Kesungguhan bekerja pertama-tama memang bermula dari kecintaan. Dulu, Sugiharto kerap ditemukan asyik bermain The Sims, gim yang membebaskannya mendesain bangunan, bahkan kota. Terinpirasi dari permainan itu, Sugiharto merancang proyek pertamanya beberapa tahun silam, sebuah kafe.
Kini, arsitektur lanskap menjadi bidang yang digeluti sekaligus digandrungi pria berkacamata yang biasa dipanggil Ogi ini. Ruang bermainnya menjadi jauh lebih luas ketimbang layar perangkat elektronik. Ia berhadapan dengan lahan yang besar dan kerap kosong. Dari situ, ia akan berimajinasi, membayangkan bagaimana keseluruhan lahan itu akan dibentuk, dan merancang secara mendetail alokasi pemanfaatan lahan.
“Salah besar jika orang menganggap arsitektur lanskap hanya mengurusi perkara taman,†tutur Ogi sambil tertawa ketika ditemui di bilangan Kemang Desember 2015 lalu. Ogi sendiri sebenarnya bukan lulusan arsitektur, apalagi arsitektur lanskap. Semata-mata kecintaanlah yang membuatnya bergelut dengan bidang ini sekarang bersama dengan rekan-rekannya di Larch Studio.
Ogi melanjutkan, seorang arsitek lanskap mesti mengetahui persis bagaimana karakter lahan untuk merancang dengan tepat di bagian mana akan dibangun apa, termasuk cara membangun dan material yang pas. Jika arsitek secara khusus mendesain bangunan dengan peruntukan tertentu dan insinyur sipil mengaplikasikan ilmu berkaitan dengan infrastruktur, arsitek lanskap mesti memahami sedikit banyak tentang hal tersebut. Ia harus punya pengetahuan tentang kerja arsitektur, teknik sipil, bahkan perencana kota untuk berhadapan dengan lahan yang perlu dibangun.
Pengetahuan tersebut didapatkan Ogi lewat pengalaman dan berbagai referensi. Ia lantas menggabungkannya dengan mimpi dan imajinasinya sendiri. Sudah banyak karya yang lahir dari pikirannya, antara lain Hotel Lakuen Lombok, restoran Three Buns di Jakarta, dan kediaman selebritas Widi Mulia.
Di Hotel Lakuen yang terletak di dekat pantai, seperti diceritakan Ogi, sayuran tidak mudah didapatkan. Dari sinilah ide untuk membuat edible garden lahir. Ogi menciptakan ladang sayuran dengan sistem hidroponik. Kebutuhan-kebutuhan hotel akan sayuran jadi bisa disuplai sendiri. Selain itu, kebun sayur hidroponik ini juga menjadi daya tarik tersendiri bagi tamu hotel.
Sementara itu, karakter bangunan yang jauh berbeda akan kita temukan di Three Buns. Sebuah ruangan yang tinggi besar. Dindingnya abu-abu. Namun ruangan begitu terang, cahaya matahari leluasa masuk lewat atapnya yang transparan. Rasa akan interior dan eksterior lebur di dalam, juga perspektif tentang level ruang.
Di ruangan ini, pohon berkayu tumbuh di sela-sela balok-balok cokelat yang menjadi meja, kursi, dan tangga. Balok-balok itu disusun dengan ketinggian beragam, membebaskan pengunjung dari batas-batas ruang yang kaku. Apa yang dibayangkan Ogi ketika merancang Three Buns? “Idenya dari rumah kaca,†kata Ogi. Ia ingin membuat sesuatu yang terinspirasi dari ruang besar yang penuh cahaya dan menjadi tempat tumbuhnya tanaman.
Larch Studio juga berperan merancang rumah Widi Mulia dan Dwi Sasono. Salah satu yang terlihat paling menonjol, kebun di rumah tersebut. Beragam tanaman dan pohon menjadikan suasana begitu teduh. Di rumah ini, ada pula area sayuran hidroponik, yang airnya diambil dari tampungan hujan dari cucuran atap. Kolam renang dan paviliun di halaman belakang menjadi ruang rekreasi, tempat anggota keluarga menyegarkan pikiran.
Setelah berbicara banyak soal proyek-proyek yang ditanganinya, Ogi mengatakan, secara sederhana, kita bisa merancang taman sendiri di rumah. Yang mesti diperhatikan antara lain, memastikan air tidak menggenang, memilih jenis pohon yang sesuai dengan intensitas cahaya matahari, dan memupuknya secara rutin. “Satu lagi, pastikan kita mau merawatnya,†tutup Ogi. [NOV]
noted:Â Merancang Lanskap Memainkan Imajinasi