Kekerasan terhadap perempuan menjadi persoalan yang tidak selesai walaupun pelakunya telah ditangkap dan dijatuhi hukuman. Akibat dari kejadian tersebut bisa memengaruhi korban selama bertahun-tahun. Inilah potret yang diangkat sebagai tema fim 27 Steps of May.

Itulah yang dialami May (Raihaanun). Pada usia 14 tahun, ia mengalami kekerasan seksual yang dilakukan sekelompok orang. Bapaknya (Lukman Sardi) sangat terpukul oleh kejadian tersebut dan menyalahkan diri karena tidak mampu mencegah kejadian tersebut. Selanjutnya, Bapak berjanji untuk melindungi May.

Foto-foto: dokumen Green Glow Pictures.

Selama bertahun-tahun, keluarga yang hanya terdiri atas Bapak dan May menjalani hidup yang begitu rutin. Sehari-hari, ia mengisi waktu dengan membuat boneka untuk dijual.

May sama sekali tidak mau keluar rumah. Termasuk, ketika suatu kali terjadi kebakaran di dekat tempat tinggal mereka, May bersikukuh tidak mau keluar.

Bapak dengan setia menemani dan mengurus semua keperluan May. Di depan May, ia menjadi figur yang sabar dan mengayomi. Namun, sesungguhnya ia memendam rasa bersalah yang begitu dalam. Hanya pengantar boneka yang rutin mampir ke rumahnya yang memaklumi kondisinya dan berusaha untuk menghibur.

Kemarahan Bapak yang begitu dalam dilampiaskan di atas ring tinju. Jika di depan May ia begitu lembut, di ring tinju justru sangat garang.

Hingga suatu kali, May menemukan lubang di dinding kamarnya. Ternyata di balik dinding, tinggal seorang pesulap. Melalui lubang itu, ia melihat kehidupan lain yang pelan-pelan mendorongnya untuk keluar dari kehidupannya yang terkungkung trauma masa lalu.

Baca juga : Review Film Shazam (2019)

Minim dialog

Tidak mudah untuk menggambarkan trauma atau perasaan tertekan. Sutradara Ravi Bharwani menggambarkan May sebagai sosok yang minim bicara. Nyaris tidak sepatah kata pun keluar dari bibirnya sepanjang film.

Raihaanun cukup gemilang memerankan May. Ia berhasil menampilkan sosok yang tertekan, selalu merasa tidak aman, dan teringat kejadian kelam masa lalu.

Lukman Sardi tidak kalah apik memerankan Bapak. Meski tidak banyak bicara dan hanya melayani May, penonton dapat merasakan betapa pedulinya Bapak dan betapa ia merasa bersalah tidak dapat melindungi putrinya.

Sosok Bapak ini bahkan lebih ruwet lagi. Sejatinya ia memendam emosi yang meluap-luap, yang kemudian disemburkan saat berada di ring tinju.

Sama halnya dengan sosok pesulap yang pelan-pelan membuka jalan bagi May keluar dari traumanya awalnya agak sulit diterima sebagai hal yang riil. Dalam keadaan normal, seseorang tidak akan membiarkan adanya lubang pada dinding yang makin lama makin besar sehingga dapat dilalui.

Barangkali, itu menjadi simbol perjuangan May untuk mau keluar dari traumanya. Bahwa ternyata di luar dinding-dinding kehidupan yang ia ciptakan masih ada kehidupan lain. Tinggal lagi, apakah dia mau dan berani untuk keluar.

27 Steps of May mungkin bukan film drama biasa. Melalui penuturan yang berulang-ulang, penonton diajak untuk memasuki persoalan dan memahami perasaan karakter-karakternya. Mungkin ada yang merasa bosan di awal, tetapi lama-kelamaan terbiasa dan mulai bisa merasakan emosi yang digambarkan film ini.

Sebagai film yang mengusung tema kritik sosial, khususnya menyangkut nasib para perempuan korban kekerasan seksual, film ini tidak hanya berhasil menyuarakan perasaan mereka, tetapi juga berhasil menyajikannya menjadi pengalaman audio-visual yang cukup menghibur. Wajar jika banyak komentator menilai 27 Steps of May sebagai salah satu film nasional terbaik yang hadir belakangan ini.

Sutradara:
Ravi Bharwani

Cerita:
Rayya Makarim

Pemeran:
Raihaanun, Lukman Sardi, Ario Bayu, Verdi Solaiman

Tayang perdana:
27 April 2019

Rilisan:
Indonesia