Komunikasi memang sangat penting dalam membangun sebuah hubungan sampai menjadi erat. Sebaliknya, sering kita melihat betapa ketidakpiawaian individu dalam berkomunikasi dapat membuat hubungan semakin lama semakin pudar dan akhirnya berantakan. Ada pepatah dalam dunia bisnis: Communication separates a good business from a great one. Hal ini terjadi karena dengan komunikasi yang efektif, kita dapat melihat potensi masalah lebih jelas dan lebih lancar untuk mengimplementasikan solusi.
Banyak orang mengatakan, dengan berkomunikasi efektif, kita dapat lebih banyak mengidentifikasikan kesempatan. Kita pun tahu, hubungan baik hanya bisa diintensifkan melalui komunikasi. Bagaimana mungkin seorang atasan bisa mendapatkan masukan mengenai kepuasan kerja karyawan bila dilakukan dengan gaya komunikasi yang kasar dan otoriter. Bila membina komunikasi yang baik dengan pelanggan, bukankah kita bisa dengan cepat mengetahui kesalahan servis yang terjadi dan segera membuat perbaikan?
Memberi sesuai kebutuhan
Kita tahu, memberi adalah tindakan mulia. Pernahkah kita memikirkan lebih dalam saat kita berkomunikasi dengan lawan bicara mengenai apa yang ia butuhkan? Seorang wartawan akan memiliki kebutuhan yang berbeda dari lawan bicaranya, dibandingkan dengan seorang pelanggan, atau seorang bawahan. Seorang wartawan membutuhkan informasi selengkap-lengkapnya, sementara pelanggan butuh mengetahui manfaat yang bisa dia dapatkan, dan seorang bawahan mungkin membutuhkan rasa aman di atas segala-galanya.
Kepekaan akan kebutuhan lawan bicara membuat komunikasi jauh lebih efektif. Menyesuaikan cara penyampaian pesan sesuai dengan kebutuhan mereka akan memudahkan pesan diterima secara tepat. Mulai dari kalimat pembuka yang digunakan, jumlah materi dan sedalam apa substansi yang perlu disampaikan, hingga bagaimana metode penyampaian yang lebih tepat sasaran.
Manfaatkan inteligensi emosi
Kita sering kali memandang istilah “baper” secara negatif sehingga merasa perlu menghindarinya. Padahal, perasaan memegang peran sangat penting dalam proses komunikasi. Kita bisa menggunakan perasaan untuk mendalami masalah pelik yang melatarbelakangi sikap seseorang. Penggunaan emosi yang positif dapat membantu kerja tim dan organisasi menjadi lebih efektif. Dalam dunia modern dengan toleransi dan penerimaan merupakan persyaratan utama dalam berbagai tingkah laku bisnis, konteks sosial, dan emosi sangat penting untuk dapat mengasah empati kita.
Kita juga perlu mengoptimalkan komunikasi nonverbal. Hal sederhana seperti senyuman dapat membuat lawan bicara merasa nyaman dan menciptakan suasana hangat. Kita perlu mempelajari dan mengontrol ekspresi muka, kontak mata, suara, dan gerak tangan. Kita juga dapat membiasakan diri dengan tata krama yang positif. Seorang ahli komunikasi mengatakan, tata krama dalam berkomunikasi bukan sekadar untuk kepentingan sopan santun, tetapi dapat membuat kita mampu menempatkan diri dalam struktur hubungan yang tepat. Boleh dikatakan manners adalah perekat peradaban dan membuat posisi kita menguntungkan.
Menjadi pendengar profesional
Ada orang yang terlihat mendengar, tetapi sebetulnya sedang menunggu gilirannya untuk berbicara. Kita mendengar 125–250 kata per menit, tetapi otak kita sebenarnya dapat memroses 1.000–3.000 kata per menitnya. Tidak heran bila 85 persen dari orang yang mengisi survei mengakui bahwa mereka adalah pendengar yang buruk.
Orang yang tidak suka mendengar biasanya terlihat dari pandangannya yang tidak fokus dan terbiasa cepat menginterupsi. Pada masa sekarang ketika komunikasi dapat dilakukan secara virtual, tak jarang alasan kesibukan yang bertumpuk dan melakukan komunikasi multichannel dalam satu waktu digunakan sebagai pembenaran ketidaksukaan untuk memberikan fokus perhatian pada lawan bicara. Kabar buruknya, mungkin hampir semua dari kita sulit menjadi pendengar yang baik. Namun, kabar baiknya, keterampilan mendengar ini bisa dilatih.
Satu hal yang harus kita pegang bila ingin menjadi pendengar yang baik adalah kesediaan kita untuk terlebih dahulu membuka dan mengosongkan pikiran dari segala asumsi yang kita miliki sebelumnya. Fokus pada pembicaraan lawan dapat ditingkatkan dengan keterampilan mendengar, seperti summarizing, confirming, engaging, dan teknik-teknik mendengar lainnya.
Perangi asumsi, ajukan pertanyaan
Manusia memang pada dasarnya sering membuat asumsi karena asumsi itu mempercepat keputusan yang mereka ambil. Padahal, bahayanya sangat besar. Bagaimana bila asumsi itu salah? Apalagi bila keputusan tersebut memengaruhi hubungan baik, transaksi bisnis, karier, bahkan reputasi pada masa mendatang?
Kita bukan mind reader. Saat sekarang, fakta dan realita dengan mudah bisa dikonfirmasi bila kita ingin lebih berusaha. Daripada mereka-reka mengapa seseorang tidak menjawab e-mail, apakah seorang pelanggan sudah puas dengan layanan kita atau apakah produk inovatif kita sesuai dengan kebutuhan pasar, lebih baik kita mengajukan pertanyaan melalui survei kecil ataupun pembicaraan informal. Dengan meluangkan waktu untuk selalu mempertanyakan asumsi kita, kita bisa mendapatkan informasi yang lebih akurat dan meningkatkan kinerja.
Kita pun perlu mencermati setiap langkah dalam bisnis proses kita serta meneliti bagaimana berlangsungnya komunikasi dalam setiap tahap tersebut. Ada beberapa hal yang sering taken for granted, dianggap lumrah padahal sebetulnya penting.
Eileen Rachman & Emilia Jakob
EXPERD
HR Consultant/Konsultan SDM
Baca juga : Menunda, Apakah Disengaja?