Meski Korea Selatan kini sedang digandrungi oleh masyarakat Indonesia, baik budaya hingga artis-artisnya, kita tak dapat menutup mata bahwa negara ini juga memiliki tingkat kejahatan tinggi. Terlebih, soal kejahatan siber.

Dalam Kamjagiya Korea! episode Plot Twist dari Film Unlocked, Jadi Film Nomor Satu di Beberapa Negara dengan tautan akses dik.si/KamKorUnlocked, salah satu film terbaru asal negeri ginseng tersebut yang berjudul Unlocked pun mengangkat fenomena ini.

Selain fenomena dalam film tersebut, ternyata ada pula dua kejahatan siber nyata yang pernah menghebohkan warga Korea hingga dunia.

Korean Hidden Cam (Molka)

Salah satu kejahatan yang mengintai para wanita lokal maupun turis saat berada di Korea, yaitu molka. Molka adalah istilah Korea untuk kamera tersembunyi atau kamera mata-mata mini yang dipasang secara diam-diam dan ilegal untuk menangkap gambar atau video tak senonoh.

Sebagian besar korban dari kamera tersembunyi ini adalah perempuan. Hal ini terjadi karena penempatannya pun mayoritas berada di toilet umum, hotel, dan ruang ganti perempuan. Selain itu, ukurannya yang mini dan mampu berkamuflase dengan benda-benda sekitar pun membuat keberadaannya sulit diketahui.

Menurut laporan, ada lebih dari 30.000 kasus pembuatan film dengan menggunakan kamera tersembunyi dilaporkan ke polisi Korea Selatan dalam rentang 2013–2018. Bahkan, seseorang yang menjadi target baru sadar setelah seorang petugas polisi membunyikan bel pintunya.

Ternyata, dia sedang direkam secara diam-diam melalui jendela apartemennya oleh seorang pria di atap gedung terdekat.

Pada bulan Oktober, pihak berwenang menangkap sekelompok pria yang menyuap pekerja motel untuk memasang kamera mata-mata di semua kamar. Selama beberapa bulan, mereka berhasil merekam ratusan tamu dan memeras beberapa dari mereka dengan mengancam akan mengunggah rekaman ke media sosial.

Gambar dan video tak senonoh ini pun dijual secara daring di berbagai platform, termasuk situs media sosial populer seperti Twitter dan Tumblr, tanpa sepengetahuan atau persetujuan dari para korban. Aksesnya pun semakin mudah karena negara ginseng tersebut memiliki fasilitas internet yang sangat memadai sehingga sulit untuk menghapusnya setelah diedarkan.

Nth Room

Tiga tahun lalu, publik dikejutkan dengan sebuah kasus kriminal yang melibatkan pemerasan, perdagangan cybersex, dan penyebaran video eksploitasi seksual dalam rentang 2018–2020 di Korea Selatan.

Diketahui, seorang pria dengan julukan ‘GodGod’ menjual video eksploitasi seksual melalui grup Telegram. Ia melakukan modusnya dengan mencari perempuan alter di Twitter dan mengirimkan tautan jebakan dengan menginformasikan kalau data dirinya telah tersebar.

Perempuan yang memencet tautan itu pun membuka akses bagi ‘GodGod’ untuk mengontrol data-data dari ponselnya. Sementara itu, pelaku lain ‘Baksa’ menggunakan modus iming-iming pekerjaan kepada target korbannya. Ia pun meminta korbannya mengirim foto identitas pribadi dan buku rekening.

Setelah terjebak, para korbannya akan dipaksa mengambil foto hingga video seksual yang tak wajar. Jika menolak, mereka akan mengancam untuk menyebarkan identitasnya. Kejamnya lagi, tingkat keparahan untuk menyiksa korbannya bisa semakin bertambah seiring mahalnya bayaran grup yang dibuat keduanya.

Diketahui terdapat delapan grup yang digunakan untuk mengeksploitasi korbannya. Grup dengan tingkatan tertinggi tak semua orang bisa mengaksesnya. Pasalnya, mereka harus membayar mahal agar bisa menyuruh para korbannya melakukan hal-hal keji untuk memenuhi hasrat mereka.

Korban yang dikonfirmasi dari kasus ini kurang lebih berjumlah 103 orang, termasuk 26 anak di bawah umur. Terungkap bahwa foto-foto korban dibagikan dan dijual ke lebih dari 260.000 pengguna dan dibayar secara anonim dalam mata uang kripto.

Ingin tahu informasi terkini lainnya seputar grup idola hingga budaya Korea? Yuk, dengarkan Kamjagiya Korea! hanya di Spotify.

Akses juga episode-episode lainnya yang tak kalah seru dalam playlist YouTube Medio by KG Media. Akses juga episode ini melalui tautan dik.si/KamKorUnlocked.

Penulis: Alifia Putri Yudanti dan Ikko Anata

Baca juga: Kejahatan Siber Intai UMKM