“Halo, teman-teman! Nama saya Niken Tode. Saya tinggal di Batuleli. Rumahku di dekat Gereja Dalesue Batuleli. Teman-teman, saya akan menceritakan tentang Batu Termanu.†Hasil tulisan ini barangkali terbaca sederhana bagi orang dewasa. Namun, kemauan dan kemampuan Niken untuk menulis patut diapresiasi.
Sebanyak 4 relawan pengajar yang tergabung dalam program Rote Mengajar mengenalkan dunia tulis-menulis kepada siswa kelas 5 dan 6 SD Inpres Moklain, Rote Tengah, NTT, Kamis (9/4) lalu. Setelah membaca kiriman surat semangat, setiap anak diajak untuk menceritakan segala sesuatu yang ada di Pulau Rote, tak terkecuali hal-hal sederhana yang dijumpai sehari-hari. Meski berasal dari latar profesi yang berbeda-beda, para relawan menegaskan bahwa menulis tak hanya menjadi kemampuan pokok bagi seseorang yang berprofesi sebagai penulis buku atau jurnalis. Semua orang perlu menanamkan budaya menulis, apa pun profesinya.
Dengan menulis, seseorang terpacu untuk membaca informasi lebih banyak. Kaum profesional kerap kali dituntut membuat materi presentasi, laporan, atau proposal kerja. Aktivitas-aktivitas tersebut tentu memerlukan kemampuan menulis.
Seorang dokter yang terbiasa menulis dapat membuat kumpulan riset atau tips kesehatan. Sang arsitek bisa menuliskan pandangannya tentang dunia properti atau arsitektur. Semua bidang ilmu dapat menghasilkan tulisan. Menulis juga menjadi salah satu cara mengingat beragam informasi. Tulisan yang bermanfaat selanjutnya disebarluaskan dan menginspirasi banyak orang.
Danny Wetangterah (37) yang dikenal sebagai penggiat fotografi sepakat akan pentingnya budaya tulis-menulis. Menurutnya, seorang fotografer juga perlu dibekali kemampuan menulis, lihai memvisualisasikan bahasa tulisan. Pendiri Sekolah Multimedia Untuk Semua (MUSA) di Kupang, NTT, ini memasukkan kelas menulis sebagai salah satu program yang bisa diikuti masyarakat secara cuma-cuma.
Kemauan dan kemampuan dapat dipupuk sedini mungkin sewaktu mengenyam pendidikan dasar. Ryan Rinaldy (27) selaku Pengajar Muda VIII dari Indonesia Mengajar mengajak murid-muridnya menulis hal-hal baru dan seru yang ditemui setiap hari. Sudah 10 bulan ia menjadi wali kelas 3 SD Negeri Hurulai, Rote Barat Daya, Nusa Tenggara Timur.
“Menulis itu seru. Ini yang saya kenalkan kepada mereka. Menulis dapat memperbanyak perbendaharaan kata. Sejarah di Rote pun cenderung tersebar dari mulut ke mulut. Tidak ada bukti tertulis. Maka dari itu, budaya menulis bisa jadi salah satu upaya merawat sejarah dengan baik,†ujar Ryan.
Anda yang telah beranjak dewasa juga tak perlu merasa terlambat belajar. Manfaatkanlah media blog agar tulisan tersimpan dengan baik dan diakses semua orang. Isilah dengan cerita traveling, opini pribadi, atau karya fiksi. Nah, sudahkah siap menulis? [GPW]
noted: menulis untuk segala profesi