Sejak masa remaja, ia dilepas oleh orangtuanya untuk bereksplorasi mencoba segala kemungkinan. Kesuksesannya tidak hanya disebabkan ia pekerja keras, tetapi juga karena ia memang pembelajar. Sampai saat ini, walaupun sudah memiliki puluhan ribu karyawan, ia tetap bertemu dengan mitra-mitra bisnisnya dan melakukan networking secara teratur.
Ketika beliau lengser dari kegiatan-kegiatan operasional, mulai terlihat kepincangan keterampilan dan pengetahuan dari para penerusnya. Para manajer, bahkan level direktur sekalipun, tidak bisa mengimbangi kepiawaian beliau dalam mengendalikan perusahaan dan beragam hal teknis yang biasa ia lakukan. Perusahaan memang berusaha untuk mencari pengganti yang sudah berpengalaman, tetapi tetap saja kesenjangan pengetahuan antara beliau dan para suksesornya sangat jauh.
Ini bukan terjadi pada perusahaan ini saja. Berbagai organisasi, baik swasta maupun pemerintahan, kesulitan untuk menurunkan kepiawaian para begawan senior kepada para bawahan. Padahal, beragam pelatihan sampai pendidikan formal pun sudah diberikan kepada para yuniornya, lengkap dengan beragam fasilitas terbaru dan interaktif agar transfer ilmu dapat dilakukan dengan santai tetapi lancar.
Ternyata, ilmu yang didapatkan melalui pengalaman, diskusi dengan pelanggan, trial and error yang tidak tercatat dan tetap tersimpan di benak pelakunya dan kadang bahkan tidak disadari adalah aset yang sangat berharga dan sering disebut sebagai tacit knowledge. Sementara itu, ilmu yang kita dapatkan di universitas, yang sudah diuji coba, disahkan melalui berbagai eksperimen, dituangkan dalam jurnal maupun buku-buku sebagai teori yang sudah sah untuk dipelajari, dan dijamin kebenarannya kita sebut sebagai explicit knowledge.
Di dalam praktiknya, penggunaan pengetahuan yang eksplisit saja tanpa adanya pengolahan dari pengetahuan tacit, tidak memberikan value adding. Semua orang bisa mendapatkan pengetahuan eksplisit dan melakukan hal yang sama dengan kita, sementara pengetahuan tacit sangat tergantung pada pengalaman dan persepsi para pemiliknya yang karenanya dapat memberikan nilai yang berbeda-beda tergantung bagaimana kita mengolah pengetahuan tersebut. Tacit knowledge is intangible knowledge acquired from experience and insight.
Masalahnya, tacit knowledge terletak pada individu masing-masing yang sering sekali tidak menyadari bahwa apa yang dialaminya sangat berharga untuk diberikan kepada orang lain sebagai pembelajaran. Banyak orang menyebutnya sebagai It’s what we know that we don’t know. Biasanya, pemegang tacit knowledge perlu didorong dengan pertanyaan-pertanyaan seperti “tolong sebutkan tiga strategi kunci Anda dalam berjualan”. Di situlah ia baru menyadari bahwa ia memiliki kekhasan yang membedakannya dengan orang lain dan hal tersebut akan sangat bermakna bila ia ingin membantu orang lain sesukses dirinya.
Pentingnya tacit knowledge
Tacit knowledge adalah kemampuan praktis dan intuitif seseorang untuk memecahkan masalah, berinovasi, dan membuat keputusan-keputusan yang cerdas. Bisa kita bayangkan bila suatu organisasi diisi oleh orang yang hanya menguasai teori, tidak kuat dalam praktik ataupun pengalaman.
Perusahaan juga perlu berhati-hati ketika seorang pemegang tacit knowledge meninggalkan perusahaan atau sudah tidak berfungsi lagi, sementara seluruh pengalaman hanya tersimpan di benaknya dan tidak pernah dibagikan kepada siapa pun dalam organisasi sehingga tidak bisa dimanfaatkan lagi.
Biasanya, perbaikan sistem dan prosedur dilakukan karena penyesuaian dalam praktik kerja. Namun, bila hal ini tidak tercatat dan hanya diketahui oleh individu yang melakukan modifikasi, suatu saat pengetahuan tersebut akan hilang dan kehilangan jejaknya.
Cara membagikan tacit knowledge
Karena tacit knowledge sering tidak disadari oleh si empunya, dibutuhkan strategi yang lebih terstruktur untuk membantu proses transfer antara pemilik pengetahuan dan rekan-rekan kerjanya. Ada perusahaan konsultan dunia yang membuat program makan siang antara para pensiunan dan talent di perusahaannya, membiarkan mereka mengobrol tanpa bisa mengontrol apakah terjadi perpindahan pengetahuan atau tidak. Inilah yang sering disebut sebagai socially constructed learning, yang akan terjadi pertukaran pengetahuan dan tumbuhnya ide-ide baru sebagai hasil sharing dan obrolan informal.
Strategi lain adalah yang sering disebut sebagai working out loud. Strategi ini biasa kita lihat dilakukan oleh para ahli bedah di ruang operasi ketika mengajarkan kepada para yuniornya apa yang sedang ia lakukan. Narasi-narasi ini tidak mungkin ada di buku teori mana pun.
Kita sering tidak menyadari bahwa perusahaan yang sukses adalah mereka yang berhasil mengumpulkan cerita-cerita seputar praktik perusahaan, memberi konteks pada fakta-fakta yang ada sehingga interpretasinya pun menjadi lebih kaya dan membuat informasi informal tersebut bertransformasi menjadi pengetahuan yang siap diakses oleh mereka yang membutuhkan.
Hal lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan evaluasi intensif seusai pelaksanaan proyek, sehingga lesson learnt terhadap semua kesalahan, perbaikan, dan kesuksesan bisa dicatat. Dengan demikian, perusahaan dapat mengumpulkan studi-studi kasus yang bisa diinventarisasi dan diteliti untuk menjadi bahan pembelajaran pada kemudian hari.
Jadi, bila ingin membentuk organisasi yang smart dengan bobot pengetahuan yang kuat, kita perlu memiliki sasaran yang jelas bahwa kita akan melakukan knowledge management yang terstruktur dengan cermat, mengembangkan atmosfer belajar yang nyaman, mengimplementasikan prinsip-prinsip mentoring, dan mempromosikan bahwa practice intelligence itu penting dan sangat bermanfaat untuk membawa perusahaan menjadi yang terdepan.
Eileen Rachman & Emilia Jakob
EXPERD
HR Consultant/Konsultan SDM
Baca juga: Membangun Kecerdasan Emosional Pemimpin