yang ingin terus berkembang pun pasti memiliki keprihatinan yang sama. Siapakah yang akan menjadi penggantinya nanti? Apakah penggantinya ini akan memiliki kompetensi yang setara atau bahkan lebih baik darinya untuk menghadapi masa depan yang semakin menantang? Bagaimana memastikan penggantinya nanti memiliki visi misi yang sama dengannya.
Banyak sekali yang menganggap suksesi sebagai suatu upaya tambahan, bukan prioritas utama. Banyak pimpinan yang menunda-nunda upaya ini, bahkan separuh berharap bila sampai saatnya tiba, dengan sendirinya akan ada sosok yang dirasa tepat.
Memang, di perusahaan mobil Chrysler, tiba-tiba muncul sosok Lee Iacoca yang mampu melakukan reformasi besar-besaran. Namun, seberapa sering keberuntungan ini terjadi? Bukankah lebih banyak perusahaan yang apinya padam setelah pimpinannya lengser?
Pada lembaga-lembaga pemerintahan yang sudah mapan, kita bisa menyaksikan persiapan sangat serius yang dilakukan bagi talenta-talenta yang cemerlang. Rotasi agresif pun dilakukan agar penguasaan lapangan mereka semakin tajam dan komprehensif.
Sementara pada masa pandemi ini, ada beberapa gejala yang cukup dinamis. Irama perubahan cepat sekali terjadi. Ekonomi you only live once (YOLO) membuat generasi muda tidak bercita-cita untuk menghabiskan waktunya hanya untuk bekerja seumur hidup. Artinya, masa persiapan para suksesor juga menjadi lebih singkat.
Terlepas dari bagaimana metode yang dilakukan, kita meyakini bahwa mempersiapkan suksesor pasti lebih baik daripada tidak sama sekali. Organisasi yang menyiapkan suksesi akan secara aktif melakukan man power planning, menjaga talenta-talentanya dan memperkuat retensi sumber daya manusia (SDM) sebaik-baiknya.
Jadi, mengapa masih banyak lembaga yang sama sekali tidak memikirkan rencana suksesi? Mereka sadar bahwa bila terjadi keadaan darurat, sementara organisasi masih belum siap, dampaknya tentu akan sangat besar.
Banyak yang mengatakan mereka tidak tahu bagaimana membuat program suksesi yang terstruktur. Mereka sadar bahwa calon suksesornya masih belum mumpuni, tetapi kesulitan menelaah kompetensi apa yang sudah baik dan mana yang perlu dikembangkan untuk menghadapi masa depan yang mungkin lebih sulit lagi.
Program rencana suksesi
Kita menyadari bahwa rencana suksesi di organisasi membutuhkan perencanaan yang matang. Ada beberapa prinsip yang mendasari suksesnya proses suksesi ini.
Value driven. Banyak orang menyangka bahwa suksesi yang paling penting harus dilakukan pada manajemen puncak saja. Padahal, suksesi harus dilakukan di sepanjang titik-titik kritis organisasi, terutama posisi yang membawa dampak besar di organisasi, baik pada posisi yang berdampak pada tujuan jangka pendek maupun jangka panjang.
Untuk jangka pendek, posisi apa yang paling memengaruhi angka penjualan dan operasional harian? Untuk jangka panjang, posisi apa yang paling menjamin jalannya organisasi untuk tetap menjaga rencana strategi perusahaan?
Terintegrasi. Agar program suksesi dapat berjalan secara konsisten, tetap efisien dan efektif, evaluasi berkesinambungan perlu dilakukan. Biasanya divisi HRD-lah yang diserahi tanggung jawab ini. Namun sebenarnya, pihak yang paling bertanggung jawab terhadap suksesi adalah pimpinan perusahaan.
Talenta-talenta yang menjanjikan bagi masa depan ini dapat diturutsertakan dalam program high potensial dan sejenisnya. Dalam program ini, para talenta ini mendapat tugas untuk mengembangkan kompetensi yang mereka butuhkan pada masa mendatang. Jadi, program suksesi ini tidak sekadar memilih pengganti jabatan tertentu ketika pejabatnya sudah tidak aktif, tetapi juga merupakan sebuah program persiapan integratif yang menyasar pengembangan beragam kompetensi, baik soft maupun technical skills.
Data-intuition based. Kita sebenarnya dimudahkan dengan karakter generasi muda yang lebih data savvy dan data hungry. Namun, pengambilan keputusan oleh pejabat saat ini yang bersifat intuitif berdasarkan pengalaman jatuh bangun mereka pun akan sayang bila sampai punah. Untuk itu, coaching yang dapat merabarasakan proses pengambilan keputusan dengan kombinasi antara penggunaan data dan intuisi ini perlu dilakukan secara berkesinambungan.
Inclusive. Program suksesi tidak bisa kita lakukan secara tertutup lagi. Dalam filsafat kinerja yang transparan, siapa pun yang berbakat berhak diberi kesempatan yang lebih baik. Identitas para talenta ini karenanya bukan rahasia lagi, apalagi kita juga mengharapkan keterlibatan para stakeholder dalam desain dan implementasi program ini agar wawasan para talenta-talenta ini lebih cepat berkembang.
Komunikasi yang terbuka dan segamblang mungkin mengenai suksesi ini akan membuat organisasi terhindar dari salah pengertian dan gosip tak perlu. Selain divisi HRD yang menjaga dan memonitor program, evaluasi terhadap retensi program ini juga perlu dilakukan secara berkala.
Besar kemungkinan suksesi yang sudah direncanakan tidak berjalan mulus sehingga program juga perlu direvisi. Bisa saja talenta yang digadang-gadang ternyata di tengah jalan mengurungkan niatnya. Atau, individu yang tadinya merasa diri mumpuni untuk suatu peningkatan jabatan tapi tidak terpilih, merasa kecewa dan meninggalkan organisasi.
Risiko suksesi pasti ada, tergantung pada karakter masing-masing organisasi. Namun, kita tetap harus ingat bahwa transparansi mengenai rencana suksesi dan kesempatan yang diberikan akan membangun trust, kredibilitas, dan engagement yang lebih besar.
Eileen Rachman & Emilia Jakob
CHARACTER BUILDING ASSESSMENT & TRAINING
Baca juga : Budaya Toksik