Oleh dr Mega Dhestiana SpKJ(K) MSc

Spesialis Kedokteran Jiwa/Konsultan Psikiatri Anak dan Remaja RSUP Dr Soeradji Tirtonegoro Klaten Jawa Tengah

Masa kanak-kanak menjadi salah satu episode kehidupan manusia yang sebaiknya dilalui dengan baik oleh semua orang. Sebab, masa kanak-kanak merupakan dasar suatu proses penanaman nilai kehidupan untuk pertama kali. Saat pandemi Covid-19 ini, masa kanak-kanak menghadapi situasi lebih menantang karena si kecil tumbuh dalam situasi yang berisiko.

Perilaku seorang anak dinilai mulai berproses sejak ia masih berada dalam kandungan. Ada banyak pandangan ahli seputar hal ini meski tak jarang pula muncul perbedaan pendapat dan menjadi diskusi tersendiri.

Oleh karena itu, ibu hamil perlu melaksanakan pola asuh yang mendukung pertumbuhan janin. Pada tahap ini, ibu menjadi guru pertama kali bagi manusia sebelum terlahir ke dunia.

Pada trimester pertama kehamilan, janin telah mampu merasakan rangsangan dari luar atau lingkungan sekitarnya. Semisal, ikut mengalami perasaan yang diperam sang ibu, mendengarkan musik yang diputar oleh ibunya, atau merasakan sentuhan dari orang-orang yang menyayanginya.

Bila janin tumbuh dalam kondisi atau lingkungan yang aman, sehat, atau ibu yang bergembira; ia kelak dapat tumbuh menjadi anak yang periang, kreatif, senang berkenalan dengan banyak teman, dan berperilaku baik lainnya.

Sebaliknya, jika selama hamil ibu sering mengalami perasaan tertekan (stres), tidak aman, atau menghadapi situasi berbahaya, janin pun bisa “ikut merasakan” kegelisahan, ketidaknyamanan, takut, dan sebagainya. Kondisi ini dikhawatirkan bisa membentuk perilaku anak menjadi pribadi yang sulit berkonsentrasi, pemarah, hiperaktif, kesulitan belajar, dan gangguan perilaku lainnya.

Gangguan perilaku anak

Gangguan perilaku bisa diartikan sebagai pola perilaku menetap dan berulang yang ditunjukkan dengan perilaku yang tidak sesuai dengan nilai kebenaran yang dianut masyarakat; atau tidak sesuai dengan norma sosial untuk rata-rata seusianya (DSM-IV, APA; Kearney, 2003).

DSM IV lebih rinci menyebutkan bahwa seseorang bisa dinilai mengalami gangguan perilaku bila menunjukkan 3 gejala spesifik selama sekurang-kurangnya 12 bulan dan paling tidak 1 gejala muncul selama lebih dari 6 bulan terakhir. Gejala tersebut antara lain suka mencuri, senang melanggar aturan, berbohong, merusak benda-benda, dan menyerang (agresi) orang atau binatang.

Pada ranah medis, dikenal beberapa jenis gangguan perilaku. Secara singkat, berikut di antaranya. Pertama, conduct disorder (CD) merupakan gangguan perilaku dan emosi serius yang biasanya membuat anak berperilaku senang merusak barang-barang tertentu dan cenderung sulit mengikuti aturan di rumah maupun sekolah. Kedua, autisme atau gangguan perilaku pada anak yang membuatnya sulit berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain.

Ketiga, attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). Ini sering ditemukan pada anak-anak. Gejala gangguan ini di antaranya ceroboh, anak hiperaktif, dan anak sulit untuk fokus saat mengerjakan sesuatu. Keempat, oppositional defiant disorder (ODD) yang biasanya terdiagnosis pada anak berusia 8–12 tahun. Anak yang mengalami ODD acap menunjukkan perilaku menentang aturan di rumah maupun sekolah.

Ada pula gangguan perilaku yang diagnosisnya baru bisa ditegakkan saat buah hati berusia 18 tahun. Gangguan ini adalah borderline personality disorder (BPD). BPD sering juga disebut gangguan kepribadian ambang. Gangguan ini di antaranya ditandai perilaku agresif dan impulsif. Jika anak masih berusia 13-15 tahun tapi muncul gejala BPD, dokter menyebutnya baru mengarah gangguan BPD. Gangguan ini lebih sering terjadi pada perempuan.

Tak perlu panik

Ketika mendapati gejala atau tanda bahwa si kecil mengalami gangguan perilaku, orangtua tidak perlu panik. Yang perlu dilakukan adalah membawa si kecil ke pusat layanan kesehatan, bisa puskesmas atau rumah sakit.

Dokter pertama yang merawat si kecil akan melakukan diagnosis dan tak menutup kemungkinan anak akan dirujuk kepada dokter yang lebih ahli di bidangnya. Dokter spesialis kemudian akan melakukan serangkaian pemeriksaan untuk menentukan jenis penyakit ini. Bila diperlukan, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang, semisal magnetic resonance imaging (MRI), CT-scan, atau tes darah untuk menentukan penyebab atau pemicu gangguan.

Adapun untuk penatalaksanaan, dokter akan memberikan terapi sesuai jenis gangguan, usia, dan kondisi lainnya yang dialami pasien. Termasuk pemberian beberapa jenis obat yang dibutuhkan pasien. Dalam masa pengobatan ini, peran keluarga sangat diperlukan. Terutama agar pasien benar-benar melaksanakan terapi sesuai anjuran dokter.

Untuk itu, ibu hamil sebaiknya berusaha agar tidak stres dan tinggal dalam situasi yang mendukung. Asupan gizi juga perlu diperhatikan agar ibu dan bayi dalam kandungan selalu sehat. Mengonsumsi daging rendah lemak, telur, brokoli, bayam, pisang, jeruk, dan makanan sehat lainnya sangat dianjurkan; ditambah vitamin sesuai petunjuk dokter. Terlebih pada masa wabah ini, ibu hamil harus menjaga daya tahan tubuhnya agar terhindar dari paparan virus.

Sejak usia dini, anak-anak perlu mendapat pendampingan dan rangsangan yang tepat agar terbentuk kepribadian dan perilaku anak yang sehat sebagai makhluk sosial. Si kecil amat bergantung pada orangtua dan lingkungan sekitarnya. Dalam menjalani kehidupan sosialnya, anak diharapkan bisa mengembangkan kemampuan untuk menyesuaikan diri, berhubungan, dan bergaul dengan lingkungannya.

Sumber pustaka: Jurnal Exposure to Maternal Pre- and Postnatal Depression and Anxiety Symptoms: Risk for Major Depression, Anxiety Disorders, and Conduct Disorder in Adolescent Offspring; Maternal Psychopathology and Offspring Clinical Outcome: A Fouryear Followup of Boys with ADHD; Maternal Prenatal Stress and Other Developmental Risk Factors for Adolescent Depression: Spotlight on Sex Differences; dan Longitudinal Studies Examining the Impact of Prenatal and Subsequent Episodes of Maternal Depression on Offspring Antisocial Behaviour.

Versi cetak artikel ini tayang di Harian Kompas, Selasa, 23 November 2021.

Baca juga : Berapa Kali Anak Makan dalam Sehari?