Pada masa perjuangan, Indonesia memiliki banyak pahlawan wanita. Mereka turut berkontribusi memajukan Indonesia sesuai dengan keahliannya. Tak hanya itu, bahkan dari mereka turut menginspirasi perempuan lainnya.
Salah satu tokoh perempuan yang terkenal dengan keahlian jurnalistiknya adalah Surastri Karma Trimurti. Kisahnya ini pun diceritakan dalam siniar Tinggal Nama spesial biografi bertajuk “S.K. Trimurti: Tulisan Bersenjata” di Spotify.
Kehidupan Awal SK Trimurti
Trimurti lahir pada 11 Mei 1912 di Desa Sawahan Boyolali, Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah. Kedua orangtuanya merupakan abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta. Oleh sebab itu, ia pun disekolahkan di Tweede Inlandsche School (TIS).
Setelah lulus dari TIS, ia pun melanjutkan pendidikannya ke sekolah guru perempuan atau Meisjes Normaal School (MNS) atas keinginan ayahnya. Lulus dari MNS dengan hasil memuaskan memacu Trimurti untuk memulai karier mengajarnya. Mulai dari sekolah di daerah Solo hingga Banyumas pun ia jalani.
Di daerah Banyumas, Trimurti pun mulai mengenal dunia organisasi. Pada masa itu, perempuan masih dianggap tabu untuk mengikuti aktivitas ini. Namun, setelah lama berkecimpung, ia tak setuju dengan stereotip itu. Ia bahkan menolak aturan yang ada di dalam keluarganya.
Baginya, seorang perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki untuk bersosialisasi dan berpendidikan. Oleh sebab itu, sembari mengajar, ia pun aktif mengikuti berbagai rapat yang diadakan oleh organisasi Budi Utomo cabang Banyumas.
Terinspirasi dari Soekarno
Pendiriannya ini pun semakin dipertegas ketika Soekarno mengadakan rapat Partindo (Partai Indonesia) di Purwokerto. Sebagai perempuan muda yang haus akan pengetahuan, Trimurti mengikuti rapat itu.
Di sana, pidato Soekarno yang berisi seputar antikolonialisme memengaruhi jiwanya hingga akhirnya perempuan itu memilih bergabung dengan Partindo cabang Bandung. Namun, tentu saja keputusannya itu ditentang habis-habisan oleh keluarganya.
Meskipun begitu, ia tetap teguh pada ideologinya dan akhirnya menetap di Bandung. Sembari belajar politik, Trimurti juga bekerja sebagai guru di sekolah swasta pimpinan Sanusi Pane bernama Perguruan Rakyat.
Bersamaan dengan itu, keluarlah peraturan dari pemerintah Belanda yang berisi larangan untuk mengadakan rapat. Larangan ini tak dihiraukannya, Trimurti justru dengan lantang menjadi pembicara di suatu rapat umum.
Oleh karena peristiwa itu, Trimurti akhirnya diinterogasi dan diawasi pergerakannya oleh polisi Belanda. Perjuangan Partindo pun meredam ketika Soekarno di penjara. Akhirnya, Trimurti memutuskan untuk kembali ke orangtuanya di Klaten.
Tetap Teguh dan Semakin Membara
Setelah insiden itu, Trimurti beralih karier ke jurnalistik. Ia bahkan dikenal sebagai wartawan kritis. Saat menulis, ia pun menggunakan nama samaran untuk menghindari penangkapan oleh pemerintah kolonial.
Selama karier jurnalistiknya, Trimurti bekerja di sejumlah surat kabar Indonesia, termasuk Pesat, Genderang, Bedung, dan Pikiran Rakyat. Ia menerbitkan Pesat bersama suaminya, Sayuti Melik. Namun, ia ditangkap dan disiksa saat pendudukan Jepang karena tetap mengoperasikan Pesat.
Setelah Indonesia merdeka, perempuan ini diangkat sebagai Menteri Tenaga Kerja pertama di bawah Perdana Menteri Amir Sjarifuddin. Ia menjabat tahun 1947 hingga 1948. Selain itu, ia juga aktif sebagai eksekutif di Partai Buruh di Indonesia karena lantang dalam memperjuangkan hak-hak pekerja.
Pada 1950, Trimurti ikut mendirikan Gerwis, sebuah organisasi perempuan Indonesia, yang kemudian berganti nama sebagai Gerwani.
Namun, akhirnya ia meninggalkan organisasi pada tahun 1965 dan menempuh pendidikan ekonomi di Universitas Indonesia saat usianya 41 tahun. Di saat yang bersamaan, Trimurti ditawarkan sebagai Menteri Sosial. Namun, ia menolak.
Perjuangannya pun tak berhenti di situ, pada tahun 1980, Trimurti turut serta dalam aksi memprotes Soeharto. Ia turut serta sebagai anggota dan penandatangan Petisi 50 karena Soeharto telah menyalahgunakan Pancasila terhadap lawan politiknya.
Dengarkan kisah hidup inspiratif para tokoh perjuangan Indonesia lainnya hanya melalui siniar Tinggal Nama di Spotify. Meskipun kini mereka hanya tinggal nama, namun perjuangannya akan selalu membekas di benak kita.
Ikuti juga siniarnya agar kalian tak tertinggal tiap episode terbarunya! Akan ada banyak cerita-cerita menarik yang bisa kalian dengarkan sambil beraktivitas.
Penulis: Alifia Putri Yudanti dan Ikko Anata