Lingkungan tempat tinggal yang bersih dan tertata rapi menjadi impian banyak orang. Namun, sayang, manajemen kebersihan yang tidak dilakukan dengan komitmen penuh dan kurangnya kesadaran banyak orang untuk menjaga kebersihan menjadi kendala dalam menciptakan lingkungan yang ideal.
Kondisi itulah yang mendorong Djuniawan Wanitarti, warga di Perumahan Griya Lembah Depok, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, mengambil langkah untuk menciptakan lingkungan tempat tinggal yang bersih dari sampah. Pada 2007, Djuni memulai pengelolaan sampah di lingkungan tempat tinggalnya dengan menghadirkan bank sampah dan membuat kompos dari sampah organik rumah tangga.
Motivasi Djuni mendirikan bank sampah adalah dorongan untuk mandiri. Ibu dua anak ini jengah melihat sampah yang dikelola begitu-begitu saja, yakni dibuang di tempat sampah kemudian hanya menunggu diambil oleh petugas kebersihan. Lamanya periode pengangkutan sampah akhirnya menyebarkan bau busuk, lalu ditimbun di tempat pembuangan. Belum lagi ketika sampah-sampah tersebut berserakan begitu saja.
Djuni pun menyadari bahwa sampah bukan hanya untuk dibuang. Pengolahan sampah sudah berjalan baik di sejumlah daerah di Indonesia, tetapi di Depok, Jawa Barat, tempatnya bermukim, tidak demikian. Hingga akhirnya, dia mengajak warga—setidaknya para tetangga satu RT di Perumahan Griya Lembah Depok—mengolah sampahnya sendiri.
Bermula dari mengelola sampah di rumahnya sendiri, Djuni mulai memilah-milah sampah organik dan non-organik. Kemudian, Djuni belajar mengolah sampah organik menjadi kompos dengan teknik kompos takakura.
“Dengan berawal dari diri sendiri, jika ingin mengajak orang lain untuk melakukan hal serupa akan lebih mudah. Karena kita jadi tahu benar apa yang harus kita lakukan dan hal-hal apa saja yang dapat kita share ke warga,†papar Djuni.
Dibantu suaminya, Maryono, yang kala itu menjabat Ketua RT 3 RW 24 Kelurahan Abadi Jaya, Kecamatan Sukmajaya, Djuni mulai mengajak warga untuk melakukan hal serupa. Tidak mudah awalnya ketika ingin mengajak semua warga mengelola sampah.
Namun akhirnya, pada 12 Maret 2010, Djuni dan sejumlah tetangganya mendeklarasikan pendirian Bank Sampah Poklili. Nama Poklili merupakan kependekan dari Kelompok Peduli Lingkungan. Pada deklarasi pendirian bank sampah itu, baru tercatat sepuluh nasabah, semua dari kalangan ibu. Kini setelah lima tahun berjalan tercatat ratusan warga telah menjadi nasabah Bank Sampah Poklili.
Melalui Bank Sampah Poklili, pengolahan sampah tidak hanya pada sampah organik, tetapi juga berkembang pada sampah non-organik berupa plastik, kaleng, kain, botol, dan sejenisnya. Dengan kursus singkat, warga memperoleh keterampilan mengolah sampah menjadi barang kerajinan bernilai ekonomi.
Manajemen yang tertata apik dijalankan oleh Poklili sehingga membuat kelompok ini bukan hanya berfungsi sebagai bank sampah, tetapi juga membuat kerajinan produk dari sampah, kompos, dan biogas. Mereka juga bekerja sama dengan PLN sebagai tempat pembayaran listrik bagi warga sekitar.
“Kami ingin menyampaikan bahwa mengelola sampah bukan hanya dengan menghadirkan bank sampah dan mengolahnya menjadi barang kerajinan. Namun, juga dari sampah kita juga bisa membuat kompos dan biogas. Dalam mengelola sampah menjadi kompos kini kami telah bekerja sama dengan dinas kebersihan dan Pemda Depok. Untuk biogas, kami dibantu PLN dalam menghadirkan mesin yang dapat mengolah sampah menjadi biogas,†terang Djuni.
Nenek Rum, salah satu pengurus Bank Sampah Poklili, menambahkan, “Bersama PLN pula, kami telah dipercayakan menjadi lokasi atau tempat pembayaran listrik bagi warga sekitar, yang kebanyakan warga tersebut merupakan nasabah Bank Sampah Poklili. Membayar listrik dari sampah, begitu salah satu tagline kami. Bahkan, dengan hasil yang telah didapat dari Bank Sampah Poklili ini, kami bisa mengadakan tur bersama warga sekitar dan kami dapat membuat lampu jalanan di tiap-tiap rumah warga untuk menerangi lingkungan pada malam hari.â€
Perlahan tetapi pasti, kampanye pengolahan sampah Bank Sampak Poklili mendapat respons positif masyarakat. Sejumlah kelompok masyarakat, siswa sekolah, dan kalangan pribadi mengunjungi tempat itu untuk melihat pengolahan sampah dari dekat.
Djuni senang karena kini ada lebih banyak orang yang mau mengolah sampahnya secara mandiri. Dengan adanya Bank Sampah Poklili, Djuni ingin memberikan kesempatan banyak orang untuk semakin kreatif dalam mengelola sampah. [ACH]
noted: mengelola sampah ala bank sampah poklili
foto: iklan kompas/Antonius SP