Untuk menyambut kedatangan siswa baru, selalu diadakan pelbagai kegiatan pengenalan sekolah, yaitu Masa Orientasi Siswa (MOS). Para siswa disibukkan mengikuti beragam kegiatan yang bisa dibilang aneh-aneh dan dipersiapkan panitia MOS.

Keadaan inilah yang pernah juga dirasakan Annya dan Banni dan mereka ceritakan dalam siniar Kosan HAI bertajuk “Nyebelinnya Masa Orientasi Siswa Dulu…”. 

Annya dan Banni memang sempat merasa kesal karena diharuskan membawa pelbagai barang dan datang ke sekolah pagi-pagi. Lebih dari itu, masih ada saja kakak senior yang menyuruh bernyanyi atau sekadar membuat pantun untuk memperkenalkan diri.

Bila diingat-ingat kembali, MOS mungkin terasa menyebalkan. Akan tetapi, ada beberapa kenangan yang kiranya tidak akan pernah bisa diulang kembali.

  1. Membawa Barang Misterius

Pada masa pengenalan inilah para siswa akan disibukkan untuk mencari atau membuat barang-barang yang ditentukan panitia yang rasanya kurang wajar, seperti rambut nenek yang ternyata adalah bihun atau membuat topi dari bola plastik.

Apabila ada siswa yang tidak memenuhi atau gagal menyelesaikan tugasnya, siswa tersebut akan mendapat hukuman, seperti bernyanyi atau berlari. Naasnya, ada saja senior yang memanfaatkan hukuman ini untuk kesenangan dan malah menjadi ajang perpeloncoan.

Penting bagi para guru memberikan pemahaman atas apa yang boleh dan jangan dilakukan dalam keberlangsungan acara masa orientasi siswa. Karena sekolah adalah tempat menimba ilmu, bukan wahana perpeloncoan senior.

  1. Datang ke Sekolah Pagi-pagi

Jam masuk dan pulang sekolah telah dijadwalkan. Akan tetapi, saat MOS, seniorlah yang menentukan. Mereka kerap memberitahukan bahwa para siswa harus datang sebelum ayam berkokok untuk bersiap-siap mengikuti acara.

Pasalnya, kegiatan MOS ini diharapkan mampu mengenalkan siswa baru untuk memahami budaya yang ada di sekolah barunya. Oleh sebab itu, para senior sudah sepatutnya paham cara membimbing siswa baru untuk mengetahui tata tertib dan lingkungan fisik serta sosial di sekolah.

Jangan sampai kegiatan MOS yang diselenggarakan di sekolah menjadi tempat terjadinya bullying tanpa sepengetahuan pengawas, seperti dari pihak guru ataupun sekolah. Karena di Indonesia masih banyak bullying yang dilakukan kakak senior kepada adik kelas (siswa baru). 

  1. Ajang PDKT

Sulit ditampik bahwa dengan beragam aktivitas yang dilakukan bersama akan ada benih-benih rasa suka antarsiswa. Akan tetapi, hal ini tidak hanya berlaku pada siswa baru, melainkan para senior juga.

Dengan menghabiskan waktu bersama, seperti mengurus perlengkapan, persiapan, dan menyusun acara kegiatan sehingga tidak melanggar aturan, bukan tidak mungkin para senior mulai menyukai satu sama lain. Dari yang awalnya hanya teman biasa menjadi lebih dekat, bahkan menjalin hubungan lebih dalam.

  1. Mendengarkan Ceramah Guru

Terlepas dari segala permainan dan aturan yang diberikan kakak senior, ada satu acara yang wajib diikuti oleh siswa baru, yaitu mendengarkan guru mengenalkan diri dan menjelaskan perihal sekolah baru.

Para siswa dikenalkan atas program belajar, tata tertib, akses menuju sekolah, dan fasilitas yang dapat dimanfaatkan siswa untuk menunjang kehidupannya semasa di sekolah.

Sayangnya, para seniorlah yang kerap kali mengacuhkan tata tertib dan nilai yang diterapkan. Karena tidak jarang kita mendapati berita perihal acara MOS yang menjadi ajang kekerasan dan perpeloncoan.

Apabila tidak segera diatasi, para siswa akan memiliki dendam dan kemudian melakukan apa yang dilakukan kakak kelasnya kepada adik kelasnya nanti. Itu sebabnya, penting bagi para guru dan sekolah untuk memberikan arah-arahan kepada para senior dan panitia acara MOS dari jauh-jauh hari.

Dengarkan obrolan seru Annya dan Banni lainnya hanya melalui siniar Kosan HAI di Spotify. Dalam siniar ini, akan ada banyak obrolan seru, mencengangkan, dan menarik seputar tren yang sedang viral di kalangan para remaja.

Ikuti juga siniarnya agar kalian tak tertinggal setiap ada episode terbarunya. Akses sekarang juga episode ini melalui tautan berikut https://spoti.fi/3T0nJis.

Penulis: Zen Wisa Sartre dan Ikko Anata