Trojan mobile banking (bank seluler) di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara terus meningkat. Pandemi Covid-19 yang mendorong masyarakat untuk melakukan pembayaran secara cashless menggunakan ponsel, menjadi salah satu penyebab meningkatnya jumlah serangan malware tersebut. Belum lagi ditambah minimnya pengetahuan sebagian masyarakat tentang pentingnya keamanan bertransaksi secara mobile.
Trojan merupakan perangkat lunak berbahaya yang dapat merusak sistem komputer, gawai, hingga jaringan internet. Selain merusak data, malware ini dapat mengambil informasi penting, seperti password dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan si korban, bahkan dapat mengendalikan korban karena hak aksesnya berhasil dicuri.
Trojan mobile banking dijadikan senjata oleh para pelaku kejahatan siber untuk mencuri dana langsung dari rekening mobile banking. Perangkat lunak berbahaya ini umumnya tampak seperti aplikasi keuangan resmi sehingga si korban atau pengguna mobile banking tidak menyadari kehadiran si penyelundup tersebut. Penyerang akan mendapatkan akses ke informasi pribadi ketika korban memasukkan kredensial saat mengakses rekening bank secara mobile.
Baca juga:
Meningkat
Perusahaan keamanan siber global Kaspersky mengungkap, terdapat peningkatan sebesar 60 persen serangan trojan mobile banking yang terdeteksi dan diblokir pada kuartal II-2021 di Asia Tenggara. Indonesia dan Vietnam merupakan dua negara dengan jumlah terbanyak insiden pada semester tahun ini.
Namun, secara global, kedua negara ini tidak masuk ke dalam 20 besar negara yang terkena dampak ancaman tersebut. Meski demikian, trojan mobile banking harus tetap diwaspadai demi keamanan finansial.
General Manager Kaspersky Asia Tenggara Yeo Siang Tiong menegaskan, pandemi Covid-19 telah banyak mengubah pola pembayaran masyarakat. “Kita hampir berada di tahun kedua pandemi yang dengan cepat mengubah adopsi pembayaran seluler terutama di Asia Tenggara yang kini menjadi lebih banyak dibandingkan sebelumnya. Sejak awal krisis kesehatan ini, survei kami menunjukkan mayoritas pengguna internet di wilayah ini telah mengalihkan aktivitas keuangan mereka secara daring, seperti berbelanja (64 persen) dan perbankan (47 persen),” jelasnya.