Pekerjaan Marc Gerritsen sebagai fotografer arsitektur dan interior telah menerbangkannya ke penjuru Asia untuk memotret beragam proyek properti. Pengalaman ini sekaligus menerbitkan pertanyaan baru dalam benaknya, apa yang benar-benar dibutuhkan orang untuk merasa nyaman?

“Apakah jika aku berjalan di lantai beton atau lantai marmer, salah satunya akan membuat pengalaman berhuniku terasa lebih baik?” Dalam tulisannya di laman www.contemporist.com ia melontarkan pertanyaan tersebut. Dengan segera ia menemukan jawabannya. “Tidak. Kita hanya perlu lantai untuk berjalan.”

Perenungannya tersebut lantas menjadi fondasi ia membangun rumah. Ia memutuskan untuk kembali ke bentuk-bentuk dasar. Ia ingin hidup dalam keselarasan dengan alam. Hal tersebut diejawantahkan dalam pemilihan lokasi rumah, desain yang terbuka, dan material-material minimalis.

Marc membangun rumah di Koh Samui, Thailand. Kawasan berbukit-bukit dengan panorama hamparan laut di depannya. Yang terpenting dari lokasi ini menurut Marc adalah lingkungan sekitar yang luas dan hening. Ia yang sebelumnya tinggal di Taipei merasa daerah tersebut sangat sibuk. Ia menginginkan area yang sepi dengan pemandangan yang menyegarkan.

Rumahnya memiliki ruang tengah terbuka dengan pintu geser. Dari sini, Marc bisa memandang bebas ke arah kolam renang dan laut di depannya. Dengan tata ruang seperti ini, Marc menyatukan impian-impiannya tentang rumah. Huniannya itu memberikannya nilai-nilai yang menurutnya pokok dalam bermukim, yaitu udara yang bersih, ruang yang terbuka, dan keheningan yang menenangkan. Material yang digunakan pun hanya beton, kayu, baja, dan kaca. Ia berfokus pada ruang, bukan material bangunan.

Keterbukaan rumah inilah yang lantas membuatnya tersebut diberi julukan The Naked House. Barangkali memang begitu, rumah ini terlihat cantik, bersahaja, sekaligus mewah karena kepolosannya. Ia tidak berdandan dengan berbagai pernak-pernik yang tak perlu. [*/NOV]

GALERI

foto: contemporist.com

noted: pesona the naked house