The size of your success is determined by the size of your belief -David J Schwartz

Percaya tidak percaya, pada zaman ini, kita masih sering menemui orang berjiwa kerdil yang tidak bisa terbuka terhadap pendapat orang lain. Mereka terus berkutat dengan pikiran-pikiran seputar dirinya sendiri dan menjadikan pengalaman dan pengetahuannya sebagai standar benar-salah. Mereka sulit membuka pikiran, menerima kritik sebagai masukan, apalagi berkeinginan untuk menjadi lebih besar dan lebih hebat lagi.

Teknologi sudah membuat kemungkinan manusia untuk berkembang menjadi tidak terbatas. Hal ini seharusnya juga mendorong kita mempertanyakan tentang potensi kita sebagai manusia. Banyak di antara kita yang merasa berjarak dengan teknologi, tidak sanggup mengikuti perkembangan teknologi yang demikian pesatnya.

Di sinilah kita sebetulnya perlu menyadari bahwa pemikiran kita tidak memiliki batas. Bagaimana kita melihat diri sendiri, lingkungan, bahkan prospek bisnis, tergantung pada persepsi kita sendiri. Namun, pada era disrupsi ini, kita harus bisa memvisualisasikan masa depan lepas dari persepsi tentang keterbatasan kita. Kita harus berpikir 100 persen positif dan optimistis dengan membuang semua prasangka dan kegalauan. Kita perlu meyakini mental power kita yang mampu menghasilkan beribu kemungkinan.

Kemampuan untuk think BIG adalah modal bagi kita untuk membuka banyak kemungkinan. The sky is the limit. Thinking BIG bukanlah berangan-angan membayangkan masa depan yang indah semata, melainkan lebih diarahkan untuk membebaskan diri kita dari segala penjara pikiran yang sebelumnya melingkupi diri kita. Berpikir cara ini memungkinkah kita untuk mengontrol hidup kita secara aktif.

Mendobrak “comfort zone”

Tidak ada individu yang menyangkal, berada di comfort zone adalah sesuatu yang nyaman. Namun, kita juga perlu menyadari, dinding zona ini akan semakin menebal dan mengurung kita sampai akhirnya membuat kita terjepit oleh kenyamanan dan tidak bisa keluar lagi. Thinking BIG mendorong kita untuk tidak puas dengan keberadaan kita. Kita memang harus hati-hati dengan gebrakan keluar dari comfort zone ini agar tetap realistis dan menginjak bumi. Oleh karena itu, think big perlu dibarengi dengan think right.

Menghadapi rintangan

Bayangkan kita sedang menaiki sebuah tangga. Tentunya kita berharap tangga tersebut membawa kita ke sebuah tempat yang kita harapkan. Namun, bagaimana bila ternyata tujuan akhirnya berbeda? Thinking big tidak bisa membawa kita kepada semua solusi. Kita tidak bisa berkutat dengan jalan yang itu-itu saja ketika kita menginginkan tujuan akhir yang luar biasa. Kita harus kreatif mencari jalan keluar lain. Jadi, tidak hanya think big, tetapi juga think differently. If the ladder is not leaning against the right wall, every step we take just gets us to the wrong place faster, kata Stephen R Covey. Kita harus tahu kapan kita harus mendorong terus untuk maju, kapan kita harus berhenti, berpikir dan berputar untuk mencari jalan lain.

“Thinking BIG in action”

Apakah ide besar menjamin kesuksesan atau sebenarnya kerja keras dan ketekunan yang lebih berperan?

Kita memang harus bisa menggambarkan masa depan yang diimpikan sehingga memiliki alasan yang kuat mengapa ingin meraihnya. Selanjutnya kita perlu membuat langkah-langkah praktis untuk meraihnya. Kita harus ingat, pola pikir besar tidak berarti selalu harus membuat langkah-langkah raksasa. Tidak ada sesuatu pun yang menjadi besar tanpa ada langkah demi langkah yang konsisten dan berkesinambungan. Yang penting, kita harus bisa terus menjaga fokus terhadap distraksi yang mungkin timbul sepanjang perjalanannya. Kita perlu mengombinasikan pola pikir thinking big, thinking right, dan thinking differently untuk mulai mengejawantahkan apa yang kita angan-angankan ini.

Hal penting selanjutnya adalah mengambil langkah pertama. Lao Tzu mengatakan, “The journey of a thousand miles begins with a single step.” Tidak ada gunanya kita memiliki ide dan rencana yang baik tanpa implementasi. Jangan takut salah. Peliharalah sikap pembelajar. Berani melakukan eksperimen dan tidak takut gagal.

“Intelligence is not everything, attitude counts”

Kita sudah berusaha think BIG. Namun, hal yang juga sangat penting adalah bagaimana pengetahuan yang kita miliki dapat dimanfaatkan. Bagaimana kita belajar lebih lanjut mengembangkan circle of competence kita. Banyak contoh kita mendapati orang-orang yang pintar, tetapi tidak memanfaatkan buah pikirannya secara optimal. Sementara itu, orang yang sukses bisa saja tidak terlalu cerdas, tetapi secara sadar mengembangkan sikap positif dalam dirinya.

Kita juga perlu waspada terhadap pemikiran negatif dari orang di sekitar. Kita memang perlu mendengar masukan orang lain, tetapi perlu mencernanya dengan baik dan memasukkannya ke dalam perspektif secara tepat sebelum mengambil keputusan. Sekali sudah mengambil keputusan untuk maju terus, jangan biarkan energi negatif menarik kita ke belakang.

Jangan lupa memperluas jejaring sosial kita. Dari orang lain, kita bisa belajar banyak, bisa mengetahui apa yang terjadi, bisa melihat dari sisi perspektif yang berbeda dengan yang kita miliki. Network is power, utilize it. Dengan banyak mendengar, kita bisa belajar dari pengalaman orang lain sehingga tidak memulai suatu ide dari mentah. Charlie Munger, pengarang The Complete Investor mengatakan, ”I don’t believe in just sitting down and trying to dream it all by yourself. Nobody’s that smart”. Orang-orang dalam jejaring kita, bukan saja memberi informasi tetapi juga bisa menginspirasi kita untuk memiliki pandangan yang lebih jauh dan lebih luas.

Semangat think BIG, ukur kemajuan, cari dan berani menerima masukan, kenali dan antisipasi titik-titik kegagalan, serta susun strategi pembenahannya. Adapt, then correct.

Eileen Rachman & Emilia Jakob

EXPERD

HR Consultant/Konsultan SDM