Selama lebih dari 50 tahun, aktivitas manusia, terutama akibat bahan bakar fosil, telah melepaskan sejumlah besar karbon dioksida dan gas rumah kaca lain ke atmosfer. Ini membuat panas terperangkap pada atmosfer yang lebih rendah dan memicu perubahan iklim.

Oleh karena itu, selama 130 tahun terakhir, suhu Bumi meningkat sekitar 0,85 derajat celsius. Ini menyebabkan naiknya permukaan laut, melelehnya gletser, dan berubahnya pola curah hujan. Selain itu, cuaca ekstrem semakin sering dan intens.

Perubahan iklim ini juga berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Ini bisa memengaruhi faktor determinan kesehatan, seperti udara yang bersih, air yang aman, dan produksi makanan. Berikut ini, beberapa contoh dampak perubahan iklim dan pengaruhnya terhadap kesehatan kita.

  • Panas ekstrem

Suhu udara yang ekstrem turut berkontribusi pada meningkatnya penyakit pernapasan dan kardiovaskular, terutama pada para lansia. Gelombang panas di Eropa pada 2003, misalnya, menyebabkan lebih dari 70 ribu kematian.

Temperatur yang tinggi juga menaikkan level ozon dan polutan lain di udara yang memperparah penyakit pernapasan. Alergen yang terdapat pada udara (aeroallergen) juga semakin banyak pada panas ekstrem. Ini dapat memicu penyakit asma, yang kini dialami sekitar 300 juta orang di seluruh dunia.

  • Bencana alam

Secara global, angka bencana terkait cuaca telah meningkat tiga kali lipat sejak 1960-an. Setiap tahun, bencana-bencana ini menyebabkan lebih dari 60 ribu kematian, terutama di negara berkembang.

Naiknya permukaan air laut dan cuaca ekstrem juga dapat menghancurkan bangunan, seperti rumah, sekolah, bahkan fasilitas kesehatan. Di dunia, sekitar setengah populasi berhuni dalam jarak sekitar 60 meter dari laut. Orang-orang ini pada suatu saat mungkin terpaksa pindah untuk menghindari dampak cuaca buruk.

  • Berubahnya pola hujan

Karena perubahan iklim, pola hujan juga jadi tidak menentu. Di beberapa tempat, ini menyebabkan kemarau berkepanjangan, yang memengaruhi pasokan air bersih. Kurangnya air yang bersih dan aman dapat menurunkan higienitas dan meningkatkan risiko penyakit diare. Setiap tahunnya, lebih dari 500 balita meninggal karena diare. Diperkirakan para pakar, pada akhir abad ke-21, perubahan iklim akan membuat frekuensi dan intensitas kekeringan berskala global meningkat.

Di sisi lain, hujan ekstrem terjadi di beberapa tempat dan memicu banjir. Banjir dapat mengontaminasi pasokan air bersih dan mempertinggi risiko penyakit yang ditularkan lewat air. Menggenangnya air juga membuat serangga pembawa penyakit, misalnya nyamuk, berkembang lebih cepat. Belum lagi, ada risiko orang terluka, tenggelam, dan tidak punya hunian lantaran rumahnya rusak.

Pola musim yang berubah ini juga dapat menurunkan produksi makanan pokok di sejumlah daerah. Ini jugadapat meningkatkan prevalensi malanutrisi.

Seluruh populasi dapat terdampak perubahan iklim, tetapi sebagian orang lebih rentan ketimbang yang lainnya. Orang-orang yang tinggal di pulau kecil dan pesisir, kota-kota besar, dan pegunungan termasuk golongan yang cukup rentan. Terhadap ancaman penyakit, sejumlah kelompok juga lebih rentan, antara lain anak-anak, lansia, dan mereka yang punya penyakit pemberat.

Aksi-aksi nyata untuk menahan laju perubahan iklim kian mendesak dilakukan. Begitu pula dengan penguatan infrastruktur kesehatan.

 

Baca juga:

Natural Climate Solutions, Mitigasi Perubahan Iklim dengan Pendekatan Berbasis Alam

Apa Itu Jejak Karbon, Mengapa Kita Perlu Menguranginya?

Bagaimana Kerusakan Lingkungan Mempertinggi Risiko Paparan Virus? Kami Mewawancarai Pegiat Konservasi Alam

Infografik Perubahan Iklim