Dua sahabat baru saja lulus dari universitas dan mulai memasuki dunia kerja sebagai seorang software developer. Ida menceritakan betapa ia sangat menikmati pekerjaannya. Ia bekerja dengan tim yang menyenangkan yang pimpinannya pun memberi kebebasan kepadanya untuk belajar hal baru dan bereksperimen.

Ia juga banyak berhubungan dengan divisi lain dan berhasil “menjual” ide-idenya kepada mereka meskipun mengharuskan mereka mengubah cara kerjanya. Dalam hatinya, ia berkata, “Sekalian belajar ‘public speaking’.” Ia pun aktif menghadiri seminar, baik mengenai teknologi maupun pengembangan diri. Ia optimistis dan bahagia walaupun belum ada tanda-tanda kenaikan pangkat dari organisasinya.

Sebaliknya, Amin merasa terperangkap dalam situasi toxic. Ini istilah yang ia berikan sendiri terhadap organisasinya. Ia merasa perusahaan ini penuh politik kantor, berisi orang-orang yang pandai mencari muka. Ia merasa sulit bila harus ikut “bermain” seperti rekan-rekannya karena ia merasa tempat kerjanya ini tidak menjanjikan karier baginya. Ia tidak pernah berkesempatan untuk mengembangkan ide-ide barunya.

Apakah melihat situasi ini kita bisa mengatakan bahwa ada orang yang beruntung mendapat pekerjaan di tempat kerja yang kondusif, sementara ada juga yang terjebak dalam situasi yang tidak menguntungkan? Apakah benar demikian? Seorang ahli karier mengatakan hal yang berbeda, “Don’t wait for things to happen. Make them happen.”

Karier adalah pilihan

Ida dan Amin memang terlihat mendapatkan peruntungan yang berbeda. Namun, bukankah kita sendiri melihat, Ida lebih aktif, bahkan proaktif, sementara Amin banyak meratapi nasibnya? Di mana pun bekerja, bila banyak mengeluh tentang hal-hal yang ada di luar kontrol, kita akan sulit maju dibandingkan bila berfokus pada apa yang bisa dilakukan.

Kita semua menyadari, dalam suatu organisasi, memang ada bagian yang mengurusi mengenai pengembangan karier. Mereka akan menyampaikan surat promosi, mutasi, pengangkatan, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan formalitas karier kita. Apakah dengan demikian mereka yang menentukan nasib kita? Apakah atasan yang menentukan karier kita?

Banyak individu merasa bahwa atasan bisa menghambat atau melancarkan kariernya. Sebenarnya, bila melihat secara obyektif, kita bisa menyimpulkan bahwa yang menentukan berkembang tidaknya karier kita adalah diri sendiri. Para atasan hanyalah memfasilitasi karier kita. Kita punya pilihan untuk menjadi aktif atau pasif dalam menentukan karier sendiri. Kita memang perlu taktis dalam menentukan karier, pandai-pandai mendalami diri sendiri, hal apa yang bila kita lakukan dan dapat membuahkan hasil yang memadai.

Ada dua jalan yang bisa kita tempuh dalam karier. Pertama, menjalani individual contributor career track yaitu individu meningkatkan keterampilan yang dapat menunjang tugasnya sekarang sehingga keterampilannya mengental. Kedua, management career track yaitu seorang individu berusaha menguasai keterampilan tingkat di atasnya sehingga ia sudah terampil ketika diserahi jabatan yang lebih tinggi dari posisinya sekarang.

Mengentalkan keterampilan (upskilling)

Dalam berkarier, kita mengenal kompetisi. Untuk kompetitif, orang haruslah memiliki modal besar. Dalam karier, salah satu modal terbesar adalah keterampilan. Bila memiliki keterampilan yang lebih unggul dari yang lain, kita punya kesempatan yang lebih besar untuk maju dalam karier. Kita tidak pernah boleh merasa “mentok” dalam pengembangan keterampilan. Ada beberapa cara untuk menghidupkan pengembangan keterampilan secara berkesinambungan.

Pertama, menjadi mentor. Dengan mengajar, kita semakin mengenal kelemahan dan memperbaikinya. Kita dapat menjadi mentor bagi bawahan maupun karyawan divisi lain yang membutuhkan keahlian pengalaman kita.

Kedua, melakukan sharing mengenai bidang yang kita kuasai dalam komunitas profesional yang lebih besar. Terkadang, kita merasa tidak pede atau merasa bahwa pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki belum memadai. Namun, tekanan untuk melakukan sharing tersebut justru akan memaksa kita untuk membuat struktur dari pengetahuan kita sehingga membuat kita bisa lebih mendalami lagi ilmu tersebut.

Ketiga, proaktif mencari modul-modul pengembangan diri, baik teknis maupun softskills. Jangan terpaku pada budget yang disediakan perusahaan. Pertimbangkan juga untuk mengeluarkan biaya sendiri bilamana dibutuhkan. Investasi dalam pelatihan pasti akan membuahkan hasil yang nyata.

Keempat, terus memperbaharui ilmu dan berita perkembangan industrinya. Jangan hanya terbenam dengan pekerjaan dan lupa melihat perkembangan profesi maupun industri di luar tempat kita bekerja. Hal ini memang tidak ada di job desc kita, tetapi inilah yang membedakan kita dengan yang lain.

Kelima, kembangkan network yang Anda miliki, baik di dalam maupun luar perusahaan. Kita memang tidak tahu kapan network yang dimiliki akan bermanfaat dalam perkembangan karier kita, tetapi memiliki network yang baik tidak pernah merugikan kita.

Management career track

Ada beberapa hal yang perlu kita lakukan bila ingin sukses menaiki tangga karier dalam organisasi.

Pertama, kita perlu belajar berkomunikasi asertif. Bagaimana mengungkapkan pendapat tanpa menyakiti hati orang dan mampu mempersuasi orang agar “membeli ide” kita. Hal ini pun berlaku dalam berkomunikasi dengan atasan untuk mendapatkan posisi yang lebih besar tanggung jawabnya.

Kedua, berani menerima tantangan pekerjaan yang lebih besar. Sesekali kita bisa menggantikan peran atasan di suatu rapat tertentu atau pertemuan lainnya. Ini yang sering disebut shadowing. Tunjukkan pada atasan bahwa Anda reliable sehingga ia pun tidak ragu untuk mendelegasikan tugas yang lebih besar.

Ketiga, banyak orang bersikap negatif terhadap politik kantor. Padahal, ini bisa sesederhana menjalankan tata krama yang baik, yang kita menjaga kesantunan berkomunikasi, bersikap responsif, dan tanggap terhadap kebutuhan orang lain.

Dari sini, kita bisa membedakan dengan jelas orang yang taktis merancang kariernya dengan mereka yang menyia-nyiakan waktu serta energinya dengan hanya berharap orang lainlah yang menentukan nasibnya. Own it and challenge yourself. You’ll never know where you’ll end up.

 

Eileen Rachman & Emilia Jakob

EXPERD

HR Consultant/Konsultan SDM