Siapa yang tidak ingin mengenyam kesuksesan dan langsung pensiun pada usia muda? Namun, bagaimana dengan adanya krisis, disrupsi, dan perubahan terus-menerus dalam era VUCA ini? Tentunya jalan menuju sukses tidak mulus bagi semua orang. Itulah sebabnya banyak lembaga yang berusaha mengembangkan program coaching untuk membantu para talent meraih kesuksesan.
Pentingnya coaching
Proses coaching membantu kita untuk lebih bisa melihat diri sendiri, mengeksplorasi pilihan-pilihan baru, dan berani menerobos hambatan yang selama ini menghalang-halangi. Akan tetapi, ternyata banyak faktor yang dapat mengakibatkan tidak semua talent dapat menarik manfaat positif dari coaching ini. Mulai dari tidak adanya waktu yang tepat, biaya yang cukup tinggi, sampai pada tidak tersedianya coach kompeten yang dapat mengembangkan program yang cocok dengan kebutuhan talent.
Dalam situasi seperti ini, ada baiknya kita meninjau dan memperluas definisi coaching. Coaching tidak lagi sekadar sebuah kegiatan, tetapi juga menjadi suatu konsep pendekatan. Dengan mengambil konsep coaching sebagai suatu pendekatan, individu dapat mempelajari teknik-teknik yang digunakan oleh seorang coach dan membuatnya sebagai pilihan-pilihan untuk pengembangan dirinya sendiri.
Self-coaching is the skill of asking
Dalam pendekatan coaching, hal utama yang perlu dilakukan setiap coach atau calon coach adalah menguji pendekatan-pendekatan ini pada dirinya sendiri. Hal ini merupakan dasar dari pembenahan diri. Dengan pendekatan ini, self awareness kita akan meningkat dan kita pun merasa lebih self sufficient.
Self-coaching adalah kemampuan kita untuk mengajukan pertanyaan pada diri sendiri demi peningkatan self awareness dan pengaktifan reaksi-reaksi positif. Setiap orang sebetulnya dapat melakukan coaching pada dirinya sendiri, terlepas dari pengalaman dan keahliannya. Kita memang perlu berlatih untuk menyusun dan mengajukan pertanyaan pada diri sendiri. Dengan kesadaran hasil refleksi ini, tindakan kita dalam menghadapi tantangan akan diwarnai resilience dan kemandirian yang lebih besar.
Ada tiga keterampilan coaching yang perlu kita kembangkan, yaitu sebagai berikut.
Keterampilan pertama adalah self awareness: Self-awareness doesn’t arise by accident — we make it happen. Kita bisa memulainya dengan membuat mind map. Tuliskan semua tantangan kita dengan pertanyaan pertanyaan 5W 1H: what, when, where, who, why, dan how. Misalnya ketika ingin meningkatkan kualitas relasi interpersonal kita. Who, dengan siapa target yang kita inginkan untuk membina hubungan yang lebih baik. What, hal-hal apa saja yang bisa mengganggu relasi ini, apa kekurangan kita dalam berhubungan dengan orang lain. Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar ini saja, kita sudah memperdalam self awareness kita.
Langkah selanjutnya kita perlu membedakan antara intent dan impact. Misalnya, seseorang yang terus-menerus gagal mengubah cara bekerja anak buahnya agar lebih sistematis, perlu mempertanyakan apa intensi dirinya memberikan arahan tersebut dan apa dampak yang dirasakan oleh anak buahnya. Ternyata niat baiknya ini dirasakan sebagai beban oleh anak buahnya sehingga dikerjakan dengan berat hati. Ia perlu untuk mengganti pendekatannya dengan menunjukkan lebih jelas manfaat-manfaat yang dapat mereka peroleh ketika mereka bekerja dengan metode yang lebih terstruktur.
Keterampilan kedua adalah mengajukan pertanyaan. Banyak individu yang begitu mengajukan pertanyaan terasa menyudutkan atau “mengecilkan” orang lain . Di sinilah ia perlu berlatih untuk mengajukan pertanyaan efektif dan tetap berdampak positif baik pada orang lain dan juga pada dirinya sendiri. Gunakan metode 3O dalam pertanyaan ini:
O yang pertama adalah “open”, contohnya pertanyaan-pertanyaan yang dimulai dengan 5W 1H tadi. Pertanyaan terbuka ini biasanya dapat mengeksplorasi diri kita lebih lanjut. Misalnya: bila kita bertanya hal-hal apa yang membuat saya menyukai pekerjaan saya, ketimbang bertanya apakah saya menyukai pekerjaan saya, yang hanya memberikan jawaban antara iya atau tidak, pandangan kita terhadap perasaan kita pun menjadi lebih luas.
O yang kedua adalah “ownership”, mengingat bahwa yang paling mudah dikendalikan adalah diri sendiri, kita perlu membiasakan diri untuk menjadikan diri sendiri sebagai subyek perubahan. Misalnya dengan bertanya apa yang harus saya perbuat agar anak buah lebih rajin menepati deadline, ketimbang bertanya “mengapa anak buah tidak bisa menepati deadline, padahal sudah ditegur berkali kali.”
O yang ketiga adalah “one–at–a-time”. Kita tidak bisa membombardir diri kita dengan pertanyaan demi pertanyaan tanpa memberi kesempatan pada diri sendiri untuk mengelaborasi jawabannya. Prinsip coaching adalah elaborasi. Oleh karena itu, kita juga perlu bersabar untuk mengajukan pertanyaan pada diri sendiri dan memikirkan jawabannya.
Keterampilan ketiga adalah mendengarkan diri sendiri.
Pertanyaan yang diajukan harus dijawab sampai jelas melalui dialog yang seimbang. Bisa saja kita sendiri kaget dengan jawabannya karena terdapat hal-hal yang bertentangan dengan nurani sendiri ataupun kontradiksi antara jawaban yang satu dengan yang lain. Teruslah berdialog sampai menemukan atau mengerucutkan masalah yang kita hadapi.
Memperkuat kontrol diri
Bagian terbesar dari self coaching adalah kemampuan mendengar diri sendiri. Kita semua memiliki dua sisi nurani, yaitu inner critic dan inner coach.
Inner critic harus kita tanggapi, yang tidak benar boleh kita sanggah. Kita pun perlu mencerna terlebih dahulu inner coach kita sebelum bertindak.
Dalam berkarier, kita sering merasa tidak pasti dan gamang. Self coaching adalah kapabilitas untuk mengembalikan kontrol kita terhadap diri sendiri dan meluruskan arah karier kita. Keterampilan ini tidak pernah akan usang sampai kita tua karena semakin banyak tanya jawab kita lakukan pada diri kita, semakin tajam kita dalam mengenal diri kita sendiri.
Eileen Rachman & Emilia Jakob
EXPERD
HR Consultant/Konsultan SDM
Baca juga: Tacit Knowledge