Salah satu pertanyaan yang kadang sulit dijawab adalah masalah pernikahan, terutama menyangkut usia menikah. Negara menyatakan bahwa setidak-tidaknya, baik laki-laki maupun perempuan yang akan menikah, harus menginjak umur 19 tahun.

Oleh karena itu, tidak boleh lagi ada paksaan atas anak di bawah umur, apalagi dijodohkan atau pernikahan dini untuk kepentingan orangtua. Akan tetapi, menikah bukan hanya terkait usia. 

Kali ini, siniar Obrolan Meja Makan bertajuk “Tanda Kamu Siap Menikah” dengan tautan akses dik.si/OMMSiapNikah mengangkat topik pernikahan yang merupakan tonggak penting dalam perjalanan hidup manusia. Adapun episode ini dapat diakses melalui tautan berikut.

Pasalnya, pernikahan tidak sebatas sepasang kekasih yang diresmikan, tetapi juga ada kaitannya dengan budaya, agama, hukum, dan terutama persetujuan untuk hidup bersama.

Persetujuan hidup bersama ini juga mengandung konsekuensi dan tanggung jawab. Akan tetapi, bagaimana mengetahui kita sudah siap menikah? Berikut ini, empat indikasi bahwa kita siap menikah.

  • Jangan Mencari Kesempurnaan

Kita harus memahami ketidaksempurnaan pasangan secara menyeluruh, seperti akan pada suatu saat pasangan kita menjengkelkan dan perilakunya tidaklah rasional. Kita juga harus mau memahami adanya perbedaan pendapat dan pemikiran dalam suatu pernikahan.

Bila ada suatu konflik atau masalah, kita harus bisa menyelesaikannya dengan kepala dingin. Untuk itu, penting bagi pasangan suami istri untuk memiliki sifat kedewasaan dan kebijaksanaan dalam sebuah pernikahan.

  • Berhenti Menjadi Seseorang yang Ingin Selalu Dipahami

Sebuah kesalahan dalam pemikiran bila seseorang yang kita nikahi akan selalu ada dan memahami apa yang kita rasakan dan mau. Itulah mengapa perlu adanya komunikasi yang baik antara kedua belah pihak.

Dalam sebuah hubungan, tidak ada kata menang-kalah. Bila masih berpikir demikian, bukan tidak mungkin hanya akan ada masalah dan kerumitan yang menunggu. Kita juga tidak boleh menyalahkan pasangan bila dirinya melakukan kesalahan atau lalai melakukan pekerjaan rumah.

Selain itu, dalam pernikahan, perlu adanya pemahaman atas latar belakang pasangan dan relasinya dengan keluarga besar, agama, dan lingkungan sekitar. Ini karena faktor-faktor tersebut akan memengaruhi pola hidup yang baru akibat pernikahan.

Selain itu, ada satu hal yang selalu membingungkan manusia, khususnya dalam hubungan antarpasangan, yaitu cinta. Kadang kala juga kita hanya ingin dicintai, tetapi selalu berkata tidak siap di kala harus mencintai.

Bila dalam pernikahan atau hubungan hanya ingin dicintai, tentunya ada sesuatu yang salah pada hubungan tersebut. Karena dalam sebuah hubungan haruslah bersifat timbal balik, bukan satu arah.

Konsep “mencintai” di sini bukanlah memberi hadiah yang serba mahal atau memanjakan, melainkan adanya perhatian dan mencoba untuk memahami satu sama lain. Kemudian, setiap pasangan yang menikah juga harus mampu untuk mencintai anaknya.

Sebagai orangtua, tidaklah bijaksana bila memaksakan kehendak atau menanamkan ambisi kepada sang anak. Anak memang tidak akan ada bila orangtua tidak menikah, tetapi anak juga memiliki kehidupannya sendiri.

  • Hubungan Intim dan Cinta adalah Sesuatu yang Berbeda

Secara hukum dan agama kedua pasangan telah sah menikah dan memiliki hak untuk berhubungan intim. Akan tetapi, hal itu bukanlah yang utama dan bukan berarti cinta.

Ini karena bisa saja hubungan seks timbul berkat adanya nafsu dan kebutuhan biologis yang harus dipenuhi. Sementara itu, cinta dalam pernikahan melingkupi persahabatan, menikmati waktu bersama, berusaha ada untuk satu sama lain, dan tak lekang oleh menuanya penampilan. Dengan demikian, jangan menyamaratakan antara hubungan intim dan cinta dalam pernikahan.

Dengarkan informasi selengkapnya seputar menghadapi kekerasan dalam rumah tangga, perasaan berduka, dan persoalan rumah tangga hanya dalam siniar Obrolan Meja Makan. Akses sekarang juga episode “Tanda Kamu Siap Menikah” melalui tautan dik.si/OMMSiapNikah.

Oleh: Zen Wisa Sartre dan Ristiana D Putri