Dengan bertransformasinya tenaga kerja dari para Baby Boomers ke Gen Z, hubungan individu dengan pekerjaan juga sudah berubah. Bila dulu individu bekerja untuk mendapatkan penghasilan tetap, meniti karier, hingga memiliki uang pensiun untuk masa tua, generasi sekarang rupanya memiliki konsep yang berbeda.

Pandemi turut mengubah tujuan hidup generasi muda ini. Melihat masa depan tidak bisa diprediksi dengan perubahan yang bisa terjadi dalam sekejap akibat pandemi, membuat mereka tidak lagi berorientasi pada jaminan kemapanan masa tua.

Bukan pangkat ataupun jabatan yang utama, melainkan bagaimana mereka bisa berkontribusi membuat perbedaan. Travelling juga bukan lagi suatu kemewahan yang dilakukan sesekali, melainkan sudah menjadi bagian dari kebutuhan hidup yang bilamana memungkinkan justru dilakukan sambil bekerja.

Dengan transformasi ini, definisi konsep kerja yang ideal adalah sebuah pekerjaan yang dapat memberikan individu kesempatan untuk menampilkan performa terbaiknya, merasa aman untuk melakukan eksplorasi dan berkembang, memiliki makna yang sesuai dengan filosofi hidupnya dengan pendapatan yang dapat membiayai kebutuhan hidup dan keluarganya.

Dalam lingkungan kerja yang baik, individu akan merasakan energinya tetap menyala dalam kondisi yang menantang sekalipun. Stres yang dialami oleh individu di tempat kerja digolongkan sebagai eustress yang mendorong individu untuk terus berpikir melakukan inovasi; dan bukan distress yang membuat individu kehilangan energi ataupun motivasi untuk berbuat lebih.

Meskipun pasti ada bagian-bagian dari pekerjaan yang membosankan, tetap ada banyak hal yang menarik bagi individu yang mendorong produktivitasnya. Pekerjaan seperti ini akan membuat karyawan lebih engaged dan lebih kuat daya lentingnya.

Lima kriteria perlu dimiliki oleh konsep kerja seperti itu.

·        Purpose. Organisasi yang memiliki purpose yang jelas akan membuat individu terdorong untuk going extra mile demi memenuhi tujuan yang juga dapat memberi makna bagi individu. Seperti dikatakan Viktor Frankl, manusia dapat menemukan makna hidupnya melalui cinta, penderitaan, dan pekerjaan.

Kerja bukan sekadar untuk mencapai tujuan organisasi. Seorang buruh pembuat jalan akan merasa bermakna ketika ia mampu melihat bagaimana jalanan yang ia bangun dengan kerja kerasnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar; dan mempermudah anak-anak pergi ke sekolah dengan lebih aman.

·       Berkembang dan maju. Tidak semua desain organisasi memungkinkan individu untuk memiliki tangga karier yang terus naik, tetapi organisasi tetap perlu membuat individu termotivasi untuk terus berkembang. Ini bisa dilakukan dengan mendorong pengembangan kompetensi dan keahlian individu melalui reskilling dan upskilling. Oleh karena itu, individu pun tetap dapat berkompetisi dengan tuntutan kemajuan dunia global.

·       Pengakuan. Organisasi yang berprestasi tentu ditopang oleh individu-individu berprestasi sebagai motor penggeraknya. Untuk menjaga motivasi tersebut, organisasi perlu memiliki sistem penghargaan yang seimbang dengan tuntutan organisasi sehingga individu pun tahu bahwa prestasinya diakui oleh organisasi.

Pengakuan seperti ini merupakan bentuk nyata respek organisasi terhadap individu yang sangat berarti untuk memperkuat sense of belonging individu pada organisasi. Selain itu, untuk meningkatkan hormon oksitosin yang membuat individu lebih bahagia dan produktif.

·       Upah dan tunjangan lainnya. Upah tentu menjadi salah satu motivasi dasar individu untuk bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, selain itu, upah dan tunjangan juga menjadi tolok ukur pengakuan prestasi dan tingkatan profesional seseorang. Tunjangan yang disesuaikan dengan level jabatan akan menjadi suatu kebanggaan yang dapat ditunjukkan oleh individu.

Selain tunjangan yang bersifat materiil, kreativitas organisasi dalam memberikan tunjangan yang non-materiil juga sangat dibutuhkan. Tambahan cuti bagi karyawan yang memiliki masa kerja yang lebih lama, fleksibilitas untuk mengatur jam kerjanya sendiri juga dapat merupakan sebuah privilege yang dicari individu.

·       Work life balance. Ini dibutuhkan untuk menjaga energi dan motivasi individu. Namun, ini bukan berarti kesetaraan jumlah waktu kerja dan istirahat, melainkan bagaimana pekerjaan tidak menyebabkan stres yang tak sehat sampai mengganggu rasa aman dan menekan. Dengan adanya pandemi, gaya bekerja secara remote maupun hibrida semakin populer dan dapat menjadi daya tarik organisasi.

Semakin banyak kombinasi dari unsur-unsur di atas yang bisa dipenuhi organisasi, akan semakin banyak pengalaman positif yang dirasakan oleh individu yang bekerja di dalamnya sehingga meningkatkan semangat untuk berproduksi dan berkreasi.

Siapkah kita?

Semua orang pasti ingin mendapat pekerjaan ideal dengan lingkungan kerja yang bermutu. Namun, apakah kita sudah siap untuk bekerja? Ada beberapa hal yang perlu kita tanyakan pada diri sendiri.

Apakah kita mengerti tuntutan tanggung jawab yang ada pada setiap jabatan? Apakah kita sudah memiliki skill set yang dibutuhkan pada tuntutan kompetensi jabatan yang akan diemban tersebut? Seberapa jauh kita mengenal organisasi tempat kita akan bekerja nanti? Apakah kita memahami visi dan misi organisasi tersebut dan apakah semuanya sejalan dengan idealisme kita?

Hubungan emosional yang positif dengan pekerjaan juga akan membuat kita mampu bersaing dengan mesin-mesin AI yang semakin berkembang. Kekhawatiran bahwa mesin akan menggantikan pekerjaan manusia seharusnya tidak perlu terjadi. Sebab, dengan bantuan mesin ini, manusia akan memiliki lebih banyak waktu dan energi untuk fokus membangun pekerjaan yang membutuhkan sentuhan manusiawi, seperti empati, rasa percaya, sense of humour, kreativitas, serta inovasi.

Eileen Rachman & Emilia Jakob

EXPERD

HR CONSULTANT/KONSULTAN SDM