Sumber daya alam Indonesia yang berlimpah tak terelakkan lagi. Ragam flora dan fauna pun tersebar di seluruh penjuru Nusantara. Tak terkecuali sosok unik, bucephalandra.

Menurut Doddy Ali Wijaya (30) yang menggeluti usaha budi daya tanaman, tren bucephalandra sebenarnya bukan berasal dari orang Indonesia meski tanaman tersebut sudah tumbuh di negeri sendiri sejak lama. Orang yang memopulerkannya ke dalam dunia aquatic adalah pria asal Jepang, Nakamoto. Namun, nama yang ia berikan pada waktu itu tidak berdasarkan nama scientific. 

Pehobi aquascape bisa jadi sudah cukup familier dengan bucephalandra. Nama tersebut diberikan karena bunga yang dihasilkan menyerupai bentuk tanduk sapi. Popularitas tanaman endemik Kalimantan ini semakin lama kian menanjak. Ia akan menjadi primadona baru, menggeser posisi anubias di hati para aquascaper.

Pada dasarnya, karakter bucephalandra mirip dengan anubias. Namun, bucephalandra merupakan tanaman yang memiliki warna perak metallic karena terdapat lapisan lilin di bagian permukaan. Ditambah lagi, Anda dapat mendapatkan warna yang beragam.

“Warna bucephalandra bisa bermacam-macam, misalnya cokelat, ungu, hijau, kuning, bahkan rainbow dalam satu pohon. Warna paling menarik adalah merah metallic. Ini tanaman unik. Jarang sekali ada tanaman yang warnanya bisa beragam dengan karakter yang “keras” dan tidak perlu perawatan rumit,” jelas Doddy yang memiliki lahan budi daya tanaman di bilangan Jakarta Selatan.

Doddy berharap masyarakat tidak mudah teperdaya dengan praktik sejumlah oknum asal negara lain yang bertindak curang. Misalnya saja, sempat terjadi kasus tanaman endemik Indonesia yang habitatnya dibakar, dibawa ke luar negeri, dan dikembangbiakkan di sana. Ironisnya, orang Indonesia sendiri justru harus membelinya di luar negeri. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya pelestarian dan pengawasan dari banyak pihak, tidak hanya mengandalkan pemerintah.

Lalu, bagaimana dengan proyeksi ke depan mengenai tren bucephalandra? “Sebagai perhitungan kasar, dua bulan terakhir, saya mengirimkannya ke luar negeri. Omzet yang diraup sudah lebih dari Rp 300 juta,” tutur Doddy. Lebih dari tiga tahun menekuni usaha budi daya tanaman, ia mampu menjalin relasi bisnis dari berbagai negara, di antaranya Hongkong, Thailand, Singapura, Australia, dan Amerika Serikat. [GPW]

foto: shutterstock