Kalau suka musik, kamu mungkin sudah tahu bahwa musik dapat memengaruhi suasana hati. Kamu barangkali kerap menyetel musik dengan tempo yang agak cepat untuk membuatmu lebih bersemangat atau mendengarkan musik yang lembut ketika sedang bersantai.
Nah, hal-hal itu mengilustrasikan bagaimana musik dapat dimanfaatkan untuk membangun suasana hati tertentu atau pada pengembangan berikutnya bahkan meringankan rasa nyeri.
Apa itu terapi musik?
Terapi musik adalah cara memulihkan kesehatan mental atau fisik dengan menggunakan beragam cara terkait musik, antara lain mendengarkan musik, memainkan musik, atau menciptakan lagu. Tujuannya beragam, antara lain memperbaiki suasana hati, meningkatkan kualitas hidup, mendorong pelepasan emosi, atau meredakan stres dan gejala kecemasan.
Dalam sesi yang serius bersama terapis profesional, 1 sesi terapi musik dapat berlangsung antara 30 menit sampai dengan 1 jam. Ini umumnya dilakukan dalam pertemuan tertutup antara orang yang akan diberi terapi dengan terapis, tetapi dapat juga dilakukan berkelompok. Tentu, terapi yang diberikan akan disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuanmu.
Pada sesi terapi, kerap orang yang akan menerima terapi diminta untuk menyadari dan memvalidasi emosi yang muncul pada saat itu. Kalau merasa marah, misalnya, kamu boleh memutar musik atau bernyanyi dengan keras yang cepat. Namun, bisa juga perasaan marah tersebut direspons dengan musik-musik yang lebih lambat, lembut, dan menenangkan.
Bagi mereka yang mengalami kesakitan secara fisik, musik juga dapat membantu. Sejumlah penelitian menyebutkan, mendengarkan musik dapat menstimulasi tubuh untuk melepaskan endorfin, yang membantu orang mengelola rasa nyerinya.
Manfaat terapi musik
Penggunaan dan manfaat terapi musik sudah diteliti selama beberapa dekade. Salah satu penemuan kuncinya dari studi klinis adalah musik dapat membantu orang yang mengalami depresi, gangguan tidur, dan bahkan penyakit kronis seperti kanker.
-
Depresi
Musik dapat menjadi salah satu cara yang efektif dalam penanganan depresi. Manfaat optimal ini didapatkan ketika terapi musik dikombinasikan dengan perawatan yang lain, seperti antidepresan dan psikoterapi. Studi yang dipublikasikan Journal of Affective Disorder pada 2015 mengindikasikan bahwa ketika metode tersebut dipadukan, terapi musik dapat membantu mengurangi pikiran obsesif, depresi, dan kecemasan pada orang dengan obsessive-compulsive disorder (OCD).
-
Insomnia
Banyak orang merasakan bahwa musik, atau bahkan white noise, membantu mereka untuk tertidur lebih cepat. Dibandingkan dengan obat-obatan yang biasanya dipakai untuk membantu orang tertidur, musik adalah metode yang tidak terlalu invasif. Selain itu, bagi banyak orang, juga lebih terjangkau dan begitu fleksibel untuk disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing orang.
-
Rasa nyeri
Terapi musik juga potensial untuk membantu mengurangi rasa nyeri pada pasien dengan beragam kondisi, antara lain mereka yang baru saja dioperasi, melahirkan, atau mengalami penyakit kronis. Riset yang dipublikasikan pada jurnal Complementary Therapies in Medicine menemukan, terapi musik yang dipadukan dengan perawatan pasca-operasi standar adalah cara yang efektif untuk menurunkan level nyeri, kecemasan, denyut jantung, dan tekanan darah.
Musik juga menjadi strategi yang populer untuk meringankan rasa nyeri selama proses melahirkan. Studi yang dilakukan Lesley University pada 2019 menyebutkan, terapi musik selama proses ibu melahirkan kelihatannya menjadi opsi nonfarmakologis yang aksesibel untuk mengalihkan ibu dari rasa sakit.
Pada pasien kanker, proses perawatan medisnya kerap melelahkan secara fisik dan emosional. Mereka juga butuh didukung dari sisi emosional dan spiritualnya. Terapi musik menjadi cara yang bisa ditempuh untuk mengurangi kecemasan pada pasien kanker seperti ketika akan menjalani radiasi serta membantu mereka meringankan efek samping kemoterapi, seperti rasa mual.
Meski terapi musik dapat banyak membantu, tetap ingat bahwa dalam banyak kasus ini adalah terapi pendamping yang tidak bisa menggantikan perawatan utama, seperti perawatan medis atau psikoterapi.
Baca juga:
Mindfulness: Selaraskan Pikiran, Hati, dan Fisik di Sini Kini
Bagaimana Kesehatan Fisik terkait Dengan Kesehatan Mental?