Apakah kita membayangkan krisis ini akan usai seperti terbitnya matahari sesudah hujan badai yang parah? Beberapa ahli mengatakan, krisis tidak akan berhenti dengan cara seperti yang kita bayangkan. Bahkan, dari sejarah beberapa krisis yang lalu, akhir dari masa krisis ini adalah keadaan compang-camping yang sulit diperbaiki dalam waktu dekat.

Oleh karena itu, kita tidak bisa pasif menunggu krisis berakhir dan berharap akan muncul pelangi dengan sendirinya. Sekaranglah waktunya kita bangkit. Setiap orang perlu berdiri di atas keadaan dengan segala kekurangannya dan mulai menghidupkan semangat serta menjalankan organisasi.

Banyak restoran yang tadinya ramai pengunjung mengalami penurunan angka penjualan akibat kondisi pandemi ini. Bila semua karyawan hanya mengandalkan pimpinan untuk memutar otak bagaimana agar restoran ini bisa tetap bertahan, perkembangan perusahaan pasti berjalan lambat sehingga tidak tertutup kemungkinan karyawan terancam PHK atau dirumahkan.

Semua orang harus berkontribusi memikirkan jalan lain, entah itu berjualan makanan beku, memanfaatkan platform-platform online, atau bahkan kalau perlu menjajakan produk mereka di pinggir jalan demi keberlangsungan usaha yang menjadi periuk nasi mereka ini. Kita tidak bisa menunggu krisis ini mereda.

Tidak sedikit juga perusahaan yang mendapatkan kesempatan-kesempatan baru melalui jasa daring (online) yang sebelumnya tidak pernah mereka bayangkan walaupun tidak memiliki pengalaman yang canggih dalam digitalisasi. Semua karyawan perlu digerakkan untuk bisa berubah dan berkontribusi dalam memberikan layanan secara online, bahkan mulai membangun kekuatan baru.

Pada saat seperti inilah kekuatan mental kita benar-benar diuji. Banyak pelanggan yang mungkin juga mengalami kesulitan dalam bisnisnya berusaha menekan pengeluaran. Bagaimana kita dapat meyakinkan mereka agar tetap membeli produk kita. Ini benar-benar sebuah tantangan baru yang harus dipikirkan dengan saksama.

Dalam pandemi ini, revolusi virtual terus berjalan. Ada beberapa jalan yang tertutup, tetapi ada jalan-jalan baru yang bisa ditempuh. Bisnis kecil bisa menggunakan saluran virtual untuk pemasaran dan meraih pelanggan yang selama ini di luar jangkauan. Hal ini bahkan membuat kita berpikir, inilah berkah dari musibah yang melanda kita ini. Kita bisa berbisnis dari rumah dan memanfaatkan digitalisasi dengan optimal.

Cara memimpin dalam organisasi pun juga mengalami perubahan. Pemahaman terhadap purpose, nilai-nilai, dan empati sekarang ini menjadi kunci. Dalam setiap reinvention, seorang pemimpin perlu mengomunikasikan purpose perusahaan, mendefinisikan ukuran-ukuran keberhasilan, dan mencari cara agar situasi tetap win-win dalam kondisi yang menegangkan sekalipun.

The new normal sudah menjadi normal sekarang ini. Langkah-langkah persiapan pun senantiasa perlu kita lakukan; mulai dari mendengarkan pelanggan, berubah haluan bila diperlukan, belajar dari pelanggan, sampai mengukur keberhasilan.

Dalam kondisi krisis seperti ini, kekuatan kita tak lain adalah manusia. Semua pemikiran perlu dipertimbangkan, semua kepala harus berpikir. Di samping itu, komunikasi dalam organisasi perlu mempertimbangkan beberapa hal. Selain kita perlu sensitif terhadap kontribusi setiap individu dalam menghadapi krisis, ketulusan dan kejujuran satu sama lain juga perlu dijaga. Kitapun perlu mendengarkan aspirasi setiap individu agar komitmen memajukan perusahaan tetap terjaga.

Upayakan refreshment diri sendiri

Para pemimpin juga perlu bersikap strategis dalam mengeluarkan energi dan waktunya. Mereka juga manusia yang sama-sama memiliki waktu hanya 24 jam sehari sehingga perlu berfokus pada kegiatan-kegiatan yang mempunyai dampak yang lebih besar. Di dalam kelompok eksekutif, mindfulness sangat penting untuk dikembangkan. Ada beberapa hal yang dapat didiskusikan secara terbuka dengan rekan-rekan kerja.

● Apa yang Anda rasakan?
● Apa yang Anda butuhkan untuk menjaga semangat dan kegigihan?
● Apakah Anda membutuhkan pihak lain untuk menjaganya?

Kegiatan ini dimaksudkan, setiap orang seharusnya melakukan self healing bersamaan dengan upaya mencapai targetnya juga. Beroperasi di dalam dunia dengan kompleksitas yang sistemik, dengan krisis yang jamak seperti ini memang benar-benar perlu melakukan manajemen energi dan resilience sehari-hari.

Selain penyegaran energi dan mental, kita juga perlu menyegarkan cara pandang kita. Arena tempat kita berbisnis sudah berubah. Ada pelanggan yang sudah membuat kontrak, tetapi tiba-tiba merger sehingga kontrak yang ada pun dikaji ulang. Ada jasa-jasa kita yang mungkin sudah tidak menarik lagi buat pelanggan karena selera mereka sekarang pun berubah. Pihak ketiga seperti supplier, principal, juga bisa berubah keadaannya sehingga pendekatan mereka ke kitapun bisa berubah. Semua ini membuat kita perlu mengkaji kembali cara kita mengamati pasar dan mempertanyakan apa pilihan kita untuk menguasai arena baru ini.

Menjadi lebih humanis

Sudah hampir setahun, kita sama-sama berada dalam situasi krisis. Mungkin ada di antara anggota tim kita yang masih berharap masa-masa lalu untuk kembali. Namun, apakah kita memang mau kembali ke masa sebelum pandemi kemarin, dengan begitu banyak hal baru yang sudah kita pelajari dan membuat kita berkembang? Tidakkah kita sudah move on dan beradaptasi dengan kenormalan ini?

Kita memang perlu menjaga purpose dan kekuatan semangat seluruh organisasi agar terus menyala mengingat manusialah mesin penggerak utama organisasi.

Ada tiga hal yang bisa dilakukan organisasi yang lebih humanis.

● Melakukan intervensi dalam merekrut, mengembangkan, dan memberikan apresiasi.
● Mengembangkan sense of belonging dan meyakinkan, paham diversity dan inclusion dijalankan dengan benar.
● Melakukan tindakan-tindakan antisipatif agar kesehatan mental tetap terjaga.

Semoga dengan upaya seperti ini, perusahaan kita pun menjadi segar kembali.

Eileen Rachman & Emilia Jakob

EXPERD

HR Consultant/Konsultan SDM