Dengan perempuan yang kerap menjadi obyek yang kehidupannya dibatasi dengan beragam elemen nilai dan moral, perannya seakan hanya menjadi pengurus rumah tangga dan keluarga.

Peran tersebut juga dinormalisasi dengan pelbagai kalimat pujian yang seakan perempuan hanya bisa mengurus rumah dan keluarga. Akan tetapi, bukan berarti wanita yang memilih menjadi ibu rumah tangga adalah salah. Justru sebaliknya, mereka yang demikian layak mendapatkan penghargaan dan tidak seharusnya dianggap tidak bisa memiliki karier yang cemerlang.

Perempuan yang memiliki karier ini menjadi topik perbincangan Amanda Simandjuntak, Co-Founder Markoding, dalam siniar Obsesif bertajuk “Amanda Simandjuntak: Women & Career in STEM Industry” yang dapat diakses melalui tautan berikut https://dik.si/ObsesifAmanda.

Salah satu caranya agar kaum Hawa memiliki kesadaran dan memiliki kemampuan untuk menopang kehidupannya adalah dengan pendidikan. Dengan pendidikan, potensi pengembangan perempuan, baik jasmani maupun rohani, dapat dicapai. Dengan demikian, mereka dapat mempersepsikan fenomena sekaligus kehidupannya secara lebih bijaksana.

Dari pendidikan tersebut juga perempuan akan berkontribusi terhadap pengembangan budaya, nilai-nilai, dan norma yang sesuai dengan zaman, lalu mewariskannya kepada generasi penerus.

Sementara itu, kehidupan yang menjadikan perempuan sebagai subordinat laki-laki adalah masalah serius karena adanya relasi sosial yang timpang antara keduanya. Seperti wanita yang hanya mengerjakan urusan rumah dan pria dapat mengembangkan kariernya di publik. 

Itulah mengapa, kehidupan kaum Venus yang berusaha keluar dari budaya patriarki harus diperjuangkan. Dalam konteks ini, masyarakat tidak boleh merasa tabu bila seorang ibu atau istri pergi ke luar rumah dan baru pulang ketika malam untuk mengejar karier di publik. Karena pada dasarnya, bekerja merupakan kegiatan utama untuk memenuhi kebutuhan primer manusia.

Oleh sebab itu, pada masa sekarang yang tidak lagi menekankan laki-laki sebagai sentra kehidupan, kaum Hawa harus mampu mengoptimalkan hak pendidikannya layaknya manusia tanpa harus dibedakan berdasarkan jenis kelaminnya.

Oleh karena itu, sebuah pergerakan feminis ini bukan dan tidak boleh dilakukan dengan tindak kekerasan, melainkan mengidentifikasi akar permasalahan mengapa perempuan diperlakukan sebagai subordinat.

Pendek kata, perempuan Indonesia masa kini juga tidak boleh lupa kepada jasa RA Kartini yang memperjuangkan hak-hak perempuan sehingga mereka dapat mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Mereka juga tidak perlu lagi takut atau kehidupannya dirampas karena adanya perjodohan yang dipaksakan oleh orangtua.

Karena apa pun alasannya, perempuan memiliki kehidupan seperti juga laki-laki yang harus dihargai dan tidak boleh dijadikan obyek. Terlebih, sebagai obyek pelampiasan hasrat seksual, seperti pelecehan atau kekerasan yang menjurus kepada aspek biologisnya sebagai perempuan.

Itu sebabnya, perempuan bukanlah obyek yang harus memenuhi segala kebutuhan, melainkan manusia yang memiliki hak untuk mengembangkan diri, termasuk dalam berkarier dan mengaktualisasikan diri.

Bila dilihat berdasarkan kodrat pada budaya patriarki, keterlibatan perempuan dalam mencari uang tidak lebih karena faktor ekonomi yang mendesak. Sementara itu, dalam perspektif feminisme, perempuan mencari uang agar dirinya sejajar dan dipersepsikan layaknya manusia yang non-domestik. 

Untuk itu, wanita yang bekerja bukanlah sebatas karena faktor ekonomi atau pelengkap laki-laki bekerja, melainkan adanya kesadaran bahwa dirinya mampu untuk memiliki kehidupan di luar lingkungan domestik.

Dengarkan informasi lengkapnya yang didengarkan melalui siniar Obsesif bertajuk “Amanda Simandjuntak: Women & Career in STEM Industry di Spotify. Di sana, ada pula beragam informasi menarik seputar dunia kerja untuk para fresh graduate dan job seeker, loh!

Ikuti juga siniarnya agar kalian tak tertinggal tiap ada episode terbarunya. Akses sekarang juga episode ini melalui tautan https://dik.si/ObsesifAmanda

 

Penulis: Zen Wisa Sartre dan Brigitta Valencia Bellion

Baca juga: SK Trimurti: Perjuangkan Hak Perempuan Lewat Tulisan