Pergantian tahun baru adalah momen yang banyak dinantikan semua orang di seluruh dunia. Berbagai perayaan dilakukan seperti kembang api, meniup terompet, memasak barbeku, hingga mengadakan konser musik menghiasi sudut-sudut perkotaan dan desa. Tak dimungkiri, perasaan semangat untuk memulai kembali kehidupan pun muncul.

Salah satu perayaan kecil yang biasanya dilakukan adalah membuat to-do list untuk setahun penuh atau disebut resolusi tahun baru. Dilansir dari situs Cambridge Dictionary, resolusi tahun baru adalah janji yang dibuat pada hari pertama tahun baru dan dibuat oleh diri sendiri untuk memulai sesuatu yang baik atau berhenti melakukan hal-hal buruk.

Mengutip situs History, dalam lanskap sejarah, resolusi tahun baru pertama kali dibuat oleh bangsa Babilonia kuno pada 4.000 tahun silam. Resolusi yang disusun oleh masyarakat Babilonia kuno ini adalah janji-janji mereka kepada Dewa untuk menegaskan kesetiaan terhadap raja, membayar utang, atau mengembalikan barang-barang yang dipinjam ke sesama.

Sementara itu, di era modern ini, resolusi tahun baru merupakan janji yang berusaha ditepati bagi setiap individu yang merayakan. Banyak orang yang membuat resolusi tahun baru untuk dirinya sendiri dan berfokus untuk pengembangan pribadi.

Banyaknya resolusi tak membuat perjalanan dalam meraihnya mulus. Nyatanya, setiap tahun mayoritas orang gagal menjalani janji yang ironisnya mereka buat sendiri. Hal ini dibuktikan oleh studi yang dilakukan National Library of Medicine, sebanyak 80 persen resolusi tahun baru yang dibuat gagal dilaksanakan bahkan saat baru mencapai bulan Februari.

Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa resolusi tahun baru yang dibuat memiliki tingkat kegagalan yang tinggi. Kegagalan ini adalah suatu kesalahan yang ironisnya selalu terulang kembali. Meskipun begitu, kita dapat mengubahnya dengan memaknai setiap kesalahan dan bertekad untuk menjadi lebih baik lagi.

Untuk memahami akibat gagalnya melaksanakan resolusi tahun baru, seseorang haruslah memahami apa-apa yang menjadi faktor fundamental mengapa kegagalan itu terjadi. Baik itu secara psikologis, maupun secara perencanaan. Dengan memahami kegagalan, kita belajar dari kesalahan sehingga diharapkan resolusi tahun bisa tercapai.

Lantas, apa saja faktor fundamental dari gagalnya seseorang melaksanakan resolusi tahun baru?

Kesadaran Untuk Berubah Yang Belum Matang

Untuk memulai resolusi tahun baru, seseorang tidak hanya menyiapkan daftar, melainkan juga kesiapan mental dan kesadaran yang baik. Banyak orang yang sekadar menuliskan resolusi tanpa paham tantangan dalam diri sendiri.

Kathy Caprino, edukator kepemimpinan dan karier, menjelaskan dalam forbes.com, melaksanakan tujuan resolusi yang fantastis, tidak akan bisa dilakukan tanpa adanya perubahan cara berpikir yang positif. Apabila perubahan cara berpikir positif ini dilakukan, maka kita dapat mengonsistenkan diri dan berlaku positif terhadap resolusi yang sudah ditetapkan.

Selain itu, menurut Amy Morin, psikoterapis dan instruktur psikologi, dalam Psychology Today, terdapat lima tahap yang harus dilewati untuk mencapai perubahan dalam diri. Pertama, prakontemplasi. Tahap ini terjadi ketika kita menyangkal segala masalah yang menahan diri untuk berkembang.

Kedua, kontemplasi, yaitu berpikir seputar kelebihan dan kekurangan diri agar dapat menyesuaikan tujuan. Ketiga, persiapan. Setelah berpikir matang, kita kemudian berusaha menjalani perubahannya. Keempat, aksi, yang merupakan realisasi berupa tindakan-tindakan.

Sementara yang terakhir adalah tahap pemeliharaan. Selain kita melakukan perubahan, kita juga perlu merawat perubahan tersebut sehingga terbiasa secara jangka panjang. Dalam studi terbaru, terdapat tahap keenam yang disampaikan oleh Amy, yaitu pengulangan. Secara tidak sadar, kita kerap mengulangi kebiasaan lama sebelum berubah. Menurutnya, itu adalah hal yang normal. Pengulangan itu harus disadari supaya kita dapat memahami rintangan yang akan terjadi.

Melalui kesadaran inilah seseorang akan memahami tujuan yang akan diraih. Selain itu, kita juga belajar untuk mengapresiasi proses-proses yang mengawal tujuan.

Resolusi Hanya Berorientasi Pada Tujuan, Tidak Dengan Proses

Ini adalah kesalahan berpikir yang umum terjadi ketika menjalani resolusi tahun baru. Perubahan dan mimpi besar dalam resolusi tidak datang secara instan, melainkan dengan langkah-langkah kecil yang konsisten.

Apapun tujuan yang ditargetkan, kita harus bisa melihat dan memahami langkah-langkah kecil yang menjadi anak tangga menuju puncak tujuan. Selain itu, resolusi yang dibuat tidak boleh hanya berorientasi pada tujuannya saja. perlu adanya keterukuran sehingga kita dapat membaca tantangan yang ada dan juga realistis dengan keadaan.

Dengan demikian, hal itu akan membawa kita menjadi lebih bahagia dalam menjalani resolusi sebab setiap langkah kecil diapresiasi.

Resolusi Tidak Harus Dimulai Saat Awal Tahun

Menetapkan resolusi hanya di awal tahun adalah kekeliruan yang harus dihindari. Resolusi bukan hal yang selalu bisa dimulai ketika awal tahun seperti tanggal 1 Januari. Seumpama kita belum siap menjalani resolusi, hal itu bukanlah suatu masalah. Yang terpenting adalah konsistensi untuk menjalani resolusi tersebut, bukan tentang kapan dimulainya resolusi.

Setelah memahami apa saja faktor fundamental seseorang gagal menjalani resolusi tahun baru, dalam episode ketujuh siniar Momen Satu Kali, Daniel dan Shesa berbicara tentang tips-tips berproses mencapai resolusi, juga realitas apa saja yang harus dihadapi.

Dengarkan “Resolusi Tahun Baru”, episode ketujuh dari siniar Momen Satu Kali atau episode lainnya di Spotify atau akses melalui tautan berikut ini.

Penulis: Fauzi Ramadhan & Brigitta Valencia Bellion

Baca juga : Anak yang Tidur Sekitar Pukul 20.30 Lebih Fokus Belajar