Semakin terbatasnya ruang terbuka hijau di kota-kota besar, khususnya Jakarta, membuat kesempatan membuka lahan untuk berkebun semakin minim pula. Padahal, melakukan aktivitas berkebun dapat mengurangi kadar stres seseorang, terlebih lagi bagi yang tinggal di kota-kota besar.

Berbagai siasat dipikirkan agar meskipun lahan yang tersedia minim tetap dapat bertanam atau berkebun. Dari konsep inilah tercipta urban farming. Urban farming memanfaatkan lahan tidur di perkotaan yang dikonversi menjadi lahan pertanian produktif hijau yang dilakukan oleh masyarakat dan komunitas sehingga dapat memberikan manfaat bagi mereka.

Urban farming tidak memerlukan lahan yang luas. Jika halaman rumah tidak terlalu luas, Anda bisa memanfaatkan tabung air atau pipa paralon untuk menanam tomat dan seledri. Lalu, menanam sayuran, seperti bayam, kangkung, caisim, cabai, kangkung, atau bayam. Anda dapat menanam sayuran tersebut dalam wadah bambu, gayung, dan batok kelapa. Pilihan lainnya adalah menanam tanaman secara vertikal di dinding rumah atau menjahit potongan plastik sebagai kantung untuk bunga-bunga yang indah.

Kegiatan ini dapat diterapkan pula pada lingkungan tempat tinggal yang lebih luas contohnya rukun warga (RW). Warga bisa mencoba menanam dan membudidayakan sejumlah sayuran dan buah. Kegiatan urban farming dapat menguntungkan banyak pihak. Apalagi jika banyak pihak makin berani menjadikan kampung sebagai “kampus”, di mana gerakan urban farming lebih terukur dan terarah. Serta didukung dengan teknologi dan gotong-royong.

Pada masa mendatang, urban farming diharapkan mampu model rekreasi, ekonomi dan kewirausahaan, penelitian, kesehatan dan kesejahteraan, serta pemulihan dan perbaikan lingkungan hidup. Urban farming juga akan menciptakan keindahan dan suasana asrinya desa dalam lingkungan kota yang modern. Selamat mencoba. [*/ACH]

 

foto: shutterstock