Seberapa sering Anda mengikuti rapat secara daring yang para peserta rapat enggan menampilkan wajahnya dengan berbagai alasan? Ada yang beralasan karena jaringan yang kurang kuat, ada juga yang mengatakan karena sedang mengikuti rapat lain yang berjalan secara paralel. Selain itu, bisa juga karena ia merasa penampilannya saat itu kurang pas untuk ditampilkan di depan kamera.

Pada era modern dengan teknologi sudah mendominasi komunikasi dunia digital bahkan kehidupan sosial, bagi sebagian orang, tata krama dan etiket bisnis itu sudah tidak berlaku ketat seperti dulu. Dengan gaya bekerja work from home ataupun hibrida dan remote seperti ini, bisa jadi standar penampilan kerja memang sudah tidak seketat dulu lagi. Kita terbiasa bekerja dengan busana yang lebih santai, bahkan sering juga ada yang hanya formal bagian atas sementara bawahnya memakai pakaian rumah.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pun mengatakan, aturan berpakaian saat ini tidak seketat dulu lagi. Individu bisa lebih bebas mengeskpresikan gaya pribadinya dalam pertemuan-pertemuan bisnis. Namun, apakah suasana kasual ini dapat menghapus berlakunya etiket?

Rupert Wesson, seorang ahli etiket mengatakan, kita secara otomatis akan melakukan penilaian kepada pihak lain dalam tujuh detik pertama pertemuan. Hal ini ternyata juga berlangsung dalam dunia daring. Bagaimana kesan Anda pada mereka yang tidak membuka kamera dalam rapat daring dengan Anda, padahal kehadiran Anda di sana karena undangan dari mereka?

Apa kesan Anda terhadap pesan yang ditulis dengan huruf kapital dan dengan penekanan ditebalkan (bold)? Bagaimanapun juga impresi yang kita timbulkan pada orang lain akan sangat berpengaruh pada interaksi–interaksi kita selanjutnya. “Politeness and consideration is like investing pennies and getting dollars back,” kata Thomas Sowell.

Bob Hogan dalam mengembangkan inventori kepribadiannya menemukan bahwa yang lebih penting dalam interaksi di dunia kerja adalah gambaran diri kita sebagaimana yang terlihat dan dipahami oleh orang lain, yang biasa kita sebut dengan reputasi. Dibandingkan dengan gambaran diri menurut pandangan diri sendiri yang biasa kita kenal dengan sebutan identitas.

Orang akan bersikap kepada kita berdasarkan pemahaman mereka mengenai diri kita. Bila kita dikenal sebagai orang yang keras, orang mungkin akan lebih tertutup atau menjaga jarak dengan kita apalagi kalau ada permasalahan. Meski kita mungkin menganggap diri kita adalah orang lemah lembut yang hanya ingin bersikap tegas sesekali. Hal ini berarti bahwa kesan yang kita berikan kepada orang lain adalah sesuatu yang memang sangat penting dan dapat menunjang kesuksesan kita dalam berhubungan dengan pihak lain.

Beretiket di dunia daring

Seperti halnya pertemuan tatap muka ketika orang dinilai dengan sikap tubuh yang ia tampilkan, cara dia dalam memberikan perhatian pada orang lain, demikian pula dalam dunia daring. Memang dalam dunia daring, interaksi yang terjadi bisa saja lebih banyak lewat tulisan. Untuk itu, kita memang perlu memperhatikan gaya penulisan kita lewat komunikasi-komunikasi daring dengan lebih saksama untuk menghindari kesalahpahaman.

Jawaban singkat seadanya setelah pihak lain menuliskan pesan dengan panjang lebar dan lengkap, dapat menimbulkan kesan Anda tidak menganggap penting pesan atau bahkan diri si penulis. Apalagi menunda-nunda memberikan respons sementara Anda terlihat online terus. Bisa jadi Anda memang sedang sibuk. Namun, karena mereka tidak mungkin bisa mengetahuinya karena tidak berada dalam satu area bekerja, sebaiknya Anda memberikan respons singkat bahwa Anda sedang sibuk dan berjanji menanggapi saat Anda sudah lebih lowong. Memenuhi janji juga merupakan bentuk komitmen diri dan respek Anda terhadap pihak lain.

Penggunaan penekanan tulisan yang tidak pada tempatnya seperti huruf kapital, ditebalkan, atau kata bergaris bawah juga dapat menimbulkan kesan kasar kepada pihak lain. Penggunaan emoticon pun perlu diperhatikan dengan baik untuk menghindari kesalahpahaman.

Kita perlu memastikan terlebih dahulu konteks dari tulisan itu, makna dari emoticon yang digunakan, dan tingkat kedekatan hubungan kita dengan pihak lain dalam komunikasi bisnis ini. Yang paling aman adalah selalu memulai dengan tingkat formalitas yang paling tinggi sambil melihat respons lawan bicara kita untuk menyesuaikan sejauh mana kita dapat menurunkan formalitas itu.

Mengingat intensitas komunikasi daring ini semakin luas dalam interaksi kita sehari-hari, tidak jarang kita pun sesekali melemparkan lelucon dalam komunikasi daring ini untuk lebih mengakrabkan suasana. Pastikan bahwa lelucon yang kita sampaikan tidak ditangkap dengan cara yang berbeda oleh pihak lain. Boleh saja kita juga menambahkan penjelasan “hanya bercanda lho” untuk memastikan pihak lain tidak salah tangkap.

Pada dasarnya etiket dalam dunia digital ini memang terus berubah seiring dengan perubahan teknologi ini sendiri. Sebelum hadirnya ponsel, kita mengharapkan email-email dibalas dalam hitungan hari kerja. Namun, dengan kehadiran ponsel ketika orang dapat mengakses email dari mana saja, kita mengharapkan balasan yang lebih cepat.

Di masa sekarang ketika fitur pada aplikasi media komunikasi seperti Whatsapp semakin canggih, “pesan tidak tertulis” adalah bila kita ingin pesan dibalas dengan lebih cepat, silakan dikirim melalui aplikasi media komunikasi ini karena orang mulai jarang memeriksa e-mail-nya.

Perkembangan keamanan siber pun turut memengaruhi etika dalam dunia digital ini. Bila dulu kita dengan mudah menayangkan foto segala aktivitas kita bersama dengan teman maupun keluarga, saat ini kita menjadi lebih berhati-hati karena bisa saja menimbulkan dampak berbahaya bagi orang lain pada masa mendatang. Untuk itu, permintaan izin sebelum menayangkan hal-hal terkait orang lain tetap perlu kita lakukan.

Dengan segala perubahan yang terus terjadi, yang terpenting dalam memperhatikan etiket dunia digital adalah kepedulian dan perhatian pada pihak lain. Oleh karena itu, bukan menghapalkan aturan-aturan yang mungkin membuat kita terlalu kaku, melainkan lebih pada memahami prinsip-prinsip dasar dalam membangun hubungan yang humanis.

Manners are a sensitive awareness of the feelings of others. If you have that awareness, you have good manners, no matter what fork you use–Emily Post.

Eileen Rachman & Emilia Jakob

EXPERD

CHARACTER BUILDING ASSESSMENT & TRAINING

Baca juga:

Keterampilan Memimpin adalah Keterampilan Nonteknis