Pendidikan tentang literasi keuangan pada anak harus dimulai dari rumah. Yang juga penting diingat, berikan edukasi sesuai dengan usia atau tahap perkembangan kognitif anak.

Pengelolaan keuangan menjadi keterampilan mendasar yang diperlukan semua orang dalam keseharian. Kesadaran tentang ini semestinya dibangun sejak dini. Dengan begitu, seiring bertambahnya usia, anak bisa memahami hal-hal yang lebih kompleks tentang literasi keuangan.

Anak bisa pelan-pelan diberi tahu tentang uang bahkan sejak ia berusia tiga tahun. Tentu, pengenalan ini mesti dilakukan dengan cara yang sederhana dan menyenangkan. Setelah itu, ketika ia bertumbuh, berikan pengetahuan-pengetahuan baru soal literasi keuangan. Berikut ini, hal-hal yang bisa diajarkan kepada anak.

  • Usia 3–5: identifikasi uang dan fungsinya sebagai alat tukar

Kamu bisa mulai mengajari anak untuk mengenali benda yang disebut uang. Dalam obrolan santai, tunjukkan kepada anak koin atau uang kertas dan beri tahu misalnya bahwa kamu sedang memegang uang Rp 500 atau kamu akan memasukkan Rp 10 ribu ke dompet.

Setelah itu, ajari bahwa kamu dapat menukar uang itu dengan barang tertentu yang dibutuhkan atau diinginkan anak. Ajak anak ke toko swalayan dan tunjukkan uang Rp 5 ribu dapat ditukarkan dengan sekotak kecil susu cair atau es krim.

Untuk membuatnya lebih menyenangkan, ajak anak bermain peran sebagai penjual atau pembeli. Susun beberapa barang atau mainan di rumah sebagai benda untuk dijual, lalu lakukan transaksi dengan uang mainan bertuliskan nominal yang bervariasi. Permainan ini akan kian membuat anak mengerti tentang fungsi uang sebagai alat tukar. Si kecil pun mulai berkenalan dengan literasi keuangan anak.

  • Usia 6–8: menabung dan kelola uang saku

Anak kecil mana yang tidak menikmati memasukkan koin ke celengan? Ketika anak memasuki usia enam tahun, kamu bisa membelikan celengan fisik dan membiasakan anak menabung koin-koin yang kamu berikan. Ini bagian dari literasi keuangan anak.

Saat kamu sudah memberinya uang saku, misalnya ketika anak sudah mulai duduk di bangku sekolah dasar, ajarkan untuk menyimpan sisa uang saku harian atau mingguan di dalam celengan. Katakan padanya, uang tabungannya bisa dibuka suatu saat, semisal pada waktu ulang tahun anak, untuk membeli barang yang ia inginkan. Dengan begitu ia juga bisa belajar, semakin banyak yang ia sisihkan, semakin banyak yang bisa dialokasikan untuk membeli sesuatu.

Pada usia ini, anak juga bisa dikenalkan bahwa uang didapat dengan bekerja, bukan hanya diberi secara cuma-cuma. Kamu bisa mengajak anak menyadari ini dengan memberikannya semacam “komisi” untuk pekerjaan-pekerjaan yang sudah disepakati bersama. Misalnya, membereskan mainan ke dalam kotak, mengeluarkan sampah setiap pagi, membantu mencabuti rumput di halaman, atau mencuci piring setelah makan.

  • Usia 9–13: membandingkan harga dan nilai barang

Pada usia ini, kemampuan berhitung anak sudah semakin baik. Ajari anak untuk membandingkan nilai beberapa produk sejenis ketika berbelanja. Mulailah dari mengajak anak melihat label harga, ukuran, dan menghitung perbandingan harga per satuan yang sama.

Kamu juga bisa melakukannya sambil mengajari anak matematika. Buat soal cerita untuk mencari tahu mana yang lebih murah, misalnya susu merek A dengan harga Rp 5.000 per 250 ml dan susu merek B dengan harga Rp 3.000 per 100 ml. Setelah itu, bandingkan hasil perhitungannya: Rp 20 per ml untuk susu A dan Rp 30 per ml untuk susu B. Kamu bisa mengatakan, susu merek A lebih murah ketimbang susu merek B.

Selain tentang harga, ajak anak mempertimbangkan faktor kualitas untuk menakar nilai barang. Terkait makanan dan minuman, yang paling sederhana adalah mengevaluasi rasanya, merek mana yang lebih disukai?

Jika merek yang disukai ternyata lebih mahal, katakan pada anak tidak apa pula mengeluarkan uang lebih untuk sesuatu yang dianggap lebih bernilai. Dalam berbelanja, ajari pula anak untuk membedakan antara kebutuhan dan keinginan.

  • Usia 13–16: menabung di bank dan dengan target

Perkara menabung, anak sudah belajar di tahap sebelumnya. Pada usia awal remaja ini, ketika anak telah lebih memahami cara mengelola uang saku dan melakukan pembelian dengan bijak, bukakan rekening untuk anak di bank dan dorong anak untuk menabung dengan target.

Target jumlah tabungan ini dapat dikaitkan dengan tujuan tertentu, misalnya membeli barang yang diinginkan anak atau biaya kursus sesuai hobi anak. Ajari pula untuk tidak menghabiskan seluruh tabungan untuk membantunya memahami soal konsep dana darurat.

  • Usia 17 ke atas: perbankan daring dan bederma

Pada usia ini, literasi keuangan anak yang bisa dipelajari buah hati sudah lebih kompleks. Selain uang saku dari orangtua, anak mungkin sudah bisa menghasilkan uang dari pekerjaan lepas atau paruh waktu. Fondasi prinsip tentang mengeluarkan uang dengan bijak akan sangat penting. Ajari anak untuk menggunakan perbankan daring untuk berbagai keperluan dan bertanggung jawab secara finansial.

Di samping itu, bangun pula mental untuk bederma, yang akan menjadi modal penting bagi anak ketika dewasa. Pada usia ini, anak sudah sangat melek internet dan bisa menentukan aksi sosial yang baginya menarik untuk didukung.

Untuk secara santai mengajarkan literasi keuangan anak, ajaklah ia mengobrol soal rencananya menyumbang untuk aksi atau tindakan tertentu. Selain memastikan anak punya kepedulian, hal ini juga anak membantumu sebagai orangtua untuk mencari tahu tentang minat atau sasaran atensi anak.

Baca juga:

Manfaat Mengajarkan Literasi Keuangan kepada Anak sejak Dini

Strategi Mengelola Keuangan di Tengah Pandemi

5 Langkah Memulai Perencanaan Keuangan untuk Masa Pensiun

 

Infografik Literasi Keuangan Anak