Kyoto, Jepang, akhir 1990-an. Wahyu Dwianto, mahasiswa doktoral di Universitas Kyoto, berdiam di dalam laboratorium selama sekitar 20 jam. Ia mengamati reaksi kayu yang sedang dipanaskan. Ia sedang meneliti relaksasi stres kayu. Penelitiannya ini kelak menjadi dasar baginya untuk menguasai teknik pelengkungan kayu dengan teknologi sederhana.

Wahyu yang sekarang bergiat sebagai peneliti di Pusat Biomaterial Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu bercerita, kayu memiliki internal stress yang membuatnya sulit dilengkungkan. Namun, karena kayu memiliki sifat viskoelastis, sebenarnya hal itu mungkin dilakukan. “Ada dua faktor penting untuk melunakkan kayu, yang pertama kadar air di dalam dinding sel. Yang kedua harus ada panas,” jelasnya, Jumat (11/3).

Kayu memiliki dinding-dinding sel yang di dalamnya terdapat fiber kayunya. Di dalam dinding sel itu, ada beberapa komponen kimia utama: selulosa, hemiselulosa, dan lignin kayu. Untuk bisa melengkungkan kayu, setidaknya lignin mesti dilunakkan. Caranya dengan membasahi dinding sel dan memanaskannya dengan alat pres. Untuk melunakkan lignin, suhu yang dibutuhkan adalah 80 derajat celsius.

Meskipun begitu, kayu yang berhasil dilengkungkan karena komponen ligninnya direkayasa belum tentu bisa mempertahankan bentuknya. Kayu belum mengalami fiksasi. “Jika dimasukkan ke air dingin, kayu masih berusaha kembali ke bentuk semula yang lurus, meskipun tidak bisa sepenuhnya menjadi lurus kembali,” ujar Wahyu.

Untuk membuat kayu mengalami fiksasi dan bentuk lengkungnya tidak berubah-ubah lagi, yang harus diberi treatment adalah komponen selulosa atau hemiselulosanya. Untuk itu, suhu yang dibutuhkan untuk memanaskan kayu 180 derajat celsius. “Pada suhu ini, rantai molekul kayu sudah terpotong-potong sehingga bentuknya tidak bisa berubah lagi,” lanjut Wahyu.

Saat ini, memang sudah banyak yang melakukan pelengkungan kayu. Namun, hal itu biasanya dilakukan pabrik-pabrik berskala besar. Jarang pengusaha kayu kecil yang melakukannya karena alatnya relatif mahal. Penelitian yang dilakukan Wahyu mampu memberi fondasi bagaimana pelengkungan kayu skala kecil pun bisa berhasil.

“Pelengkungan kayu sebenarnya bukan hal baru, tetapi kerap tidak berhasil. Kuncinya sebenarnya menahan ujung kiri dan kanan kayu dengan besi fleksibel dalam proses pelengkungan kayu. Gunanya, agar di sisi bagian luar tidak terjadi penarikan serat. Kayu bisa melengkung karena yang tertekan adalah sisi bagian dalam,” tutur Wahyu.

 

Industri furnitur

Dalam industri properti dan furnitur, pengetahuan tentang pelengkungan kayu menjadi sangat penting karena banyak furnitur atau bagian bangunan yang membutuhkan kayu dengan langgam langgam lengkung. Selama ini, untuk kebutuhan kayu melengkung, yang biasanya dilakukan adalah memotong kayu. Namun, hal ini tidak efisien karena akan ada banyak bagian yang tidak terpakai. Untuk membuat satu lengkung kayu setinggi setengah meter, misalnya, dibutuhkan satu papan kayu selebar tiga per empat meter. Setelah itu, banyak bagian yang terbuang.

Secara visual, hasil kayu yang dilengkungkan akan lebih bagus dibandingkan yang dipotong. Arah serat kayunya akan terlihat lurus. Sangat cocok untuk kebutuhan furnitur yang membutuhkan estetika tinggi. Hal ini juga akan membuat proses lanjutan lebih efisien karena kayu lengkung dengan metode pemanasan membutuhkan pengampelasan lebih sedikit dan lebih sebentar.

Wahyu juga mengembangkan penelitian yang lain, pelengkungan laminated veneer lumber (LVL). Veneer adalah lembaran kayu tipis yang diperoleh dari kayu gelondong yang disayat atau dikupas. Sementara itu, LVL adalah kayu olahan yang terdiri atas beberapa lapis veneer yang direkatkan menjadi satu.

“Sejak 2015, kami punya kegiatan Science and Teknopark yang dimotori Pusat Inovasi LIPI. Tahun lalu, kami mengadakan pelatihan pelengkungan LVL untuk industri kecil menengah di sentra kerajinan kayu Sumedang. Ini lebih bisa diaplikasikan karena untuk pelengkungan kayu solid, mereka harus punya mesin pres yang investasinya lebih mahal,” kata Wahyu.

Lembaran veneer yang tipis juga lebih fleksibel sehingga dapat dengan mudah dilengkungkan dengan radius atau bentuk yang lebih bervariasi. Kini, para perajin di Sumedang, Jawa Barat, sudah dapat lebih mengeksplorasi kreativitasnya dan menjual furnitur dengan bentuk yang lebih beragam. [NOV]

noted: lengkungan kayu majukan industri