Namun, sejauh mana sesungguhnya beragam nilai luhur ini benar-benar tecermin dalam perilaku setiap insan organisasi ataukah ia hanya menjadi hiasan manis di company profile saja? Jangan-jangan bahkan tidak ada karyawan yang dapat dengan spontan menyebutkan nilai-nilai organisasi mereka, apalagi mempraktikkannya.
Jangan sampai kita merasa nilai organisasi ini sekadar nice to have karena banyak organisasi besar memilikinya, tanpa menyadari fungsinya, sampai-sampai membuat karyawan maupun pelanggan pun meragukannya.
Organisasi sebesar Enron yang pernah menjadi produsen gas alam terbesar di Amerika Utara pada 1990-an memiliki nilai-nilai, seperti communication, respect, integrity, dan excellence. Namun, ternyata salah satu skandal keuangan terbesar dilakukan organisasi ini yang membawanya pada kehancuran. Ini adalah suatu contoh ketika nilai organisasi hanya merupakan lip service yang tidak dihayati apalagi diimplementasikan dalam perilaku sehari-hari, khususnya oleh pimpinan puncak.
Meski demikian, tetap saja banyak organisasi yang merasa bahwa memiliki core values itu sesuatu yang sangat penting. Pada 1994, Jim Collins dan Jerry Poras menerbitkan buku Built to Last yang menggambarkan bagaimana perusahaan-perusahaan yang langgeng ternyata berkat menerapkan core values mereka secara konsisten.
Semenjak itu, banyak perusahaan yang berusaha menggali dan menyusun core values sebagai pedoman panduan perilaku di organisasinya. Core values yang tepat untuk sebuah korporasi adalah ketika ia dijadikan patokan untuk bertindak, motivasi untuk maju, dan menjadi panduan mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Pembentukan nilai korporasi
Banyak organisasi yang mendelegasikan penyusunan nilai korporasi kepada orang lain atau para praktisi SDM mereka. Para pejabat pengembangan SDM ini ada yang mendelegasikan ke konsultan ataupun langsung membuat survei yang disebar kepada karyawan, dengan harapan dapat menemukan konsensus atas nilai-nilai yang diutamakan para karyawan.
Mencari nilai korporasi memang tidak gampang. Sebagai individu, kita pun terkadang tidak bisa dengan cepat mengenali nilai apa yang kita pentingkan dalam hidup kita, nilai apa yang membentuk hidup kita. Proses menemukan nilai yang pas bagi korporasi tentunya lebih sulit lagi.
Menyebarkan kuesioner ke seluruh karyawan mengenai hal-hal apa yang mereka anggap penting merupakan salah satu cara untuk menemukan kesamaan nilai di antara mereka. Namun, kita perlu membedakan apakah nilai yang disebutkan tersebut adalah core values ataukah aspirational values.
Aspirational values adalah nilai-nilai yang dianggap penting karena dapat membawa organisasi menuju kesuksesan, tetapi saat ini belum dimiliki oleh organisasi. Misalnya, work life balance. Mengikuti perkembangan tren yang ada, banyak organisasi yang menganggap hal ini penting untuk membangun kesejahteraan pegawainya agar dapat lebih produktif. Namun, dalam pelaksanaannya, organisasi masih berjuang untuk mengimplementasikannya karena tekanan kebutuhan produktivitas saat ini.
Sementara itu, core values merupakan nilai-nilai yang sakral dan tidak dapat ditawar-tawar dalam implementasinya karena hal tersebut merupakan kepercayaan, “agama” dari para founding fathers organisasi, dasar mengapa organisasi ini pada awalnya didirikan.
Mengimplementasikan core values ini dalam kehidupan sehari-hari organisasi bukanlah perkara mudah, bahkan mungkin menimbulkan rasa sakit karena ia memang membatasi gerak insan di dalamnya mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak boleh untuk dilakukan.
Dengan implementasi tanpa kompromi, seluruh jajaran di organisasi, mulai dari yang terendah sampai tertinggi, pemilik perusahaan sekalipun harus siap untuk dikritik bilamana melanggarnya. Hanya dengan komitmen dan keteguhan hati seperti inilah core values dapat benar-benar menjadi “jiwa” organisasi seutuhnya karena ketidakkonsistenan dalam implementasi core values hanya akan melemahkan kesakralannya menjadi tidak berarti.
Perusahaan seperti Paragon, produsen Wardah, menaruh ketuhanan sebagai salah satu nilai utamanya, di samping ketangguhan, kerendahan hati, kepedulian, dan inovasi. Nilai ketuhanan yang diletakkan paling atas, bukan sekadar basa-basi. Ibu Nurhayati sebagai founder perusahaan ini selalu mendengungkan bahwa kemajuan perusahaannya adalah karena pertolongan Allah berdasarkan pengalaman pribadinya.
Pada awal berdirinya, pabrik tiba-tiba terbakar. “Kalau bukan karena pertolongan Allah, mustahil saya bisa membangun pabrik itu kembali,” demikian kata Bu Nur. Keyakinan inilah yang mendasari semua usaha dan keputusan-keputusannya di organisasi.
Core values sebagai pedoman setiap kegiatan
Core values memang selayaknya menjadi panduan untuk pengambilan keputusan-keputusan dalam setiap aktivitas organisasi. Mulai dari merekrut karyawan yang memang memiliki nilai yang selaras dengan nilai korporasi, menyesuaikan sistem pengelolaan kinerja, kriteria promosi, remunerasi, hingga proses-proses lainnya dalam organisasi.
Core values inilah yang membedakan kebijakan antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Dalam situasi-situasi kritis dan dilematis, core values memegang peranan penting. Situasi dan kebijakan yang diambil oleh organisasi dalam situasi ini dapat menjadi “cerita” yang disebarkan ke seluruh organisasi agar nilai-nilai korporasi semakin dipahami dan meresap dalam benak seluruh karyawan, seperti yang dilakukan oleh Nordstorm kepada seluruh karyawan barunya.
Bukan dengan memberikan buku panduan berisikan do’s and don’ts organisasi, melainkan melalui cerita tentang bagaimana kebijakan-kebijakan Nordstorm ketika berhadapan dengan pelanggan. Dengan cara inilah nilai-nilai korporasi dapat dengan mudah dipahami dan meresap dalam benak setiap insan organisasi.
Eileen Rachman & Emilia Jakob
CHARACTER BUILDING ASSESSMENT & TRAINING
Baca juga : Zoom In-Zoom Out
Manusiawi dalam Pengembangan SDM