Banyak perusahaan yang sudah menggunakan KPI (key performance indicator) sebagai pengukuran manajemen kinerja dengan beragam implementasinya. Ada yang sudah memiliki set KPI yang lengkap, tetapi tidak melakukan tindak lanjut yang signifikan atas penilaian KPI yang diberikan. Ada juga yang memberikan prioritas penilaian pada kriteria KPI yang berkaitan dengan kinerja bisnis, sementara aspek perbaikan sistem dan inovasi, servis serta pengembangan manusia seakan-akan diabaikan.
Tidak jarang atasan pemberi penilaian sangat bermurah hati dalam memberikan penilaian, sehingga konsekuensi yang sebetulnya merupakan tindak lanjut dari penilaian menjadi tidak relevan. Sikap dan praktik seperti ini baru akan terlihat dampaknya dalam perusahaan setelah waktu yang panjang.
Ketika suksesi ternyata tidak memadai, ketika disiplin berkinerja manajemen terasa longgar, yang pada akhirnya membuat perusahaan sulit untuk menarik jajarannya bergerak maju. Kultur perusahaan menjadi kendur, tidak sesuai dengan apa yang sudah diikrarkan dan dipasang di dinding gedung serta diucapkan dalam banyak pertemuan.
Kita sering lupa, manajemen kinerja merupakan hal yang sangat dinamis, sehingga tidak bisa diselesaikan hanya dengan memiliki KPI. Beberapa perusahaan di Amerika, sudah menyediakan perangkat lunak untuk memantau atau mengukur kinerja setiap individu dan divisi, sehingga dinamika perubahannya dapat segera disadari. Kita perlu menyadari, KPI sama sekali tidak sakti sebagai solusi manajemen kinerja. Ia adalah sekadar alat ukur sehingga perlu dimodifikasi sesuai kebutuhan.
KPI bukanlah sekadar numbers to hit. KPI seharusnya membantu para pemimpin mengantisipasi masa depan. Itulah sebabnya kita tidak bisa membuat KPI dengan hanya fokus bagian per bagian. KPI harus berisi butir-butir yang menjamin alignment antar divisi. Misalnya antara divisi sales dan marketing yang selama ini kerap tidak sinkron sehingga sering terjadi mismanagement.
Ia harus dapat memberi insight kepada manajemen tentang pelanggan, bagaimana karyawan kita berespons terhadap kebutuhan mereka. Jadi, bila KPI digunakan secara benar sebagai parameter, otomatis dan dimonitor terus-menerus, maka manajemen memiliki kesempatan besar untuk memanfaatkannya dalam pengambilan keputusan-keputusan strategis.
The New KPI
Perusahaan-perusahaan seperti Twitter, Snapchat, LinkedIn sering dikenal sebagai perusahaan yang membakar uang yang laporan keuangannya akan menunjukkan mereka tidak mencetak untung. Jadi, bagaimana mengukur kinerja atau kesuksesan para karyawan di situ?
Dalam era VUCA seperti ini, organisasi perlu membuat kriteria kesuksesan yang berbeda, karena cara monetisasi bisnis pun sudah berubah. Perusahaan tetap harus jalan, sementara uang masuk sebenarnya minus. Namun, tidak bisa dimungkiri, nilai perusahaan bertambah besar dengan kapital intelektual dan big data-nya. Bahkan, LinkedIn dalam keadaan belum untung saja sudah dijual dengan nilai tinggi. Jadi bagaimana kita menilai kinerja perusahaan?
Pertama dan paling penting adalah kepuasan pelanggan dan reputasi brand. Saat sekarang, pelanggan adalah fokus utama perusahaan. Persepsi pelanggan terhadap brand perusahaan kita menentukan hidup mati perusahaan. Laba bisa datang pada waktunya, tetapi bila pelanggan sudah berpaling dari kita, akan sulit mendapatkan mereka kembali.
Kita mengenal perusahaan marketplace yang sudah sangat populer tetapi kehilangan kesetiaan pelanggannya dalam sekejap hanya karena kesalahan sikap pimpinannya di depan publik. Tidak ada perusahaan yang bisa bertahan bila ia tidak peduli dengan pelanggannya. Itulah sebabnya, kepuasan pelanggan harus menjadi tolok ukur yang paling penting.
Masih ingat ketika Mark Zuckerberg diwawancara oleh parlemen mengenai sumber pendapatannya? Mark menjawab, nilai dari iklan sebenarnya sangatlah kecil. Di sini terlihat jelas, profitablility bukanlah tujuan pertama dari perusahaan-perusahaan start up ini.
Yang paling penting adalah peningkatan jumlah pelanggan, karena dengan pertambahan jumlah pelanggan, revenue otomatis meningkat. Ekspansi adalah kunci pengembangan perusahaan di masa kini. Karenanya apakah seorang karyawan atau divisi memiliki potential for supporting new growth, menentukan kesuksesan perusahaan.
Media sosial yang dahulu dipandang sebelah mata oleh perusahaan, sekarang sudah banyak digunakan sebagai media promosi perusahaan. Jadi, keaktifan setiap karyawan di media sosial dalam membantu mempromosikan kegiatan perusahaan akan merupakan tindakan yang sangat berharga. KPI bisa juga memperhitungkan keaktifan karyawan membantu program-program promosi perusahaan.
Kedua, budaya perusahaan dan engagement karyawan. Produktivitas yang optimal akan kita dapatkan dari karyawan yang bekerja sepenuh hati. Seorang karyawan yang engage dengan perusahaan, bukan saja kontributif tetapi juga inovatif. Mereka akan berusaha melampaui kebutuhan pelanggan dan manajemen sehingga dengan sendirinya akan bekerja extra mile alias, selalu lebih baik. Engagement inilah yang harus diukur.
Ketiga, knowledge management. Banyak perusahaan yang memiliki big data. Namun, tidak banyak perusahaan yang memiliki pemahaman tentang apa yang “dikatakan” oleh datanya. Manajemen yang tidak bisa menginterpretasikan datanya, tidak bisa menentukan arah perusahaan sesuai fakta transaksi yang ada antara perusahaan dengan pelanggannya. Basis data kita memberi gambaran tentang performa kita secara jujur. Jadi bila tidak bisa memahaminya, kita tidak tahu mengenai keadaan kita, yang tentunya akan sulit bagi kita untuk membuat strategi ke depan.
“Use KPIs to lead the enterprise, not just manage it. KPIs to inspire, not just to inform.”
Eileen Rachman & Emilia Jakob
EXPERD
HR Consultant/Konsultan SDM
Baca juga : Menunda, Apakah Disengaja?