Tentunya, hal ini berdampak pada kondisi mental kita. Teror yang dilancarkan akan membuat korbannya jadi penuh tanda tanya. Bahkan, korban pun akan mengalami perasaan cemas, takut, hingga trauma atas kejadian yang menimpanya.
Seperti ketiga tokoh dalam serial “Rubik” milik siniar Tinggal Nama episode “Sumpah!” dengan tautan bit.ly/TNRubikE4 yang mendapat teror digital mengerikan. Tak hanya itu, bahkan mereka pun juga diteror dalam bentuk mimpi dan barang.
Terorisme dalam Catatan Sejarah
Mengutip Britannica, istilah terorisme pertama kali diciptakan dari bahasa Prancis le terreur pada 1790 sebagai penggambaran aksi kaum revolusioner terhadap lawan mereka. Ini ditunjukkan oleh Maximilien Robespierre dari Partai Jacobin yang melakukan “pemerintahan teror” karena kerap melakukan eksekusi massal dengan guillotine.
Robespierre melakukan aksi itu secara brutal. Ia bahkan tega memenggal 40.000 orang yang menentang pemerintahannya.
Kemudian, pada pertengahan abad ke-19, terorisme mulai banyak dilakukan di Eropa Barat, Rusia dan Amerika. Banyak orang percaya aksi ini efektif untuk melakukan revolusi politik maupun sosial dengan cara membunuh orang-orang dalam pemerintahan.
Hal ini terlihat di Uni Soviet dan Jerman karena terdapat banyak kelompok anarkis, sosialis, fasis, dan nasionalis yang menentang pemerintahan Stalin dan Nazi. Selain itu, pada 1890, ada pula aksi terorisme Armenia yang melawan pemerintah Turki. Sayangnya, aksi ini berakhir dengan pembunuhan massal warga Armenia pada Perang Dunia I.
Kemudian, bentuk terorisme yang ditujukan untuk tokoh politik ini berubah. Pada tahun 1950-an, partai FLN (Front Pembebasan Nasional) di Aljazair mempopulerkan serangan acak yang mengarah ke masyarakat sipil. Hal ini dilakukan untuk memukul mundur pemerintah Prancis yang telah menjajah mereka selama bertahun-tahun.
Terorisme Masa Kini
Pada saat ini, aksi terorisme pun masih kerap menghantui masyarakat di seluruh dunia. Sebab, yang pelaku inginkan adalah rasa ketakutan khalayak luas. Bahkan, pelaku pun tak akan gentar jika mereka harus mengorbankan nyawanya.
Menurut Ganor (2003) terorisme modern tumbuh seiring dengan perkembangan senjata inovatif dan alat transportasi modern. Inovasi dalam teknologi senjata telah membuat senjata mematikan menjadi lebih kecil dan lebih portabel, namun lebih sulit untuk dideteksi.
Bahkan, bom bernama “Mother of Satan” dengan daya ledak luar bisa bisa diracik oleh orang awam sekali pun. Melansir MIC, bom ini terbuat dari TATP yang merupakan bahan peledak dengan sembilan atom yang terkandung dalam satu cincin.
Salah satu kasus yang diduga menggunakan bom jenis ini adalah ledakan di Polres Asta Anyar, Bandung. Aksi ini dilakukan oleh seseorang yang membawa bom bunuh diri di ransel belakang tubuhnya. Akibatnya, ada sebelas korban dalam peristiwa naas ini.
Selain itu, aksi terorisme semakin disokong dengan perkembangan teknologi, mulai dari media massa hingga platform komunikasi lainnya. Melalui berita, para pelaku teror berharap akan muncul rasa ketakutan di masyarakat. Kelengahan itu yang membuat para pelaku dapat memaksimalkan dampak dari operasi mematikan mereka.
Perkembangan teknologi juga membantu para pelaku untuk menyebarkan propaganda. Dalam serial Caliphate (2020) misalnya, para tokohnya berhasil terhasut bujuk rayu para teroris melalui video-video yang ditampilkan.
Lantas, bagaimana kelanjutan kisah Abigail, Giselle, dan Irish? Apakah mereka berhasil selamat dari rangkaian teror yang mengancam?
Temukan jawabannya dengan mulai mendengarkan serial “Rubik” episode “Sumpah!” dari siniar Tinggal Nama di Spotify!
Dengarkan juga kisah-kisah mencekam lainnya melalui playlist YouTube Medio by KG Media. Akses sekarang juga episodenya melalui tautan https://dik.si/TNRubikE4.
Penulis: Alifia Putri Yudanti dan Ikko Anata