Rumah yang kita tempati hampir tak luput dari kerusakan, ringan hingga berat. Dinding misalnya, sering mengalami keretakan halus yang awalnya pendek, tetapi lama-kelamaan memanjang dan berliku. Keretakan seperti itu sering kita sebut sebagai retak rambut.
Penyebab retak rambut biasanya terkait faktor nonstruktural, seperti perbedaan muai susut bahan bangunan, suhu yang berubah-ubah, dan racikan bahan bangunan yang tak pas. Bahan yang banyak dipakai untuk membangun dinding, antara lain bata merah, bata ringan, batako, semen, dan plester. Bahan-bahan itu memiliki nilai muai susut yang berbeda.
Suhu udara di sekitar dinding turut memengaruhi penyusutan itu. Ada bahan yang menyusut lebih cepat, ada pula yang lambat. Saat itulah keretakan mulai terjadi. Oleh karena itu, pengalaman kontraktor dalam membuat dinding amat diperlukan. Kelalaian seperti plester yang tidak dibasahi sebelum pengerjaan acian atau campuran semen plester yang buruk juga memicu timbulnya retak dinding.
Penggunaan cat tembok yang memiliki nilai kerapatan dan elastisitas yang rendah juga menyebabkan retak rambut, sebab membuat cat tidak menempel dengan baik. Saat cat tidak menempel dengan optimal, cat akan terkelupas dan proses pengelupasan itu menarik bahan di bawahnya.
Untuk mengatasi retak rambut ada beberapa cara. Ini dimulai dengan memastikan terlebih dulu apakah keretakan itu merupakan retak rambut atau bukan. Retak rambut biasanya memiliki celah kurang dari 1 milimeter dan kedalaman retak sampai acian semen.
Jika sudah pasti terdapat retak rambut, kerok lapisan cat di bagian dinding yang retak halus dengan sekrap. Selanjutnya ampelas permukaan dinding sampai plamir benar-benar hilang. Kemudian bersihkan permukaan dinding dari debu menggunakan lap basah.
Setelah itu, kuaskan wall sealer pada celah retak. Kapasitas 1 liter wall sealer bisa menutup permukaan dinding 4–10 meter persegi. Diamkan wall sealer hingga benar-benar kering. Pengeringan ini biasanya membutuhkan waktu 4–5 jam. Terakhir, lakukan pengecatan ulang. [*]
Artikel ini terbit di Harian Kompas edisi 8 Maret 2015