Dulu sampai lewat pukul 9 malam sekalipun, masih banyak lampu menyala terang menunjukkan masih adanya aktivitas di balik jendela-jendela itu. Namun, sekarang, kita lihat kebanyakan kantor sudah mematikan lampunya pada jam-jam tersebut. Banyak perubahan yang terjadi dalam masa hampir 2 tahun ini. Ada yang memperkecil kantornya, baik area fisik maupun sumber daya manusianya, untuk dapat terus bertahan. Namun, ada juga yang bisnisnya terus berkembang pada masa pandemi ini sehingga mereka terus merekrut.
Ketika membahas kemungkinan untuk bekerja kembali di kantor, mereka pun kebingungan karena ternyata jumlah karyawan yang dimiliki selama masa bekerja di rumah ini sudah melebihi kapasitas ruangan fisik yang dimiliki di kantor. Tidak terbatas masalah ruangan fisik, ada juga yang bertanya apakah kita memang siap untuk mengubah gaya bekerja kita lagi seperti masa sebelum pandemi dulu di tengah kenyamanan bekerja dari rumah (WFH) yang sudah kita rasakan ini.
Pimpinan perusahaan juga mengalami kebingungan karena di satu sisi harus menjaga kesehatan setiap karyawan yang juga sudah mulai terampil bekerja jarak jauh. Namun, di sisi lain, tetap membutuhkan central hub, alamat, dan headquarter kantor. Di sinilah kita perlu dengan cermat membuat strategi kantor masa depan dengan juga memperhitungkan penghuni kantor yang nantinya didominasi oleh gen Z yang memiliki konsep berkantor berbeda dengan para seniornya generasi baby boomers.
Kriteria kantor masa depan
Mengingat penghuninya yang akan berbeda preferensi, kebiasaan, serta penguasaan teknologi, fungsi kantor masa depan ini akan berubah juga. Kita sudah mengalami perubahan lay out kantor, dari masa-masa yang kaku terkotak-kotak dengan adanya kubikel kemudian berubah menjadi open space yang orang bekerja tanpa penyekat lagi. Dengan perubahan pesat dipicu pandemi, kita terpaksa mengkaji ulang bagaimana merancang kantor yang cocok dengan keadaan dan kebutuhan kita. Yang jelas, kantor haruslah menjadi tempat yang kaya kolaborasi, mengakomodasi terciptanya hubungan antarkaryawan, dan kondusif untuk pelatihan serta rapat-rapat intensif yang dapat mengembangkan inovasi.
Dalam konferensi yang diselenggarakan oleh Webex sebuah perusahaan penyedia perangkat audiovisual, Zeus Kerravala sang analis mengemukakan bahwa kantor masa depan kurang lebih akan berbentuk seperti universitas. Banyak pekerjaan yang kita persiapkan di rumah dan kita bertemu muka di kantor secara fisik sekitar dua kali seminggu saja. Mau tidak mau, kita perlu mengganti konsep tentang meja yang dihuni oleh seorang karyawan yang sama, menjadi konsep hoteling atau hot desking, yaitu tempat tertentu bisa dipakai bergantian tergantung siapa yang membutuhkannya. Kita dapat memanfaatkan beberapa perangkat baru yang ada, seperti desk hub yang akan mempermudah pengorganisasian tempat duduk serta penjadwalan pertemuan-pertemuan yang efisien.
Setiap karyawan dapat memeriksa apakah ada tempat kosong untuk ia bekerja di kantor pada hari itu. Ia juga dapat melakukan pemesanan meja atau ruangan rapat jauh sebelum hari pelaksanaan sehingga ia dapat mengatur waktu bekerjanya dengan lebih efisien. Karyawan yang bekerja dari rumah pun perlu mengisi jadwal rapatnya dan memberi tahu cara ia akan berhubungan di rapat itu. Manajemen perusahaan juga dapat memeriksa apakah seorang karyawan memiliki keleluasaan dan dukungan untuk berkolaborasi, baik di kantor, di rumah, maupun di antara yang bekerja di kantor dan di rumah bersama-sama.
The collaboration platform
Mau bagaimanapun bentuknya kantor hybrid ini, yang penting ia perlu menunjang kolaborasi dan engagement karyawan. Setiap orang dapat duduk di depan layarnya, baik di rumah maupun di kantor, dan dengan mudah dapat mengirim pesan, bertemu, bertelepon, berbagi dokumen, dan berhubungan dengan mudah. Kegiatan bekerja di rumah dan di kantor perlu berintegrasi sampai seamless tanpa kendala.
Kantor harus memiliki fasilitas beyond video conferencing. Manajemen harus mempelajari betul kualitas komunikasi yang terjadi semenjak metode bekerja secara remote ini berkembang dan bagaimana dapat membangun infrastruktur yang efektif. Komunikasi yang terjadi harus diupayakan sealamiah mungkin, fatique free, dan menggali semua kapasitas berkolaborasi. Kata orang, the devil’s in the details. Setiap detail, sekecil apa pun, sangatlah penting karena akan membawa dampak yang berarti.
The remote first mentality
Banyak kantor yang sekarang berusaha untuk merancang desain kantor sekreatif mungkin untuk mendorong para karyawan agar senang datang ke kantor. Kantor dibuat dengan lay out mirip dengan kafe atau coworking space, yaitu karyawan memiliki kebebasan memilih pojokan agar bisa berdiskusi secara serius ataupun sekadar untuk mendapatkan privasi penuh.
Namun, kita perlu mengingat pentingnya seluruh karyawan mendapatkan berita terbaru seputar perkembangan perusahaan dari pengumuman yang biasanya kita tempel di setiap sudut kantor. Bagaimana memastikan kebiasaan untuk berbagi informasi dan memastikan bahwa proses penyebaran informasi mampu menjangkau seluruh karyawan yang berada di pelosok mana pun juga. Ingat: The future of work is remote.
Sentuhan “play”, kreativitas dan inovasi
Adanya kesempatan untuk merancang ulang lay out kantor juga memberi kesempatan kita untuk mengatur ruangan agar brainstorming, design thinking dan inovasi bisa tercipta. Suasana yang menarik ini bisa menjadi pelipur dan tense release bagi karyawan yang terpaksa bekerja dari jauh karena jarak rumah yang kurang efisien ataupun mempunyai kendala lain. Karyawan yang terpaksa harus beroperasi dari kantor pun akan merasa nyaman dengan situasi kantor yang tidak monoton ini.
Kebanyakan pimpinan perusahaan meramal bahwa untuk sebuah hybrid office, luas ruangan yang dibutuhkan akan berkurang. Meski demikian, membangun sebuah hybrid office sangat membutuhkan empati dan pengertian agar suasana baru yang mesra dan inovatif tetap terjaga.
Eileen Rachman & Emilia Jakob
HR Consultant/Konsultan SDM