Ia sering berbicara tentang misinya “mengubah dunia” dan bagaimana WeWork akan menjadi lebih dari sekadar perusahaan penyewaan ruang kantor biasa, melainkan sebagai sebuah “komunitas global” yang akan merevolusi cara orang bekerja dan hidup.
Masayoshi Son, CEO SoftBank, yang menjadi salah satu investor terbesar WeWork, pernah berkata, “Adam adalah seorang visioner. Dia mampu melihat apa yang tidak dilihat oleh orang lain, dan memiliki kemampuan untuk meyakinkan orang lain tentang visinya. Saya melihat dia sebagai seseorang yang bisa membawa perubahan besar.” Rana Yared, mantan direktur pelaksana di Goldman Sachs pun berpendapat yang sama.
Membangun tim berdasar visi
Ketika membangun timnya, Neumann sangat selektif dalam merekrut anggota tim awal WeWork. Neumann percaya bahwa nilai dan budaya perusahaan sangat penting, dan dia ingin timnya dipenuhi oleh mereka yang benar-benar percaya pada misi WeWork. Kantor-kantor WeWork dirancang dengan elemen yang mencerminkan kreativitas dan kolaborasi.
Dia ingin timnya merasa termotivasi setiap hari dan bahwa tempat kerja adalah ruang bagi ide-ide bisa tumbuh dan berkembang. WeWork tumbuh dengan cepat, mencatatkan diri sebagai salah satu unicorn paling berharga di dunia yang memiliki valuasi hampir 47 miliar dollar AS pada puncaknya di pertengahan 2019.
Memudarnya corporate governance
Namun, seiring pertumbuhan yang pesat ini, WeWork juga digambarkan sebagai perusahaan dengan struktur kekuasaan yang sangat terpusat di tangan CEO. Neumann sering kali membuat keputusan besar tanpa berkonsultasi dengan tim manajemen atau dewan direksi, menciptakan lingkungan dengan transparansi dan akuntabilitas yang minim.
Baca juga: Dari Hustle ke Harmoni
Ia dan keluarganya menjadi pengambil keputusan utama di organisasi. Beberapa anggota tim mulai merasa bahwa Neumann lebih peduli pada visi besarnya daripada pelaksanaan yang berkelanjutan dan etika bisnis yang baik. Ketika masalah keuangan dan keputusan bisnis yang meragukan mulai muncul, antusiasme dan kekaguman yang awalnya dirasakan oleh banyak karyawan berubah menjadi skeptisisme dan ketidakpercayaan.
Setelah kegagalan IPO dan tekanan dari investor utama seperti SoftBank, Neumann akhirnya dipaksa untuk mundur dari jabatannya sebagai CEO. Kepergiannya menandai akhir dari era WeWork yang dipimpin oleh karisma seorang pemimpin yang menginspirasi, tetapi juga kontroversial.
Transisi kejayaan hingga kejatuhan Adam Neumann di WeWork adalah proses yang melibatkan banyak dinamika. Kita melihat bagaimana kekuasaan bisa memabukkan dan pemimpin bisa melupakan hal-hal yang memang tidak teraga, tetapi mahapenting seperti governance, integritas, dan etika.
Studi menunjukkan semakin tinggi posisi yang dirasakan seseorang, semakin rendah empati yang dimilikinya. Dalam sebuah penelitian, para periset meminta partisipan untuk memikirkan orang-orang yang memiliki kekayaan dan prestise paling banyak atau yang paling sedikit untuk kemudian menandai posisi mereka sendiri.
Becermin pada yang paling berkuasa membuat peserta merasa relatif tidak berdaya dan menempatkan diri mereka di posisi paling bawah, sedangkan merenungkan mereka yang lemah membuat peserta menempatkan diri mereka lebih tinggi. Para peserta kemudian diberikan tes Reading the Mind in the Eyes yang mengukur empati seseorang dengan mengidentifikasi keadaan emosi orang lain dari foto mata mereka.
Mereka yang menempatkan diri pada posisi tinggi karena membandingkan dengan yang lebih lemah ternyata kurang akurat dalam memahami emosi orang lain, dibandingkan dengan mereka yang berada di posisi bawah. Perasaan berkuasa yang hanya sesaat ini ternyata membuat mereka kurang memperhatikan emosi orang lain.
Bagaimana kita mengharapkan para pejabat memiliki empati terhadap rasa lapar rakyatnya akibat harga barang yang terus naik, bila makanan kualitas terbaik selalu disajikan bagi penguasa? Bagaimana pemimpin menyadari kesulitan karyawannya dengan macet, panas, dan hujan bila sopir selalu siap mengantarnya dalam kenyamanan?
Integritas tidak bisa hanya ditangani dengan e-mail tahunan atau beberapa halaman dalam buku pegangan karyawan. Robert Chesnut, yang pernah menjadi Chief Ethics Officer Airbnb mengatakan, integritas itu seperti iklan televisi yang tidak bisa hanya tayang sekali untuk mendapatkan perhatian yang cukup. Integritas harus dicek berulang-ulang, ditekankan dalam setiap kesempatan sampai merasuk ke dalam perbuatan setiap karyawan.
Seorang pemimpin harus menetapkan batasan yang jelas tentang apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan dengan posisinya. Transparansi dalam pengambilan keputusan dan pelaporan keuangan adalah langkah penting untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan, termasuk membangun sistem yang memungkinkan terjadinya pengawasan terbuka. Mulai dari sistem rekrutmen karyawan sampai kebijakan penggunaan dana organisasi.
Pemimpin yang beretika selalu mempertimbangkan dampak dari keputusan mereka terhadap berbagai pemangku kepentingan. Ia harus menjadi inisiator dalam penyusunan kode etik dan memastikan semua anggota organisasi memahami dan mematuhi standar.
Pemimpin harus siap untuk melakukan “hal yang benar” bahkan jika tampaknya merugikan bisnis dalam jangka pendek. Apakah Anda siap menolak proyek menggiurkan tapi menuntut karyawan Anda melakukan “sedikit saja” di luar keyakinan profesional mereka, sementara para kompetitor siap menanti?
Konflik kepentingan adalah salah satu penyebab utama kolusi dan penyalahgunaan kekuasaan. Memiliki kebijakan yang jelas tentang pengungkapan kepentingan pribadi dan penanganan konflik kepentingan dapat membantu mencegah situasi ini.
Pelanggaran etika harus diselidiki, dan konsekuensi yang adil harus diberikan. Pemimpin dan anggota tim yang berprestasi tinggi tidak boleh kebal dari hukuman. Menyediakan jendela transparansi ke dalam proses yang baik dapat membangun kepercayaan dan memastikan bahwa karyawan merasa nyaman melaporkan masalah.
“Memang benar bahwa integritas saja tidak akan membuat Anda menjadi seorang pemimpin, tetapi tanpa integritas, Anda tidak akan pernah menjadi seorang pemimpin.” – Zig Ziglar
HR CONSULTANT/KONSULTAN SDM
Eileen Rachman dan Emilia Jakob
Character Building Assessment & Training EXPERD
EXPERD (EXecutive PERformance Development) merupakan konsultan pengembangan sumber daya manusia (SDM) terkemuka di Indonesia.